Ekonomsi Ekstraktif Ancaman Nyata bagi Keberlanjutan Pembangunan Aceh

by
Usman Lamreung

BANDA ACEH — Penanews.co.id — Akademisi Universitas Abulyatama (Unaya) Aceh Usman Lamreung mengatakan pembangunan ekonomsi ekstraktif adalah ancaman nyata bagi keberlanjutan pembangunan Aceh. Izin tambang yang seolah diobral murah oleh Pemerintah Aceh telah menimbulkan berbagai dampak sosial dan lingkungan yang cukup serius dan jika tidak direspon dengan segera akan membuat kondisi alam Aceh semakin memburuk.

Beberapa kasus yang mencuat seperti kawasan Barsela cukup membuat kita prihatin, seperti kasus tambang batubara PT Mifa di Aceh Barat, PT BMU di Manggamat, dan juga ada laporan problem lingkungan akibat tambang galian C di DAS Krueng Baru perbatasan Aceh Barat Daya dan Aceh Selatan. Ini sekadar beberapa contoh dari banyak kasus-kasus lainnya di seluruh Aceh, ungkap Usman.

Menurutnya Ini tentu menjadi ironi, karena kita Pemerintah Aceh pernah mengusung visi Aceh Green yang menekankan pentingya aspek kelestarian alam untuk mendukung pembangunan keberlanjutan di Aceh.

“Pemerintah Aceh mengusung visi Aceh Green, Tapi di sisi lain anehnya Pemerintah Aceh terkesan begitu mudah mengeluarkan ijin tambang yang justru menimbulkan gejolak dan protes di tengah-tengah masyarakat’ ujarnya.

Merujuk pada data Pansus Pertambangan DPRA, total ada 42 IUP yang dikeluarkan oleh Pemerintah Aceh dengan rincian 4 IUP dimasa gubernur Zaini Abdullah, 7 IUP Irwandi Yusuf (gubernur Aceh Green), 10 IUP Nova Iriansyah, 12 Pj. Achmad Marzuki, dan 9 Bustami Hamzah, lanjut dia

Akademisi Unaya itu mengungkapkan IUP-IUP telah menimbulkan ekses kerusakan lingkungan yang kemudian mengundang protes dan penolakan di mana-mana. Apa yang bisa kita simpulkan dari riak-riak yang timbul di tengah-tengah masyarakat terkait problem tambang di Aceh ini adalah indikasi kuat bahwa Pemerintah Aceh tidak pernah mengevaluasi Ijin Usaha Pertambangan (IUP) yang telah mereka keluarkan, sehingga berbagai masalah pun terus timbul dan terjadi. Jika ini faktanya maka Pemerintah Aceh sesungguhnya, dengan kebijakannya, adalah penyumbang atas kerusakan alam dan gesekan sosial di tengah-tengah masyarakat Aceh.

Baca Juga:  PKK Aceh Jamu Rombongan DWP Ditjen Bina Adwil Kemendagri

Oleh karena itu, Pansus DPRA dengan segala hasil catatan, dan rekomendasinya dapat dijadikan pintu masuk untuk mengurai benang kusut problem pertambangan di Aceh. Pihak perusahan dan elit pengambil kebijakan harus dimintai pertanggung-jawabannya baik secara administratif, dan hukum jika memang ditemukan ada tindak pelanggaran hukum di dalamnya. Pada tingkat teknis, selaku pihak yang mengeluarkan izin, semua pejabat yang pernah menjadi kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dalam masa kepemimpinan lima gubernur tersebut wajib dipanggil, diperiksa, dan dimintai keterangan dan pertanggungg-jawabannya, tutupnya.[]

Penulis Akademisi Unaya

Ekonomi ekstraktif adalah jenis pembangunan ekonomi dengan jalan mengeruk sumber daya alam, seperti tambang,hutan, laut

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *