Oleh: Firdaus Akbar
KOPERASI, sebagai soko guru perekonomian Indonesia, mengemban peran mulia dalam membangun sosial ekonomi anggota dan masyarakat.
Namun, tak jarang kita terjebak pada paradigma sempit yang memandang koperasi hanya dari kacamata bisnis. Padahal, esensi koperasi terletak pada keseimbangan tiga dimensi utama: ajaran (idealisme), bisnis, dan kelembagaan.
Koperasi tak cukup hanya sekadar memberikan fasilitas permodalan atau bantuan usaha lainnya. Ketiga dimensi ini harus diinternalisasi dan dibangun secara simultan.
Ajaran atau idealisme koperasi menjadi kompas moral dan etika dalam menjalankan roda perekonomian. Prinsip-prinsip luhur seperti gotong royong, keadilan, dan pemerataan harus menjadi landasan dalam setiap pengambilan keputusan.
Dimensi bisnis koperasi harus dikelola secara profesional dan berkelanjutan. Koperasi harus mampu menghasilkan keuntungan yang optimal bagi anggota dan masyarakat.
Namun, keuntungan bukanlah tujuan akhir, melainkan sarana untuk mencapai kesejahteraan bersama yang berkeadilan.
Dimensi kelembagaan koperasi harus dibangun dengan fondasi yang kokoh dan transparan. Struktur organisasi koperasi harus jelas, akuntabel, dan partisipatif. Anggota harus memiliki peran aktif dalam pengambilan keputusan dan pengawasan.
Dengan kelembagaan yang kuat, koperasi akan mampu menghadapi badai tantangan dan beradaptasi dengan perubahan zaman.
Membangun koperasi yang utuh dengan ketiga dimensi tersebut bukanlah perkara mudah. Namun, melalui kampanye yang berkelanjutan dan kesadaran kolektif, kita harus terus menggelorakan semangat membangun koperasi yang sejati. Keberhasilan suatu koperasi sangat bergantung pada sinergi seluruh elemen organisasi, mulai dari anggota, pengurus, pengelola, hingga pengawas.
Anggota dituntut untuk berpartisipasi aktif dalam meningkatkan usaha, mulai dari permodalan, produksi, pemasaran, hingga penciptaan nilai tambah.
Pengurus dituntut untuk mampu merencanakan, mengorganisasi, dan melaksanakan program kerja yang telah disepakati dalam rapat anggota, khususnya dalam mencapai target bisnis koperasi. Anggota, sebagai pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi, memiliki posisi strategis dari segi kuantitas.
Jika potensi kuantitas ini disinergikan dengan peningkatan kualitas, maka koperasi akan menjelma menjadi kekuatan ekonomi yang sulit ditandingi oleh badan usaha lain.
Pemerintah Indonesia telah mencanangkan program ambisius untuk membentuk lebih dari 80.000 Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih di seluruh pelosok negeri.
Inisiatif ini bertujuan untuk mendukung peningkatan ekonomi masyarakat di pedesaan dan merupakan bagian integral dari program Asta Cita kabinet Presiden Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka.
Kopdes Merah Putih didefinisikan sebagai badan usaha koperasi yang beranggotakan warga yang berdomisili di desa atau kelurahan yang sama, dibuktikan dengan KTP, dengan tujuan utama meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan usaha yang berbasis pada potensi lokal dan partisipasi aktif anggota.
Aceh, sebagai salah satu provinsi di Indonesia, memiliki target untuk membentuk 6.500 koperasi desa. Tentu saja, pencapaian target ini memerlukan langkah-langkah strategis dan kolaborasi yang solid dari berbagai pihak.
Pemerintah daerah, tokoh masyarakat, akademisi, dan praktisi koperasi harus bersinergi untuk memberikan pendampingan, pelatihan, dan dukungan kepada masyarakat desa agar mampu mengelola koperasi secara profesional dan berkelanjutan.
Dengan membangun koperasi yang utuh, inklusif, dan berlandaskan pada nilai-nilai luhur bangsa, kita dapat mewujudkan koperasi sebagai pilar sosial ekonomi yang kokoh dan mampu meningkatkan kesejahteraan anggota dan masyarakat secara keseluruhan.
Koperasi bukan hanya sekadar entitas bisnis, melainkan juga gerakan sosial yang berakar pada semangat gotong royong, keadilan, dan kemandirian. Koperasi adalah cerminan jati diri bangsa Indonesia yang sesungguhnya.
Penulis : Ketua Harian Dewan Koperasi Indonesia Wilayah (Dekopinwil) Aceh, Imuem Mukim Lhoknga, Aceh Besar dan penggiat Koperasi





