BANDA ACEH – Juru Bicara paslon 01 pilgub Aceh, Hendra Budian, sangat menyesalkan insiden sabotase ajang debat kandidat oleh kelompok 02 yang sengaja menciptakan kekacauan, mulai dari menuduh kandidat Bustami menggunakan alat bantu dengar—padahal faktanya yang dipakai hanyalah mikrofon standar yang telah digunakan sejak debat pertama dan kedua—hingga upaya sistematis menggagalkan jalannya debat.
Menurut Hendra, tindakan sabotase ini tidak hanya menciderai proses demokrasi, tetapi juga menunjukkan lemahnya pengawasan dan pengendalian oleh KIP Aceh. Dengan mudahnya, pemilih 02 mampu mengganggu agenda penting yang dirancang untuk kepentingan publik. “Hal ini memunculkan pertanyaan serius, apakah KIP Aceh benar-benar tidak berdaya menghadapi kelompok ini?” tanya politisi ini.
Karena itu, mantan anggota DPR Aceh itu menyebutkan, Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh tak berdaya di hadapan tim paslon 02 Muzakir Manaf-Fadhlullah. Akibatnya, lembaga ini hilang marwah dan tidak lagi independen.
Baca juga; Kampanye Akbar Mualem-Dek Fadh, Bukti Kuatnya Dukungan Rakyat Aceh
Karena ketidakberdayaannya, KIP kemudian melakukan pembohongan publik dengan menyebut cagub Bustami Hamzah melanggar tata tertib debat karena penggunaan mikrofon wireless mini di kerah baju. Selain terkesan sama bodohnya seperti kubu sebelah, sikap itu memberi kesan kalau lembaga itu mudah diatur-atur. “Keputusan KIP yang mengatakan Om Bus melanggar tata tertib, merupakan pembohongan publik,” kata Hendra Budian kepada media, Rabu, 20 November 2024.
Baca juga; Kejari Bireuen Hentikan Kasus Penadahan dengan Restoratif Justice
Dijelaskan, dari 10 butir tatib yang disepakati dalam rakor, tidak satupun ada kalimat yg menyebutkan melarang menggunakan clip on. Sebagai buktinya, Hendra merujuk pada Berita Acara Nomor 253/PL.01.4-BA/11/2024 tentang ‘Desain Debat Ketiga, Tema Debat Ketiga, dan Lokasi Debat Ketiga pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh tahun 2024 yang ditandatangani oleh KIP Aceh bersama tim kedua paslon.
Berikut 10 poin yang disebut dalam tata tertib di Berita Acara itu:
Baca juga; Debat Ketiga Paslon Gubernur Aceh Berakhir Ricuh, KIP: Acara Dihentikan
1) Setiap tamu undangan harus menjaga ketertiban, keamanan dan kebersihan lokasi debat;
2) Dalam debat, pendukung tidak diperkenankan membawa bahan dan alat peraga kampanye, kecuali atribut yang melekat di badan, meneriakkan yel-yel/slogan pada saat debat berlangsung, membuat kegaduhan dan melakukan intimidasi dalam bentuk ucapan, maupun tindakan kepada pendukung kandidat pasangan calon lain, moderator dan panelis. Jika tetap bersorak-sorak maka pihak keamanan akan menertibkan;
3) Para tamu undangan dan pendukung paslon wajib menggunakan ID card untuk akses masuk ke dalam ruang debat;
4). Pasangan calon dapat menampilkan visualisasi dan materi presentasi terkait visi, misi, dan program pasangan calon;
Baca juga; Penghentian Debat Pilgub Aceh, Memunculkan Tuduhan Propaganda Politik
5). Debat publik akan dipandu oleh moderator;
6). Pasangan calon akan diberikan waktu untuk berbicara dan tidak dibenarkan memotong pemaparan pasangan calon lain saat pasangan calon tersebut sedang berbicara.;
7). Waktu segera dimulai ketika pasangan calon mulai berbicara;
8). Pasangan calon tidak diperkenankan memberi pertanyaan yang menyerang personal pasangan calon lain;
9). Pertanyaan antar pasangan calon harus seputar tema, visi misi dan program;
10). Moderator akan menghentikan pemaparan pasangan calon ketika waktu yang tersedia telah habis.
“Jadi, mengacu kepada poin-poin itu, sama sekali tidak ada tata tertib yang dilanggar oleh Om Bus,” kata Hendra Budian.
Kekisruhan itu, tambahnya, kembali memunculkan tanda tanya besar terkait independensi penyelenggara pemilu, khususnya KIP. Pertanyaan serupa sebelumnya muncul ketika KIP Aceh tidak meloloskan paslon Bustami–Fadhil sebagai peserta Pilgub Aceh 2024 namun keputusan itu dibatalkan oleh KPU Pusat.
Hendra mempertanyakan, apakah KIP telah bersikap netral, atau justru ada keberpihakan terhadap kelompok tertentu? “Masyarakat kini menanti jawaban dan tindakan tegas demi menjaga integritas demokrasi Aceh,” pungkasnya.[]