JAKARTA — Penanews.co.id — Miris, itulah yang dirasakan Iqbal Ramadhan (28), anak pedangdut senior Machica Mochtar, yang menjadi salah satu dari 301 pengunjuk rasa yang ditangkap polisi saat aksi demo menolak RUU Pilkada di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, pada Kamis (22/8/2024).
Dalam suasana penuh ketegangan tersebut, Iqbal, yang juga merupakan asisten pengacara publik di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, mengalami situasi yang sangat menegangkan.
Aksi demo yang penuh emosi itu berakhir dengan penangkapan massal, namun Iqbal akhirnya dibebaskan oleh Polda Metro Jaya pada Jumat (23/8/2024) malam.
Pengalaman pahit yang dialaminya selama ditahan meninggalkan bekas mendalam, terutama ketika ia mengalami intimidasi dan kekerasan dari aparat yang menyebabkan trauma.
Mengutip Tribun-medan.com, sekitar pukul 15.00 WIB, ketika berada di tengah kerumunan massa, Iqbal menerima kabar bahwa salah satu pagar terali besi dekat gerbang utama Gedung DPR telah dirusak oleh demonstran. Kejadian ini menambah ketegangan yang semakin meningkat di lokasi aksi.
Bersamaan dengan itu, segelintir massa berupaya masuk ke area halaman DPR/MPR RI.
Meski aparat menghalau mereka, aksi penerobosan tersebut tidak bisa dicegah.
Dari kejauhan, Iqbal melihat orang yang perawakannya mirip dengan temannya turut masuk ke pekarangan gedung wakil rakyat.
Karena trauma akibat kejadian nahas temannya pada tahun 2019 yang koma saat berdemonstrasi soal Reformasi Dikorupsi, Iqbal memasuki pagar yang roboh untuk memastikan orang tersebut kawannya atau bukan.
“Waktu saya baru banget loncat ke dalam pelataran gedung DPR itu, tiba-tiba ada (aksi) lempar-lemparan batu antara kedua belah pihak (aparat dan massa),” ujar Iqbal saat ditemui di Polda Metro Jaya, Jumat (23/8/2024).
Khawatir terkena batu, anak penyanyi Machica Mochtar ini akhirnya berusaha mengamankan diri dengan mendekati salah satu aparat tak berseragam.
“Saya berpikir, enggak mungkin saya kabur lagi ke arah situ (massa), pasti kena kepala saya sama batu,” ucap Iqbal.
“Akhirnya saya berinisiatif mendatangi salah satu pihak aparat yang tidak berseragam. Saya bilang, ‘Pak, tolongin saya, saya mau keluar, saya takut lemparan batu’,” katanya.
“(Aparat tak berseragam itu bilang) ‘Sudah, enggak apa-apa, kamu jalan saja’.
Terus, saya sampaikanlah, ‘Pak, saya mendingan di sini daripada saya ke sana, takutnya kena lemparan batu, salah sasaran’,” tambah dia.
Saat yang bersamaan, Iqbal melihat orang yang dia kira temannya tengah mendapatkan intimidasi oleh aparat.
Tetapi, tak lama berselang dari momen tersebut, tiba-tiba ada aparat yang berpakaian bebas langsung menyuruhnya berjongkok dan meminta Iqbal membuka celana.
Dengan kondisi tanpa celana dan berjongkok, kepala Iqbal dipukul menggunakan pentungan tersebut oleh aparat.
Sontak, dia protes atas tindakan itu.
“Kepala saya sempat dipukul, habis itu kuping saya ditonjok satu kali. Ya saya bilang, ‘jangan pakai kekerasan dong!’.
Tidak lama berselang, kakinya ke muka saya, ditendang,” ujar dia lagi, mengutip Kompas.com.
Kepada aparat baju loreng tersebut, Iqbal sempat mengeluh kesakitan.
Alhasil, dia langsung digelandang ke arah salah satu ruangan yang berada di DPR/MPR RI.
“Sepanjang perjalanan ke pos yang ruangan pos, saya mendapatkan berbagai banyak kekerasan lah.
Perut saya dipukul, muka saya dipukul lagi. Iya, saya bersama kawan demonstran yang lain,” kata dia.
Berdasarkan memorinya, Iqbal bersama delapan demonstran lain yang turut ditangkap oleh aparat pada saat itu.
“Ada beberapa yang enggak (dapat kekerasan dari aparat), tapi ada beberapa yang mendapati hal yang sama kayak saya.
Ada yang lebih parah malah. Kepalanya bocor, terus dijahit. Jadi darahnya itu nempel (membekas) ditembok,” ungkap dia.
Iqbal tidak mengetahui apa yang dialami oleh demonstran yang turut ditangkap lalu digiring ke dalam salah satu ruangan dengannya.
Saat ditanya mengenai deskripsi ruangan tersebut, Iqbal mengaku tidak mengingatnya.
“Aduh saya enggak ingat. Soalnya posisi saya ditarik, dipukul-pukul,” ucap Iqbal.
Akibat kejadian ini, Iqbal mengalami patah tulang pada hidung hingga mengeluarkan banyak darah dan memar di bagian kepala dan ulu hati akibat pukulan.
Walau begitu, Iqbal tak bisa memastikan penyebab patah tulang pada hidungnya itu.
“Saya sebenarnya enggak terlalu lihat ya. Tapi, yang saya ingat, kalau bukan sepatu yang melayang ke muka saya, ya pukulan,” kata dia.
“Ya saya sebenarnya sudah black out, Mas. Posisi itu saya sudah bingung mau ngapain. Malamnya saya dan yang lain dibawa ke Polda Metro Jaya,” ujar eks Presiden BEM Al Azhar tersebut.
Machica Mochtar sendiri mengaku khawatir saat tahu anaknya, Iqbal, ditangkap polisi setelah ikut demo tolak revisi UU Pilkada pada Kamis (22/8/2024).
“Saya kan khawatirnya kalau aktivis itu dihajar-hajar. Itu yang saya (takutin), jangan sampai terjadi seperti itu terhadap anak saya.
Anak saya bukan penjahat. Dia kan membela rakyat kecil,” ujar Machica Mochtar di Banten, Tangerang Selatan, Jumat (23/8/2024).
Menurut Machica Mochtar , Iqbal dan teman-temannya yang lain tidak perlu dihukum dengan kekerasan.
“Membela kita semua, bukan sebagai penjahat yang harus disiksa dihukum, jadi saya mohon saya diselamatkan.
Jangan sampai terjadi apa-apa dengan mereka dan teman-temannya bukan anak saya aja,” kata Machica Mochtar.
“Demo ini supaya tolong jangan disiksa, mereka bukan penjahat.
Mereka itu membela rakyat. Membela orang-orang kecil, membela orang-orang terzalimi,” lanjut Machica Mochtar.
Machica Mochtar mengatakan, Iqbal sempat menyatakan bahwa Indonesia saat ini bukan dalam kondisi yang biasa, melainkan darurat.
Sehingga hal ini pula yang membuat Iqbal dan teman-teman yang lain turun ke jalan untuk memperjuangkan menolak revisi UU Pilkada.
“Ini bukan keadaan biasa. Kalau menurut anak saya. ‘Dengan keadaan ini bukan biasa lagi bunda harus berbuat sesuatu gitu (kata Iqbal)’.
Saya enggak bisa melarang anak saya karena anak saya penginnya seperti itu,” ucap Machica Mochtar.
Machica Mochtar pun meminta pihak kepolisian untuk memulangkan anaknya.
“Saya penginnya dia baik-baik aja gitu. Saya mohon pada pihak berwajib tolong lepaskan anak saya dan teman yang lain gitu,” tutur Machica Mochtar.[]