FLORIDA — Penanews.co.id — Desainer dan ikon fesyen legendaris Amerika Iris Apfel telah tiada, dia meninggal dunia pada usia 102 tahun. Ia mengembuskan napas terakhir pada Jumat (O1/O3/2024). Setelah berulang tahun ke 102 tahun.
Apfel meninggal dunia di kediamannya di Palm Beach, Florida. Namun demikian, tak diketahui pasti penyebab meninggalnya Apfel.
Apfel dikenal sebagai seorang desainer interior yang kerap berpenampilan ‘bold‘. Ia begitu identik dengan kacamata bulat tebal dan besarnya.
Mengutip berita BBC, ‘Bintang muda geriatri’ yang menggambarkan dirinya sendiri ini dikenal karena rambut putihnya yang dipotong, kacamata besar, lipstik cerah, dan manik-manik tebal.
Apfel mencapai puncak ketenarannya pada tahun 1980an dan 90an, namun ia tidak asing lagi di peragaan busana Paris selama lebih dari setengah abad.
Dia juga melayani sejumlah klien selebriti, termasuk Greta Garbo dan Estée Lauder.
Lahir dari keluarga Yahudi di New York pada tahun 1921, Apfel awalnya mempelajari sejarah seni dan berspesialisasi dalam desain interior, khususnya tekstil.
Dia bekerja sebagai desainer interior selama beberapa dekade, termasuk pada proyek restorasi di Gedung Putih, sebelum menjadi penentu tren di usia 80-an dan model profesional di usia 97 tahun.
Pada tahun 2014, dia menjadi subjek film dokumenter, Iris, yang dibuat oleh sutradara terkenal Albert Maysles.
Berbicara kepada BBC Newsnight pada tahun 2015, dia mengatakan menurutnya “berdandan seharusnya menyenangkan” dan merupakan “kesempatan untuk bermain”.
“Itu adalah bagian dari hidup saya karena saya orang yang kreatif dan saya pikir orang lain harus ikut serta dalam sedikit kreativitas,” katanya.
Ditanya apa pendapatnya tentang ide pakaian yang sesuai dengan usianya, dia menjawab bahwa “jika Anda bisa melakukannya, itu pantas”.[]
Baca juga; Biadab! Israel Serang konvoi bantuan PBB ke Gaza, Sejumlah besar di antara mereka terluka
Baca juga; Ngototnya Arya Wedakarna Masih Ngantor di DPD meski Sudah Dipecat Jokowi
Baca juga; Galloway; Terpilihnya sebagai Anggota Parlemen Baru Inggris karena solidaritasnya dengan Gaza