Kepemimpinan yang Dipertanyakan dan Negara yang Menagih Keberanian Moral

by

INDONESIA tengah berada dalam fase genting yang jarang disadari, yaitu sebuah titik ketika bangsa harus memilih antara terus tenggelam dalam politik manipulatif atau bangkit memulihkan akal sehat publik. Peringatan Bung Karno bahwa ancaman terbesar bangsa datang dari anak bangsanya sendiri, kini terasa lebih relevan daripada sebelumnya. Kita bertahun-tahun menganggap pernyataan itu hanya retorika sejarah, padahal yang sedang kita hadapi hari ini adalah bentuk modern dari apa yang dulu disebut “pengkhianatan terhadap cita-cita republik”.

Dalam dua dekade reformasi, kita telah melihat bagaimana demokrasi dapat dikendalikan oleh strategi komunikasi, pencitraan, dan konsentrasi kekuasaan. Politik tidak lagi dipahami sebagai seni mengelola negara, tetapi seni mengelola persepsi. Dan di sinilah ironi itu bermula: ketika figur yang dihadirkan sebagai simbol keterbukaan justru memperlihatkan kecenderungan mengonsolidasikan kekuasaan secara terpusat.

Satu dekade kepemimpinan Joko Widodo menyisakan warisan yang menjadi perdebatan luas. Publik menyaksikan bagaimana jaringan relawan dipelihara secara sistematis sebagai mesin mobilisasi politik, bagaimana institusi hukum dipersepsikan rentan terhadap intervensi, dan bagaimana berbagai keputusan politik strategis meninggalkan pertanyaan serius tentang arah demokrasi. Kecurigaan publik terhadap praktik power entrenchment—upaya mempertahankan pengaruh meski masa jabatan telah berakhir—bukan muncul dari ruang hampa. Ia tumbuh dari rangkaian kebijakan, manuver politik, dan dinamika kekuasaan yang terbaca oleh warga yang kian kritis.

Inilah persoalan utamanya: negara tidak boleh dikelola berdasarkan loyalitas personal. Negara harus dikelola berdasarkan konstitusi. Ketika keputusan-keputusan politik tampak lebih mencerminkan agenda individu atau kelompok, bukan mandat rakyat, maka sesungguhnya bangsa berada dalam ancaman yang lebih halus namun lebih mematikan daripada agresi dari luar.

Kini pemerintahan berada di tangan Presiden Prabowo Subianto. Namun perubahan presiden tidak otomatis berarti perubahan situasi. Rakyat menunggu satu hal yang sangat jelas: keberanian. Bukan keberanian untuk melawan lawan politik, tetapi keberanian untuk menegakkan negara hukum tanpa kompromi. Tanpa keberanian ini, pemerintahan baru hanya akan menjadi kelanjutan dari episode lama, tentang sebuah babak tambahan dari drama politik yang mengabaikan rasa keadilan masyarakat.

Jika ada dugaan pelanggaran pada masa lalu, apa pun bentuknya, maka mekanisme hukum harus berjalan. Tidak ada seorang pun, termasuk mantan kepala negara, yang berada di atas konstitusi. Negara tidak boleh disandera oleh ketakutan untuk bertindak atau oleh patronase politik yang tak kunjung putus. Demokrasi tidak dapat hidup jika hukum dipilih-pilih sesuai kepentingan kekuasaan.

Presiden Prabowo memiliki mandat rakyat. Mandat itu bukan untuk melindungi elite, melainkan untuk memulihkan republik. Bila ia hanya menjadi figur simbolik tanpa tindakan konkret, maka ia sesungguhnya sedang mengabaikan amanat kedaulatan rakyat. Dalam filosofi kebangsaan kita, itu bukan sekadar kelemahan kepemimpinan, melainkan bentuk kegagalan moral.

Indonesia membutuhkan presiden yang tidak takut pada bayang-bayang kekuasaan masa lalu. Yang tidak gentar untuk memeriksa, mengoreksi, dan menegakkan hukum meski menyasar figur-figur kuat. Kita tidak membutuhkan pemimpin yang hanya memoles permukaan, tetapi pemimpin yang siap membersihkan akar kerusakan.

Rakyat sudah terlalu lama menunggu. Dan negara tidak boleh terus disandera oleh ketakutan politik.

Pertanyaannya kini sederhana namun menentukan, Apakah Presiden Prabowo berani menegakkan konstitusi, atau memilih menjadi bagian dari masalah yang selama ini ia kritik? Sejarah akan menilai, dan rakyat tidak akan lupa.[]

Penulis : Sri Radjasa, M.BA (Pemerhati Intelijen)

%%%%%%%%%%

Artikel ini merupakan opini penulis, seluruh isi di luar tanggungjawab redaksi, sepenuhnya tanggungjawab penulis.

ya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *