Krisis Listrik Aceh: Kegagalan Berulang PLN

by
Ilustrasi | Foto iStock

ACEH kembali terjerat dalam kegelapan akibat krisis listrik yang tak kunjung usai, sebuah ironi yang menyayat hati. Belum genap sebulan setelah insiden “mati total” selama tiga hari yang melumpuhkan aktivitas masyarakat, kini kita kembali dihadapkan pada pemadaman, dengan dalih gangguan mesin PLTU Nagan Raya.

Alasan yang sama, berulang kali kita dengar, seolah menjadi lagu sumbang yang tak henti-hentinya diputar. Ini bukan lagi sekadar masalah teknis, melainkan sebuah kegagalan struktural dalam tata kelola PLN yang sudah mengakar.

PLN, sebagai badan usaha yang diberi mandat untuk menyediakan layanan listrik, tampak abai terhadap kewajiban hukumnya. Undang-Undang Pelayanan Publik dan Undang-Undang Ketenagalistrikan mengamanatkan jaminan kontinuitas layanan, namun realitasnya, masyarakat Aceh terus menerus merasakan ketidakstabilan dan ketidakandalan pasokan listrik. Hak masyarakat untuk mendapatkan layanan yang stabil dan andal seolah terabaikan. Kerugian yang diderita masyarakat Aceh tak terhitung jumlahnya.

Pengusaha peternakan ayam merugi miliaran rupiah, pedagang kehilangan pendapatan, dan masyarakat umum terpaksa hidup dalam ketidaknyamanan tanpa penerangan.

Janji kompensasi yang dilontarkan PLN tak lebih dari sekadar gema tanpa kepastian. Tidak ada mekanisme penggantian yang jelas, tidak ada timeline penyelesaian yang konkret, dan tidak ada transparansi yang memadai.

Ini adalah sebuah kegagalan yang tak dapat ditoleransi. PLN harus bertanggung jawab penuh atas krisis ini. Mereka harus menyampaikan permintaan maaf yang tulus dan mengganti kerugian yang dialami masyarakat.

Pemerintah Aceh juga tidak bisa tinggal diam. Mereka harus turun tangan dan mengambil tindakan nyata untuk menyelesaikan krisis ini secara komprehensif.

Hak masyarakat Aceh untuk mendapatkan layanan listrik yang stabil dan andal tidak boleh terus-menerus diabaikan. LSM KOMPAK telah mendesak Pemerintah Aceh untuk segera bertindak dan meminta PLN bertanggung jawab atas krisis ini.

Saharuddin, Ketua LSM KOMPAK, dengan tegas menyatakan bahwa situasi ini bukan lagi persoalan teknis semata, melainkan sebuah kegagalan struktural dalam manajemen PLN. “Jika gangguan terus terjadi tanpa perbaikan permanen, publik berhak menduga bahwa yang bermasalah bukan hanya mesin, tetapi manajemen PLN itu sendiri,” ujar Saharuddin. Pernyataan ini mencerminkan kekecewaan dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap PLN.

Masyarakat Aceh telah lama menanti solusi atas krisis listrik yang berkepanjangan ini. Mereka mendambakan listrik yang stabil, bukan alasan yang tidak jelas.

Mereka ingin hidup normal, bukan hidup dalam kegelapan. PLN dan Pemerintah Aceh harus menjawab tuntutan masyarakat Aceh dengan tindakan nyata, bukan hanya janji-janji kosong yang hampa makna.

Kita tunggu tindakan nyata dari PLN dan Pemerintah Aceh. Masyarakat Aceh tidak akan diam melihat hak-hak mereka terus-menerus diabaikan.

Kita akan terus mengawasi dan menuntut keadilan atas krisis listrik ini. Solidaritas dan keberanian untuk menyuarakan kebenaran adalah kunci untuk mewujudkan perubahan yang kita inginkan.[]

ya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *