BANDA ACEH – Seorang TikToker perempuan, melalui akun @deekahouse.id, menyampaikan kritik kepada calon Gubernur Aceh Muzakir Manaf yang akrab di sapa Mualem agar meningkatkan cara berkomunikasinya.
Dalam video berjudul “Pesan untuk Panglima”, wanita tersebut menegaskan bahwa Mualem seharusnya menyadari posisi dan konteksnya sebagai calon gubernur, bukan pemilih kepala desa.
Dia mengatakan, “Idroneuh Mualem keuneuk ek keu gubernur, kon keunek ek keu geuchik (Anda Mualem sedang mengikuti pilgub, bukan pemilihan kepala desa),” ujarnya.
Berarti Mualem seharusnya fokus pada pemilihan gubernur. Menurut tiktoker ini seorang gubernur adalah simbol kualitas masyarakat Aceh.
Perempuan ini menekankan pentingnya komunikasi yang lebih baik, “Kamoe menghargai keinginan dron yang sangat besar untuk menjadi pemimpin Aceh, tetapi Mualem, tolong perbaiki komunikasi, cara pidato. Bek meulawok-lawok meujampu ngon bahasa Aceh,” pintanya.
Ia menambahkan ada saatnya untuk berbahasa aceh, dalam forum interaksi dengan pejabat tinggi di tingkat pusat, penting untuk tidak hanya berbicara dalam bahasa Aceh.
Wanita berbaju hijau muda ini juga menggarisbawahi bahwa kritiknya bukan untuk merendahkan kearifan lokal. “Kon tanyo hana bangga peugah haba bahasa Aceh, tapi na saat-saat jih, ada forum-forum interaksi tanyo dengan orang-orang luar, pejabat tinggi di tingkat pusat, hanjeut lawok-lawok takeurabe-keurabe ngon bahasa Aceh,” kata dia.
Cara berkomunikasi seperti itu, disebutnya, menandakan intelektualitas yang rendah, mundurnya pemikiran, pendidikan rendah, dan juga memperlihatkan kurangnya wawasan. “Jadi, Mualem, droneuh sebagai salah satu tokoh Aceh, tolong perbaiki komunikasi, bahasa,” tandas wanita ini.
Dia menyarankan agar cagub nomor urut 2 itu serius memperbaiki public speaking. “Kalau anda malu pergi bimbel, panggil orang atau tokoh atau siapa yang bisa mentraining public speaking,” sarannya.
Menurut wanita ini, dia menyarankan seperti itu agar nanti seandainya Allah mentakdirkan ketua umum Partai Aceh betul-betul menjadi gubernur, masyarakat Aceh ikut bangga, karena punya gubernur yang public speakingnya keren, pidato mantap, wawasan mantap.
Sehingga, sambungnya, orang luar melihat Aceh tidak mundur ke belakang. Karena tokoh-tokoh Aceh dulu adalah mereka yang pemikirannya sudah di atas rata-rata. “Misue lagee nyo cara tanyo komunikasi, kita itu mundur ke belakang. Bukan maju ke depan,” ucapnya lagi.
“Jadi, Mualem, tulonglah. Jangan hanya keinginan saja yang menggebu-gebu, yang besar, untuk menjadi pemimpin Aceh, tapi kapasitas tolong di-upgrade,” ujarnya dengan mimik serius.
Ia juga mengkritik para pendukung Mualem yang bisanya hanya bersorak huuu…huuu tanpa memperhatikan substansi yang disampaikan.
“Yang penting Mualem peugah haba. Tapi substansi pue yang disampaikan Mualem tidak ada yang peduli. Yang penting Mualem toh aju. Kiban cara tarah eunteuk tarah. Meunyo lage nyo kanjai Aceh (yang penting Mualem keluarkan aja. Nanti belakangan kita pikir cara membersihkannya. Kalau begini malu Aceh),” ujarnya.
“Menyo lage nyo ureung droe neusurak-surak .. ka betoi that-that, ka betoi that-that. Ada hal-hal yang terlihat, bahwa komunikasi yang mundur ke belakang. “Nyan kanjai Aceh. Citra, marwah Aceh menurun,” tambahnya.
Dia mengingatkan Mualem, bahwa masih ada siswa waktu. Misalnya Allah mentakdirkannya jadi gubernur, ia meminta agar Mualem menjadi tokoh Aceh yang berwawasan.
Tokoh Aceh, diingatkan, jangan sampai jadi bahan cemoohan orang. Kalau seperti kondisi hari ini, akan jadi bahan olok-olok dalam rapat nantinya. “Euh … Aceh. Peugah droe hayeu that. Rupa jih meupeugah haba hana glah lom. Bek sampe dikheun lage nyan,” ucapnya.
Kritik ini menggambarkan harapan masyarakat agar calon pemimpin dapat berkomunikasi secara efektif dalam konteks yang lebih luas.[]