BANDA ACEH – Penanews.co.id — Koalisi sejumlah masyarakat sipil bersama perwakilan mahasiswa melaksanakan aksi damai dihalaman Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Jalan Teungku Daod Beureeh, Banda Aceh, Selasa ( 16/12/2025)
Penanggung jawab Crisna Akbar mengungkapkan bahwa aksi ini sebagai salah satu bentuk keprihatinan dan tanggung jawab moral atas krisis kemanusiaan akibat bencana banjir dan longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
“Aksi ini dilakukan untuk meminta pemerintah pusat menetapkan bencana yang terjadi di Sumatera Bencana Nasional agar penanganan dapat dilakukan sesegera mungkin mengingat banyaknya jumlah korban yang terdampak dari bencana ini,” uangkap Akbar dalam keterangan tertulisnya.
Menurut Koalisi, situasi darurat yang terjadi di 3 (tiga) provinsi ini telah melampaui kapasitas pemerintah daerah sehingga pemerintah pusat harus segera mengambil alih penanggulangan bencana ini.
“Skala kerusakan yang luas menunjukkan bahwa bencana ini bukan peristiwa lokal dan bukan hanya persoalan korban yang yang terdampak dan terisolasi, melainkan krisis struktural yang mengancam keselamatan warga negara,” bebernya
“Penanganan yang parsial dan lambat memperpanjang penderitaan masyarakat terdampak. Negara harus hadir secara penuh dalam melindungi dan memastikan keselamatan penyintas,” lanjut Koalisi.
Aksi damai ini diikuti oleh berbagai organisasi masyarakat sipil, yaitu Sumatera Environmental Initiative, Solidaritas Perempuan (SP) Aceh, Flower Aceh, Kontras Aceh, Gerakan Anti Korupsi(GeRAK) Aceh, Sekolah Anti Korupsi Aceh (SAKA), Perkumpulan Pembela Lingkungan Hidup(P2LH), Aceh Wetland Forum (AWF), Greenpeace Indonesia, serta perwakilan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi.
Mereka menyatakan, kolaborasi ini menunjukkan bahwa isu bencana yang terjadi di Aceh dan Sumatra bukan semata hanya persoalan teknis, tetapi juga persoalan belum hadirnya negara secara penuh untuk memenuhi pemenuhan hak dasar bagi warga negara yang menjadi korban dari bencana tersebut.
“Aksi ini dilakukan sebagai bagaian dari Upaya Masyarakat Sipil untuk mendorong perubahan kebijakan yang lebih berpihak pada korban,” ujarnya.
“Aksi ini dilakukan karena meliahat banyaknya jumlah korban jiwa dan wilayah terdampak yang belum sepenuhnya terjangkau,” tambah mereka.
Koalisi menggambarkan, keterbatasan akses terhadap pangan, air bersih, layanan kesehatan, dan hunian layak telah memperburuk kondisi pengungsi saat ini. Kerusakan infrastruktur seperti rumah, jembatan, jalan, dan fasilitas kesehatan menyebabkan sejumlah wilayah terisolasi dan terhambat proses distribusi bantuan.
Koalisi menegaskan bahwa negara memiliki kewajiban konstitusional untuk memastikan keselamatan, kesehatan, dan martabat warga terdampak bencana. Penetapan bencana nasional bukan semata keputusan administratif, melainkan instrumen krusial untuk menyelamatkan nyawa, mempercepat pemulihan, dan mencegah pelanggaran HAM yang lebih luas.
Melalui aksi damai ini Koalisi Masyarakat sipil menyampaikan pernyataan sikap kepada
pemerintah, seagai berikut:
1. Mendesak Pemerintah Pusat menetapkan bencana banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat sebagai Bencana Nasional mengingat skala dampak, luas wilayah terdampak antar-provinsi, kerusakan infrastruktur strategis, serta keterbatasan kapasitas pemerintah daerah dalam penanganan darurat maupun pemulihan jangka panjang.
2. Menuntut peningkatan mobilisasi sumber daya nasional, termasuk penyelamatan,
logistik, layanan kesehatan, hunian sementara yang layak, dan perlindungan kelompok
rentan seperti anak-anak, perempuan, lansia, dan penyandang disabilitas.
3. Mendorong percepatan audit ekologi dan tata ruang di seluruh kawasan rawan banjir dan
longsor, khususnya wilayah yang mengalami kerusakan hutan dan Daerah Aliran Sungai(DAS), serta penegakan hukum terhadap aktivitas ekstraktif yang memperparah risiko bencana.
4. Mendesak pemerintah Indonesia untuk menyusun rencana pemulihan yang berkeadilan
berbasis data risiko, melibatkan masyarakat lokal, serta memastikan transparansi anggaran penanggulangan bencana dari tahap tanggap darurat hingga rehabilitasi dan rekonstruksi.
5. Mendesak negara memastikan pemenuhan hak asasi manusia bagi seluruh Korban, karena penanganan bencana yang tidak memadai berpotensi menimbulkan pelanggaran
HAM, serta kondisi ini akan menimbulkan potensi konflik.
6. Mengecam tindakan represif yang dilakukan oleh oknum TNI terhadap jurnalis yangsedang menjalankan tugas Jurnalistik.





