Penanews.co.id — Shalat Tarawih merupakan salah satu syiar Islam di bulan Ramadhan. Di antara keutamaan melaksanakan shalat Tarawih adalah terhapusnya dosa-dosa yang pernah diperbuat oleh seorang hamba.
Mengutip tulisan Ustadz Muhammad Zainul Millah, Pengasuh Pesantren Fathul Ulum Blitar Jawa Timur, yang dipublish di situs NU Online.or.id, tentang Shalat tarawih tapi tidak melakukan shalat sunah ba’diyah Isya.
Dalam satu hadits disebutkan
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya, “Barangsiapa yang ibadah malam pada bulan Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR Al-Bukhari).
Yang sering menjadi pembahasan adalah melakukan shalat Tarawih setelah jamaah shalat Isya’ tanpa melakukan shalat sunah Ba’diyah Isya’ terlebih dalu. Bagaimana hukumnya?
Hukum melaksanakan shalat Tarawih sebelum melaksanakan shalat Ba’diyah Isya’ adalah diperbolehkan. Meski demikian, yang lebih utama adalah shalat Ba’diyah Isya’ terlebih dahulu. Karena menurut pendapat yang kuat (Al-Ashah), shalat Ba’diyah Isya’ yang merupakan bagian dari shalat sunah Rawatib lebih utama daripada shalat Tarawih.
Dalam Fathul Mu’in Syekh Zainuddin Al-Malibari menyebutkan:
أَفْضَلُ النَّفْلِ عِيْدٌ أَكْبَرُ فَأَصْغَرُ فَكُسُوْفٌ فَخُسُوْفٌ فَاسْتِسْقَاءٌ فَوِتْرٌ فَرَكْعَتَا فَجْرٍ فَبَقِيَّةُ الرَّوَاتِبِ فَجَمِيْعُهَا فَي مَرْتَبَةٍ وَاحِدَةٍ فَالتَّرَاوِيْحُ فَالضُّحَى فَرَكْعَتَا الطَّوَافِ وَالتَّحِيَّةِ وَالْإِحْرَامِ فَالْوُضُوْءُ
Artinya, “Shalat sunah yang paling utama adalah shalat idul adha, lalu idul fitri, lalu gerhana matahari, lalu gerhana bulan, lalu shalat minta hujan, lalu dua rakaat qobliyah subuh, lalu shalat rawathib lainnya, semua rawathib dalam satu tingkatan, lalu shalat tarawih, lalu shalat dhuha, lalu dua rakaat tawaf, tahiyatul masjid dan shalat sunah ihram, lalu shalat sunah wudhu.” (Zainuddin Al-Malibari, Fathul Mu’in, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 1998] halaman 54).
Shalat sunah Ba’diyah Isya’ dan shalat Tarawih merupakan dua shalat sunah yang memiliki waktu pelaksanaan yang sama, yaitu setelah melaksanakan shalat Isya’ sampai terbitnya fajar. Dalam kaidahnya, jika ada dua shalat berkumpul dalam satu waktu, maka didahulukan yang waktunya hampir habis, kemudian yang lebih kuat anjurannya.
Imam An-Nawawi menjelaskan dalam kitab Al-Majmu’:
قَالَ الشَّافِعِي وَالْاَصْحَابُ رَحِمَهُمُ اللهُ إِذَا اجْتَمَعَ صَلَاتَانِ فِي وَقْتٍ وَاحِدٍ قُدِّمَ مَا يُخَافُ فَوْتُهُ ثُمَّ الْاَوْكَدُ
Artinya, “Imam Syafi’i dan para muridnya, semoga Allah merahmati mereka, berkata: Jika dua shalat berkumpul dalam satu waktu yang bersamaan, maka didahulukan shalat yang dikhawatirkan terlewatkan, lalu shalat yang lebih kuat anjurannya.” (Abu Zakaria Muhyiddin an-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhaddzab, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2011], juz VI, Halaman 92)
Dalam menentukan shalat mana yang lebih utama antara Tarawih dan Ba’diyah Isya’, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama:
Pendapat pertama, yang merupakan pendapat kuat (Al-Ashah) mengatakan lebih utama shalat sunah Rawatib daripada shalat Tarawih. Karena Rasulullah saw selalu melakukan shalat sunah Rawatib dan tidak selalu melakukan Tarawih. Sehingga ini merupakan pengecualian dari kaidah “Ibadah yang disyariatkan berjamaah lebih utama dari pada yang tidak disyariatkan berjamaah”.
Pendapat kedua mengatakan bahwa shalat Tarawih lebih utama dari pada sunah Rawatib. Pendapat ini berdasarkan kaidah umum di atas, yaitu “Ibadah yang disyariatkan berjamaah lebih utama dari pada yang tidak disyariatkan berjamaah”. Sebagaimana yang telah kita ketahui, shalat Tarawih dianjurkan untuk berjamaah, sedangkan sunah Rawatib seperti Ba’diyah Isya’ tidak dianjurkan berjamaah.
Imam An-Nawawi dalam Minhajul Thalibin menjelaskan:
وَقِسْمٌ يُسَنُّ جَمَاعَةً كَالْعِيدِ وَالْكُسُوفِ وَالِاسْتِسْقَاءِ ، وَهُوَ أَفْضَلُ مِمَّا لَا يُسَنُّ جَمَاعَةً ، لَكِنْ الْأَصَحُّ تَفْضِيلُ الرَّاتِبَةِ عَلَى التَّرَاوِيحِ
Artinya, “Ada golongan shalat yang sunah berjamaah, seperti shalat Idul Fitri, shalat Gerhana, dan shalat meminta turun hujan (Istisqa’), dan itu lebih baik dari pada yang tidak sunah berjamaah, namun pendapat yang lebih kuat (Al-Ashah) mendahulukan shalat Rawatib daripada shalat Tarawih.”(An-Nawawi, Minhajut Thalibin, [Beirut, Darul Kutub Al’ilmiyah: 2017], halaman 19).
