JAKARTA — Penanews.co.id — Dua putri Presiden RI Kedua Soeharto, Siti Hardijanti Hastuti Rukmana (Tutut) dan Siti Hediati Hariyadi (Titiek), secara resmi meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan ayah mereka selama memimpin Indonesia selama 32 tahun.
Diberitakan KOMPAS.com, permintaan maaf tersebut disampaikan dalam forum silaturahmi antara pimpinan MPR RI dan keluarga Soeharto di Senayan, Jakarta Pusat, pada Sabtu (28/09/2024).
“Kami juga mohon maaf kalau selama ini Bapak ada kesalahan-kesalahan yang dilakukan saat memimpin,” kata Tutut.
Tutut juga menyebutkan, tidak ada manusia yang selalu benar, termasuk ayahnya yang menjabat sebagai presiden terlama di Indonesia.
Meski demikian, Tutut berharap agar kontribusi Soeharto selama masa kepemimpinannya tetap dihargai. Pendanaan Iklim untuk Ketahanan Pangan Artikel Kompas.id “Kami juga mohon maaf kalau selama ini bapak ada kesalahan-kesalahan yang dilakukan saat memimpin,” ujarnya.
Tutut juga mengungkapkan rasa sakit hati keluarganya melihat ayahnya digulingkan saat reformasi. Namun, Soeharto berpesan kepada anak-anaknya untuk tidak menyimpan dendam. “Kami itu enggak boleh dendam. Dendam itu tidak akan menyelesaikan masalah. Itu yang disampaikan Bapak kepada kami anak-anak,” tuturnya.
Di kesempatan yang sama, Titiek menyampaikan terima kasih kepada pimpinan MPR RI yang telah mencabut nama ayahnya dari Ketetapan (TAP) MPR RI Nomor 11 Tahun 1999.
Ia juga menyampaikan permintaan maaf atas kesalahan Soeharto selama masa kepemimpinannya. “Untuk itu kami, tadi disampaikan juga oleh Mba Tutut, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya,” ujar Titiek.
Titiek lantas menyoroti masa-masa sulit ketika ayahnya memimpin Indonesia di tengah inflasi tinggi dan bagaimana ia berhasil memperbaiki kondisi ekonomi dalam beberapa tahun. Ia juga menyebutkan sejumlah program sukses Soeharto, seperti swasembada pangan, Keluarga Berencana (KB), dan SD Inpres. “Mohon itu juga tidak dilupakan oleh para pimpinan pendiri bangsa dan juga masyarakat Indonesia,” tuturnya.
Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal (Sekjen) MPR, Siti Fauziah, menjelaskan bahwa perintah TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998 terkait penegakan hukum dugaan tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme yang menyebut nama Soeharto telah dilaksanakan.
Ia menyebutkan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah memberikan kepastian hukum kepada Soeharto melalui Surat Ketetapan Perintah Penghentian Penuntutan/SKPPP yang diterbitkan oleh Kejaksaan Agung.
Fauziah juga menambahkan bahwa Soeharto menderita sakit permanen dan meninggal dunia pada 2008, sehingga tuntutan pidana terhadapnya dihapus.
“Maka materi muatan dalam Pasal 4 Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998 yang secara eksplisit menyebutkan nama Mantan Presiden Soeharto dalam perbuatan melawan hukum, melakukan tindak pidana Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme secara pribadi dengan ini dinyatakan sudah dilaksanakan,” jelasnya.
Namun, ia menekankan bahwa hal ini tidak termasuk perkara-perkara korupsi, kolusi, dan nepotisme lainnya yang disebutkan dalam TAP MPR Nomor XI/MPR/1998.[]