BANDUNG — Penanews.co.id — Setelah sebelumnya berdasarkan data Kemenkes sejumlah 5000 lebih siswa keracunan setalah konsumsi makan bergizi gratis (MBG) pada beberapa di Indonesia, kini kejadian lagi pada 75 siswa dari tingkat SD hingga SMA di Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat (KBB), 50 diantaranya harus dirawat di Puskesmas 25 harus dirujuk ke RSUD.
Menurut Kepala Puskesmas Cipongkor, Yuyun Sarihotimah, hingga Senin (22/9/2025), sebanyak 50 siswa dirawat di Puskesmas Cipongkor dan GOR Kecamatan Cipongkor, sementara 25 siswa lainnya harus dirujuk ke RSUD Cililin karena kondisi yang lebih serius.
Baca juga ; Istana Buka Suara Terkait 5.000 Orang Keracunan MBG; SPPG itu harus punya SLHS
“Totalnya sejauh ini sudah ada 75 siswa yang kita tangani. Sebagian besar dirawat di Puskesmas dan GOR, sedangkan yang mengalami gejala lebih berat kami rujuk ke RSUD Cililin,” ujar Yuyun, dikutip dari detikJabar.
Insiden ini bermula pada siang hari ketika beberapa siswa dari SMK Pembangunan mengeluhkan gejala seperti mual, muntah, demam, dan sesak napas, yang kemudian menyebar ke siswa dari sekolah lain.
“Beberapa anak mengalami sesak napas disertai muntah-muntah, sehingga perlu dirujuk untuk penanganan lanjutan. Di puskesmas pun ada yang kami beri oksigen karena kondisinya cukup mengkhawatirkan,” tambah Yuyun.
Diberitakan sebelumnya Mengacu pada data yang dihimpun dari Badan Gizi Nasional (BGN), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), tercatat lebih dari lima ribu siswa mengalami gejala keracunan.
“Data Kemenkes, 60 kasus dengan 5.207 penderita, data 16 September. Lalu data BPOM, 55 kasus dengan 5.320 penderita, data per 10 September 2025,” ujar Kepala Staf Presiden M. Qodari di Istana, Jakarta, Senin (22/9/2025).
Sementara itu, Qodari mengatakan bahwa kasus keracunan MBG dapat ditekan apabila setiap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) memiliki sertifikasi yang jelas, seperti sertifikasi Laik Higiene dan Sanitasi dari Kementerian Kesehatan.
“Jadi singkatnya, SPPG itu harus punya SLHS dari Kemenkes sebagai upaya mitigasi dan pencegahan keracunan pada program MBG,” imbuh Qodari.
“Ada empat faktor utama yang diduga menjadi penyebab insiden ini, yaitu kurangnya kebersihan makanan, suhu penyajian yang tidak sesuai standar, kesalahan dalam proses pengolahan, serta kemungkinan terjadinya kontaminasi silang oleh petugas,”ungkap Qodari
Selain itu, Ia juga menyebut adanya indikasi reaksi alergi dari sebagian penerima manfaat sebagai salah satu pemicu.
Qodari menambahkan bahwa Provinsi Jawa Barat mencatat jumlah kasus terbanyak dibanding daerah lain, terutama selama bulan Agustus 2025, yang menjadi puncak kejadian.
“Puncak kejadian tertinggi pada bulan Agustus 2025 dengan sebaran terbanyak di Provinsi Jawa Barat,” ucap dia.[]





