JAKARTA – Penanews.co.id — Mahkamah Agung (MA) mengaku telah mengajukan delapan pokok tuntutan perbaikan kesejahteraan hakim kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) dalam beberapa bulan terakhir.
CMN Indonesia memberitakan, Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial Suharto menyebutkan aspirasi itu juga sudah dilayangkan ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
“Info terakhir tanggal 3 [Oktober] sudah ada tanda tangan Kemenkeu, izin prinsip atau persetujuan prinsip,” kata Suharto usai audiensi dengan SHI, Komisi Yudisial (KY), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan Bappenas di Gedung MA, Jakarta Pusat, Senin (07/10).
Kemudian pada 4 Oktober, MA telah berkoordinasi dengan KemenPAN-RB. Ia menyebut kemungkinan proses tersebut sampai ke Kementerian Sekretariat Negara pada hari ini.
Adapun dari hasil tuntutan kesejahteraan hakim, dari delapan tuntutan pokok yang diajukan MA, namun hanya empat pokok yang disepakati setelah berkoordinasi dengan KemenPAN-RB.
Yakni kenaikan gaji pokok sebesar 8-15 persen; tunjangan hakim sebesar 45-70 persen dari Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim; uang pensiun naik 8-15 persen dari gaji pokok; dan tunjangan kemahalan.
Empat pokok usulan lain yang belum diakomodir oleh KemenPAN-RB, yakni fasilitas rumah negara, transportasi, kesehatan dan honorarium penanganan perkara.
“Setelah berproses dengan Kemenkeu, ternyata yang deal itu tiga; gaji pokok, pensiun, sama tunjangan hakim,” kata dia.
Suharto menyebut Kemenkeu sempat mengundang BPS untuk membahas soal tunjangan kemahalan sebab harus dibandingkan dengan beberapa aspek lain, salah satunya tunjangan aparat penegak hukum lain.
Namun ia membuka peluang MA masih akan memperjuangkan tunjangan kemahalan lewat jalur lain. Sebab apabila dibahas saat ini, dikhawatirkan akan memperlambat proses yang lain.
Ia menjelaskan sejatinya tunjangan kemahalan sudah ada, dan terbagi atas zona 1, zona 2, zona 3, zona 3 khusus.
“Tetapi yang akan dirubah itu besarannya dan zona 1 yang semula tidak dapat menjadi dapat. Nah ini kalau dikaji lagi maka akan perlu waktu yang lama kalau perlu waktu yang lama maka perjalanannya akan lama lagi,” jelas Suharto.
“Atas arahan Ketua Mahkamah Agung ya sudah tiga dulu, nanti tunjangan kemahalan akan menyusul diperjuangkan lagi,” imbuhnya.[]