Dalam syarahnya, Mughnil Muhtaj, Syekh Al-Khathib As-Syirbini menjelaskan:
لَكِنْ الْأَصَحُّ تَفْضِيلُ الرَّاتِبَةِ لِلْفَرَائِضِ عَلَى التَّرَاوِيحِ لِمُوَاظَبَتِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الرَّاتِبَةِ لَا التَّرَاوِيحِ كَمَا قَالَهُ الرَّافِعِيُّ . وَالثَّانِي تَفْضِيلُ التَّرَاوِيحِ عَلَى الرَّاتِبَةِ لِسَنِّ الْجَمَاعَةِ فِيهَا وَمَحَلُّ الْخِلَافِ إذَا قُلْنَا : تُسَنُّ الْجَمَاعَةُ فِي التَّرَاوِيحِ وَإِلَّا فَالرَّاتِبَةُ أَفْضَلُ مِنْهَا قَطْعًا
Artinya, “(Tetapi pendapat yang lebih kuat mendahulukan shalat sunah yang mengiringi) pada shalat fardlu (di atas shalat tarawih) karena Rasulullah saw selalu rutin melakukannya dan bukan tarawih, seperti yang dikatakan Ar-Rafi’i. Pendapat kedua, lebih mengutamakan tarawih dari pada shalat rawathib karena di dalamnya terdapat anjuran berjamaah. Dan yang menjadi perbedaan pendapat adalah ketika kita mengatakan shalat berjamaah adalah sunah dalam shalat tarawih, jika (mengikuti pendapat) tidak disunahkan, maka jelas sunah rawathib pasti lebih utama dari pada tarawih.” Muhammad bin Khathib As-Syirbini, Mughnil Muhtaj, [Beirut, Darul Ma’rifah: 1997], juz I, halaman 344).
Dalam penjelasan di atas, termasuk ulama yang menyatakan lebih utama shalat Rawatib adalah Imam Ar-Rafi’i. Beliau juga menegaskan bahwa ini termasuk pengecualian kaidah tentang shalat sunah yang dianjurkan berjamaah lebih utama.
Dalam kitab Al-‘Aziz, Imam Ar-Rafi’i menjelaskan:
وَالْاَصَحُّ اَنَّ الرَّوَاتِبَ اَفْضَلُ مِنْهَا وَاِنْ شَرَّعْنَا فِيْهَا الْجَمَاعَةَ وَهَذَا هُوَ الَّذِى ذَكَرَهُ فِي الْعُدَّةِ وَوَجَّهَهُ بِاَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يُدَاوِمْ عَلَى التَّرَاوِيْحِ وَدَاوَمَ عَلَى السُّنَنِ الرَّاتِبَةِ وَعَلَى هَذَا فَالْقَوْلُ بِاَنَّ مَا شُرِعَ فِيْهِ الْجَمَاعَةُ أَفْضَلُ غَيْرُ مُجْرًى عَلَى اِطْلَاقِهِ بَلْ صَلَاةُ التَّرَاوِيْحِ مُسْتَثْنَاةٌ مِنْهُ
Artinya, “Pendapat yang paling benar (Al-Ashah) adalah shalat sunah rawathib lebih utama dari pada Tarawih. Meskipun dianjurkan berjamaah pada Tarawih, dan inilah yang beliau sebutkan dalam kitab Al-Uddah. Penjelasannya adalah bahwa Nabi Muhammad saw tidak melanggengkan shalat Tarawih, tetapi beliau melanggengkan sunah-sunah Rawatib.
Berdasarkan hal ini, maka kaidah yang mengatakan bahwa ibadah yang disyariatkan berjamaah lebih baik, itu tidak berlaku secara umum, melainkan shalat Tarawih dikecualikan dari kaidah tersebut.” (Ar-Rafi’i, Al-‘Aziz Syarhul Wajiz, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2015], juz III, halaman 129).
Dari penjelasan di atas, berpijak pendapat yang kuat, maka anjurannya adalah melaksanakan shalat sunah Ba’diyah Isya’ terlebih dahulu, kemudian baru melaksanakan shalat Tarawih.
Meski demikian, bagi orang yang melaksanakan Tarawih sebelum shalat sunnah Ba’diyah Isya’ tidak sepenuhnya salah. Ia hanya meniggalkan hal yang lebih utama menurut pendapat yang lebih kuat argumentasinya dalam mazhab Syafi’i.
Penjelasan di atas juga dapat memberi kesimpulan, dengan pertimbangan lebih utama shalat sunah Rawatib, maka kurang tepat jika ada orang yang lebih mengutamakan shalat Tarawih dan meninggalkan shalat sunah Ba’diyah Isya’. Wallahu a’lam.
Ustadz Muhammad Zainul Millah, Pengasuh Pesantren Fathul Ulum Blitar Jawa Timur
Baca juga; Pelunasan Biaya Haji Jemaah Reguler 1445 H Tahap II Telah Dibuka
Baca juga; Pasukan Israel Tembak Mati Warga Yordania di Tepi Barat
Baca juga; Angin Kencang Terjang Malingping Lebak, 12 Rumah dan 1 Masjid Rusak
Baca juga; ATM dan Kartu Debit Mendekati Kiamat, Ini Penggantinya
Baca juga; Pemain Keturunan Berdarah Aceh Dilirik STY – Kakaknya Beri Kode Sang Adik Akan Dinaturalisasi