BANTEN – Penanews.co.id — Program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang awalnya diharapkan menjadi solusi pemenuhan gizi bagi masyarakat, kini justru menjadi sorotan tajam publik. Hal ini dipicu oleh serangkaian insiden keracunan massal yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia.
Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau yang lebih dikenal sebagai dapur MBG, yang bertugas menyiapkan ribuan porsi makanan setiap hari, berada dibawah pengawasan ketat.
Dugaan kelalaian manajemen atau pengelolaan penyediaan makanan di masing-masing SPPG dituding sebagai pihak yang bertanggung jawab atas banyaknya kasus keracunan MBG di Indonesia.
Kepala SPPG Khusus Tangerang Selatan, Nindy Sabrina mengungkapkan keresahannya terhadap kondisi ini program MBG yang kini berbuah malapetaka akibat banyaknya kasus keracunan.
Ia mengungkapkan keresahannya terhadap kondisi ini. Ia menyebut bahwa tantangan utama dalam pelaksanaan tugasnya terletak pada keterbatasan waktu dalam proses memasak, yang harus dijalankan secara cepat namun tetap memenuhi standar keamanan pangan dan kecukupan gizi.
“Kalau dari SPPG sendiri itu tantangannya harus tepat waktu, terus juga kita harus bisa memasak makanan itu dengan waktu yang pas sehingga makanan itu tetap aman untuk dikonsumsi,” ujarnya, Kamis (25/9/2025).
“Karena dalam program MBG itu prinsip gizi makanan empat sehat lima sempurna sudah tidak berlaku. Tapi kita kenalkan makan yang menggunakan prinsip gizi seimbang,” tambahnya.
Perempuan yang juga menjabat sebagai Koordinator Wilayah (Korwil) SPPG Tangsel itu menjelaskan, dalam sehari pihaknya melayani sebanyak 3.000 – 4.000 siswa penerima manfaat.
“Per SPPG itu bisa melayani 3.000 – 4.000 orang, tapi kalau di SPPG saya sendiri jumlah sasarannya sebanyak 3.300 orang,” kata Nindy.
Dari jumlah tersebut, lanjut dia, masing-masing SPPG mampu menjangkau hingga belasan sekolah yang ada di sekitar dapur dengan radius jarak 5 kilometer.
“Jadi tergantung masing-masing sekolah, karena ada sekolah jumlah siswanya itu seribu orang. Dan kalau di tempat saya bisa sampai 11 sekolah,” ucapnya.
“Itu sekolah semua tingkatan mulai dari PAUD sampai tingkat SMA, baik negeri, swasta, SLB, maupun yang di bawah Kemenag,” jelas Nindy.
Adapun terkait jumlah personel yang bertugas di masing-masing SPPG, terdapat sebanyak 50 orang pekerja.
“Rinciannya itu 47 orang relawan yang merupakan warga sekitar, serta tiga orang staff,” tutur Nindy.
Ia juga menyebut, hingga saat ini di Kota Tangsel terdapat 30 SPPG yang sudah berjalan.
“Dan untuk menjangkau semuanya kita butuh 100 SPPG lagi,” tutup Nindy.
MBG adalah program unggulan Presiden Prabowo Subianto yang berjalan sejak 6 Januari 2025, dikelola oleh Badan Gizi Nasional (BGN).
Tujuan awalnya menyediakan makanan bergizi gratis untuk anak sekolah, balita, ibu hamil, dan kelompok rentan, sekaligus menggerakkan ekonomi lokal. Dengan target penerima 82,9 juta orang.
MBG pertama kali diluncurkan pada 6 Januari 2025. Program ini untuk memenuhi janji kampanye Prabowo Subianto saat mencalonkan presiden RI di Pilpres 2024 lalu.
Sebagai informasi, kasus keracunan dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG) masih terjadi di sejumlah daerah. Terbaru kasus dugaan keracunan MBG terjadi di Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.
Sejak program ini diluncurkan pada 6 Januari 2025 lalu atau 9 bulan berjalan ini, pemerintah melaporkan jumlah penerima manfaat terdampak insiden keamanan pangan.
Istana melalui Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Muhammad Qodari merinci kasus dan korban keracunan program MBG.
Ada data dari tiga lembaga sebagai berikut Badan Gizi Nasional (BGN), 46 kasus keracunan, dengan jumlah penderita 5.080, ini data per 17 September.
Kedua dari Kemenkes, 60 kasus dengan 5.207 penderita, data per 16 September.
Kemudian BPOM, 55 kasus dengan 5.320 penderita, data per 10 September 2025. Hasil kajian BPOM, puncak kejadian keracunan terjadi pada Agustus 2025, dengan sebaran terbanyak di Jawa Barat.
Adapun penyebab utama keracunan tersebut diantaranya adalah higienitas makanan, suhu dan ketidaksesuaian pengolahan pangan, kontaminasi silang, serta indikasi alergi pada penerima manfaat.
Kepala BGN Dadan Hindayana menerangkan, hingga 22 September 2025 ini total terdampak Kejadian Luar Biasa (KLB) ini adalah 4.711 orang.
Dengan rincian, wilayah satu yaitu provinsi – provinsi di pulau Sumatera ada 7 kasus keracunan dengan total korban sebanyak 1.261 orang.
Kemudian, wilayah dua yaitu provinsi – provinsi di pulau Jawa ada 27 kasus keracunan dengan 2.606 orang.
Wilayah tiga yaitu provinsi – provinsi di pulau Kalimantan, Bali, NTT, NTB, Sulawesi, Papua ada 11 kasus dengan 842 orang. pemantauan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) hingga medio September 2025 mencatat, tak kurang dari 5.360 anak mengalami keracunan akibat program ini.
JPPI menyerukan agar Presiden Prabowo Subianto segera menghentikan sementara program MBG, melakukan evaluasi total sistem tata kelola MBG yang dikendalikan BGN dan mengutamakan keselamatan anak di atas ambisi politik dan target program.[]
Sumber tribunbanten.com





