Wanita Korsel Ogah Seks, Gegara Kekerasan Terhadap Perempuan

by
Ilustrasi Wanita Korsel Ogah Seks, | foto tangkapan layar

JAKARTA – Kekerasan terhadap perempuan di Korea Selatan (Korsel) telah memicu lahirnya gerakan 4B, yang terdiri dari bihon (tidak berhubungan seks), bichulsan (tidak melahirkan), biyeonae (tidak berkencan), dan bisekeu (tidak menikah).

Gerakan ini mencerminkan penolakan terhadap norma-norma patriarki, terutama setelah munculnya fenomena ‘6B’, yang menunjukkan semakin terputusnya hubungan antara wanita dan pria di negara tersebut.

Peningkatan tren ini dipicu oleh berbagai insiden kekerasan, termasuk pembunuhan wanita dan kejahatan seksual yang terjadi secara daring.

Salah satu kasus yang mencolok adalah pembunuhan seorang wanita muda di kamar mandi umum oleh seorang pria yang merasa diabaikan, menunjukkan betapa seriusnya masalah ini. Banyak laporan media mencatat bahwa pelaku sering kali tidak mendapatkan hukuman yang setimpal, menambah ketidakpuasan dalam masyarakat.

Gerakan 4B dan 6B ini menjadi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan dan kekerasan gender, serta menggambarkan frustrasi perempuan Korea Selatan terhadap situasi yang mengancam keselamatan mereka.

Menurut laporan media lokal Korsel KBS, Melansir detikHealth, Kamis (31/10/2024), pada 2023 tercatat 1 wanita meninggal setiap empat hari, dibunuh oleh orang tidak dikenal. Sementara dalam hampir 3 hari, satu wanita meninggal mengalami kekerasan dalam hubungan intim mereka dengan pasangan.

Netizen di Korsel banyak menyuarakan protes mereka secara daring, sebagai respons budaya Korea yang didominasi laki-laki.

“Bagus sekali, Korea! Gerakan seperti itu harus dinormalisasi sehingga wanita dapat membuat pilihan yang sama seperti pria tanpa takut akan tekanan atau reaksi keras alih-alih menyesuaikan diri dengan harapan masyarakat,” tulis seorang pengguna.

Gerakan yang sebelumnya tidak dikenal ini baru-baru ini menjadi sorotan setelah YouTuber Jung Se-young dan Baeck Ha-na mengatakan melalui saluran mereka SOLOdarity bahwa pernikahan adalah akar penyebab patriarki.

Baca Juga:  Wanita Yazidi Dibebaskan dari Gaza Setelah 10 Tahun Disandera ISIS

Keduanya juga mendorong perempuan untuk menolak tugas-tugas feminin tradisional yang dianggap wajib, yakni menikah dan membesarkan anak.

Seberapa luas penyebarannya?

Munculnya gerakan ini mungkin terbilang ekstrem bagi sejumlah kelompok. Namun, kehadirannya bukan tanpa alasan.

“Gaya hidup tersebut mungkin terdengar ekstrem, tetapi insiden kekerasan pasangan di negara tersebut tinggi,” kata pakar gender Coffey dari The Independent.

Dalam survei 2016, kekerasan pasangan intim di Korsel tercatat sebanyak 41,5 persen, angkanya lebih tinggi dibandingkan rata-rata global 30 persen.

Belum lagi, kesenjangan upah berdasarkan gender di Korea Selatan, menjadi yang terburuk di antara para negara maju. Perempuan memperoleh penghasilan 31 persen lebih rendah daripada laki-laki, hampir tiga kali lipat dari rata-rata 11,6 persen di negara-negara yang sebanding.

Perempuan di Korea Selatan juga kerap diharapkan tunduk kepada ayah mereka dan mematuhi standar kecantikan yang ketat. Dalam pandangan pengikut 4B, laki-laki Korea Selatan dalam budaya mereka secara keseluruhan sangat patriarki, sering kali sangat misoginis.

Pada tingkat ini, PBB memperkirakan populasi Korea Selatan yang berjumlah 51 juta jiwa akan berkurang setengahnya pada akhir abad ini. Untuk mengatasi krisis demografi ini, Modern Diplomacy melaporkan bagaimana pemerintah telah menginvestasikan lebih dari US$200 miliar dalam 16 tahun terakhir terkait program-program yang mendukung lembaga-lembaga patriarki tradisional, seperti keluarga melalui subsidi pengasuhan anak.

Hipotek berbunga rendah untuk pasangan yang baru menikah, dan cuti hamil serta cuti ayah diperpanjang. Namun, upaya-upaya ini masih gagal membuahkan hasil yang diinginkan, wanita Korea Selatan semakin menjauhkan diri dari pernikahan atau keinginan untuk menjadi ibu.

Meskipun 4B mungkin tampak ekstrem bagi banyak orang, gerakan itu telah memanfaatkan gerakan selibat yang berkembang di seluruh dunia. Di AS, tren “boyssober” telah membuat para wanita muda menghindari kencan, sementara banyak penelitian menunjukkan secara global semakin banyak orang muda tampaknya dengan senang hati, memilih untuk tidak berhubungan seks.

Baca Juga:  Gadis Kecil Ditemukan Tewas dalam Karung, Gegerkan Warga

Berdampak pada Tren Angka Kelahiran di Korsel

Korea Selatan mengalami perubahan demografis yang suram, karena banyak orang muda memilih untuk menunda atau membatalkan niat untuk menikah atau memiliki anak, salah satunya juga berkaitan dengan gerakan tersebut.

Korea Selatan diperkirakan akan menjadi negara dengan masyarakat lanjut usia pada 2072 karena usia rata-rata akan meningkat menjadi 63,4 dari 44,9 pada 2022.

Sementara itu, populasinya diprediksi turun menjadi sekitar 36,22 juta pada 2072 dibandingkan tahun lalu yang berjumlah 51,73 juta.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *