Jakarta, Penanews.co.id – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian mengatakan, Indonesia harus menjadi bangsa petarung dalam menghadapi berbagai macam bencana yang terjadi. Bangsa petarung memiliki karakteristik dapat mengubah tantangan atas kerentanan terjadinya bencana menjadi peluang dan memiliki semangat untuk terus bangkit ketika jatuh.
Hal itu disampaikan Mendagri dalam acara Penganugerahan Garda Nasional Bumi dan Bencana (Garnas Buana) Award Tahun 2022 di Hotel Mulia Senayan, Jakarta, Selasa (20/12/2022).
“Kita harus menjadi bangsa petarung. Nah dalam konteks ini saya melihat bahwa permasalahan bencana di Indonesia kita rentan terhadap berbagai bentuk berbagai macam jenis bencana, bukan hanya satu, kebakaran hutan misalnya. Oleh karena itu, kita bersama-sama me-manage bencana ini dan kita jadikan peluang bagi kita untuk menjadi bangsa yang kuat,” katanya, seperti dilansir dari laman resmi Kemendagri.
Mendagri menjelaskan, selain dikaruniai dengan kekayaan alam yang luar biasa indah, tak bisa dimungkiri Indonesia termasuk negara rentan terhadap bencana. Indonesia menyimpan potensi kerawanan, seperti patahan lempeng, gempa bumi, tsunami, hingga gunung meletus. Potensi ini merata terjadi hampir di semua daerah di Indonesia dan menjadi bagian dari kehidupan bangsa yang harus dihadapi dan dikelola.
“Bencana-bencana tersebut menimbulkan penderitaan, kesulitan bagi kita, bagi masyarakat kita. Stagnasi pembangunan misalnya, tapi di sisi lain juga Tuhan memang selalu melaksanakan bahwa di balik kesulitan selalu ada hikmahnya,” ungkapnya.
Dia menegaskan, hikmah dari kondisi tersebut yaitu bagaimana mengubah tantangan menjadi peluang. Belajar dari negara lain, tak sedikit negara-negara yang rawan terhadap bencana malah menjadi bangsa yang petarung. Mendagri mencontohkan beberapa negara yang berhasil mengubah tantangan menjadi peluang seperti Jepang, Mongolia, dan Korea Selatan.
“Kita melihat bagaimana mereka (Jepang) menjadi negara petarung, (Jepang) rentan sama seperti kita, tidak pernah lepas dari hari-hari dengan gempa, tsunami, dan berbagai bentuk bencana lainnya. Dan mereka jatuh, bangkit lagi, menjadi bangsa petarung,” terangnya.
Lanjutnya, situasi itu terjadi pula di Mongolia dengan sumber daya yang terbatas justru mampu membuat negara tersebut menjadi negara yang bisa berkembang dari keterbatasannya. Demikian pula halnya dengan Korea Selatan.
“Negara kita negara yang super indah, super kaya, tapi kita vulnerable, berisiko terhadap bencana. Baik bencana alam maupun non-alam, harus kita sikapi dengan membuat ketahanan kita, resilient kita terhadap bencana menjadi makin kuat. Things that can not kill you will make you stronger, sesuatu yang tidak membunuhmu akan membuat Anda menjadi lebih kuat,” tuturnya.
Untuk itu Mendagri berpesan, bencana yang terjadi di Indonesia harus dikelola secara sistematis. Perlu adanya literasi terkait kebencanaan dan pengembangan sistem pencegahan (early warning) untuk mengantisipasi adanya bencana. Selain itu, pola pikir dan langkah-langkah yang proaktif juga dibutuhkan sehingga risiko dapat ditekan. Kemudian juga melakukan evaluasi-evaluasi pada setiap bencana yang terjadi untuk diperbaiki.
“Ketika terjadi bencana di situlah kita harus munculkan momentum untuk membuat kesetiakawanan sosial, kegotongroyongan dan solidaritas. Sehingga akhirnya saya membuat surat edaran menyampaikan kepada seluruh daerah, ini bisa terjadi di mana saja, daerah mana saja,” tandasnya.