Rp14 Miliar Kerugian akibat Korupsi di Aceh Tahun 2024, Didominasi Kasus Westafel Disdik Aceh

by
Ilustrasi korupsi.

BANDA ACEH – Kejaksaan Negeri (Kejari) Banda Aceh mengungkapkan bahwa kerugian negara akibat tindak pidana korupsi sepanjang tahun 2024 telah mencapai Rp14 miliar. Bahkan, masih ada sejumlah kasus yang belum terdata secara penuh.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Banda Aceh, Putra Masduri, dalam keterangan resmi pada Selasa (10/12/2024). Menurutnya, kerugian yang tercatat sebesar Rp14 miliar, namun ia menambahkan bahwa masih ada pihak yang berusaha menyembunyikan tindakan pidana korupsi dan enggan memberikan keterangan yang jelas.

“Kami telah mencatat kerugian sebesar Rp14 miliar. Namun, masih ada beberapa pihak yang berupaya menutupi tindak pidana ini dan enggan berterus terang kepada kami,” ujar Masduri.

Masduri juga mengungkapkan berbagai kendala yang dihadapi pihaknya dalam mengumpulkan data terkait kasus-kasus korupsi. Ia pun mengajak saksi dan pelapor untuk tidak merasa takut melaporkan temuan mereka, karena identitas mereka akan dijaga kerahasiaannya.

“Tolong jangan takut melapor. Identitas pelapor akan kami lindungi sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku,” tambahnya.

Ia menjelaskan bahwa terdapat tiga tig jenis kasus korupsi yang mendominasi di wilayah tersebut, yaitu:

  • Pengadaan langsung fasilitas sanitasi cuci tangan di SMA/SMK,
  • Penyelewengan bantuan biaya pendidikan masyarakat Aceh, dan
  • Proyek pengadaan buku adat istiadat Aceh pada Majelis Aceh.

Selain itu Masduri, juga menyoroti pengelolaan anggaran daerah, termasuk dana otonomi khusus (Otsus), sebagai salah satu area yang rawan korupsi.

“Proyek pengadaan barang dan jasa sering diwarnai praktik kolusi, dana desa yang besar menjadi sasaran, serta perizinan dan administrasi publik yang kerap bermasalah,” ujar Masduri

Menurut Masduri, korupsi merupakan isu nasional yang sangat kompleks. Meskipun berbagai upaya telah dilakukan oleh aparat penegak hukum, praktik korupsi masih terus terjadi karena adanya celah dalam sistem pemerintahan.

Baca Juga:  Kementerian ESDM Digeledah KPK, Terkait Gratifikasi Izin Tambang Rp 109,7 miliar

Kejari Banda Aceh, saat menerima laporan kasus, langsung melakukan pelacakan aset pelaku melalui berbagai instansi terkait, seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN), Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT), dan lembaga lainnya.

Masduri mengatakan Kejari Banda Aceh menegaskan komitmennya dalam memberantas korupsi dan memberikan efek jera bagi para pelaku.

Kejari juga berkomitmen untuk menerapkan kebijakan zero tolerance terhadap korupsi, membentuk tim khusus pemberantasan korupsi, serta menjalin kerja sama dengan lembaga negara lainnya guna memperkuat penyidikan.

“Kami akan terus menuntut agar para pelaku korupsi mendapatkan efek jera. Kami berkomitmen untuk menerapkan zero tolerance, membentuk tim khusus pemberantasan korupsi, dan menjalin kerja sama dengan lembaga negara lainnya untuk memperkuat penyidikan,” tegas Masduri.

Dengan langkah ini, Kejari Banda Aceh berharap dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum serta menekan angka korupsi di wilayah tersebut.[]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *