BPOM Tindak Pabrik Kosmetika Ilegal yang Diduga Mengandung Bahan Dilarang

by
by

Jakarta – penanews.co.id BPOM kembali menindaklanjuti laporan dari masyarakat terkait dugaan adanya praktik produksi kosmetika ilegal Tanpa Izin Edar (TIE) dan mengandung bahan yang dilarang dalam kosmetika. Produk kosmetika ilegal tersebut ditemukan dari sebuah pabrik kosmetika ilegal di Pergudangan Elang Laut dengan alamat Sentra Industri 1 dan 2 Blok I1/28, RT 02/ RW 03, Jakarta Utara.

“BPOM bekerja sama dengan Balai Besar POM (BBPOM) di Jakarta, BBPOM di Serang bersama Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia (Biro Korwas PPNS Bareskrim Polri) telah melakukan penindakan ke sarana kosmetika ilegal tersebut pada Hari Kamis, 9 Maret 2023. Hasilnya, kami menemukan dan menyita barang bukti bernilai total Rp7,7 miliar,” terang Kepala BPOM, Penny K. Lukito pada konferensi pers yang dilaksanakan pada Kamis, 16 Maret 2023.

Secara rinci, barang bukti yang diamankan antara lain bahan baku berupa bahan kimia obat seperti Hidroquinon, Asam Retinoat, Deksametason, Mometason Furoat, Asam Salisilat, Fluocinolone, Metronidazol, Ketokonazol, Betametason, dan Asam Traneksamat senilai Rp4,3 miliar; bahan kemas berupa pot dan botol kosong untuk produk kosmetika senilai Rp164 juta; produk antara berupa lotion senilai Rp1,2 miliar; produk jadi berupa lotion malam dan berbagai macam krim tanpa merek senilai Rp1,4 miliar. Selain itu, juga diamankan beberapa alat produksi berupa mesin mixing, mesin filling, mesin coding, mesin packaging, timbangan, dan alat produksi lainnya senilai Rp451 juta. Kendaraan minibus senilai Rp198 juta, serta alat elektronik berupa handphone, laptop, CPU, dan flashdisk senilai Rp31 juta juga turut disita dan diamankan dari lokasi.

Semua barang bukti tersebut telah disita dan saat ini, BPOM masih melakukan pemeriksaan terhadap 9 (sembilan) saksi karyawan dan 1 (satu) orang ahli. Hasil pemeriksaan, 1 (satu) orang diduga pelaku berinisial SJT yang merupakan pemilik usaha. Praktik produksi ini diduga sudah dilakukan pelaku sejak tahun 2020 di lokasi lain, yaitu di daerah Jakarta Barat. Sedangkan kegiatan produksi pada lokasi inii diduga dilakukan sejak bulan September 2022.

Menurut Kepala BPOM, peredaran kosmetika ilegal ini cukup luas. Peredarannya di Pulau Jawa (wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur), Bali (Denpasar), dan sebagian wilayah Sumatra (Sumatra Selatan, Sumatra Utara, dan Lampung). “Produk kosmetika ilegal ini sangat berbahaya. Selain produk yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, kemanfaatan, dan mutu, kita juga melihat pada sarana ini tidak menerapkan Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB), terutama aspek higiene sanitasi sarana sangat kurang,” sambung Kepala BPOM.

Berdasarkan investigasi terhadap sarana produksi kosmetika ilegal tersebut, diduga telah terjadi tindak pidana. Pertama, yaitu memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki perizinan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197 Jo. Pasal 106 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sebagaimana diubah dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Kedua, yaitu memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 196 Jo. Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) Undang–Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Tindak kejahatan ini diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Ketiga, yaitu memperdagangkan barang yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) Jo. Pasal 8 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Tindak kejahatan ini diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar.

Kepala BPOM kembali menekankan bahwa penggunaan kosmetika tanpa izin edar dan/atau mengandung bahan dilarang dalam kosmetika sesuai peraturan persyaratan teknis bahan kosmetika sangat berisiko bagi kesehatan. Risiko kesehatan yang berpotensi terjadi akibat penggunaan kosmetika dengan kandungan bahan dilarang dalam pada kosmetika adalah sebagai berikut:

Hidroquinon, dapat menyebabkan efek ochronosis (kulit menjadi kehitaman);
Asam Retinoat/Tretinoin dapat menyebabkan iritasi kulit, kulit gatal, bengkak, kemerahan, kering, atau mengelupas dan bersifat teratogenic (menyebabkan cacat lahir pada janin).
Resorsinol dapat menyebabkan iritasi kulit dan mengganggu sistem imun. Bahaya pemakaian resorsinol pada kulit luka atau teriritasi berupa gejala dermatitis; iritasi mata, kulit, tenggorokan, saluran pernafasan atas; methemoglobinemia (ketidakmampuan sel darah merah mengedarkan oksigen dalam tubuh); kulit kebiruan (cyanosis), konvulsi, peningkatan detak jantung, penyakit asam lambung (dispepsia), penurunan suhu tubuh secara drastis (hipotermia), dan adanya urin dalam darah (hematuria);
Klindamisin dapat menyebabkan iritasi kulit, salah satunya menimbulkan keluhan kulit mengelupas; dan
Fluocinolone dapat menyebabkan gatal, panas, pengelupasan, dan kulit kering, folikel rambut bengkak atau meradang (folikulitis), perubahan warna pada kulit, dan pengerasan pada kulit.
Melihat bahaya yang dapat timbul tersebut, BPOM mengimbau masyarakat untuk terus meningkatkan literasi serta menambah pengetahuan dan wawasan, sehingga menjadi konsumen cerdas dan berdaya dengan tidak menggunakan kosmetika tanpa izin edar. Dalam hal ini, termasuk produk racikan tanpa izin edar dan/atau kosmetika mengandung bahan dilarang sesuai peraturan persyaratan teknis bahan kosmetika.

BPOM juga mengimbau kepada tenaga kesehatan agar mendorong pasien yang membutuhkan obat bentuk sediaan krim atau lotion, untuk memperolehnya melalui sarana resmi. Sarana resmi dimaksud yaitu apotek yang dapat melakukan peracikan dengan tenaga yang memiliki keahlian dan kewenangan.

Dalam memperoleh kosmetika, upayakan selalu membeli dan memperoleh kosmetika dari sarana penjualan yang jelas, tepat, dan terpercaya, baik di sarana penjualan offline maupun online. Jika berbelanja kosmetika secara online, beli dari toko online resmi (official store), dan selalu menerapkan Cek KLIK (Cek Kemasan, Label, Izin Edar, dan Kedaluwarsa) sebelum membeli atau menggunakan kosmetika.

“BPOM sangat mendukung keberlangsungan usaha kosmetika di Indonesia, dan berkomitmen memastikan penerapan aturan agar kosmetika memenuhi standar dan persyaratan keamanan, manfaat serta mutu. BPOM tidak segan menegakkan hukum melalui penindakan terhadap oknum pelaku usaha yang sengaja melanggar regulasi dan melakukan kejahatan obat dan makanan. Untuk itu, kami mengajak kepada masyarakat agar segera melaporkan kepada BPOM, Balai Besar/Balai POM, atau Loka POM setempat jika mengetahui atau mencurigai kegiatan produksi atau peredaran kosmetika ilegal di lingkungannya,” ajak Kepala BPOM.

Terakhir, Kepala BPOM mengimbau semua pihak untuk berperan aktif dalam memutus mata rantai supply dan demand kosmetika ilegal dan/atau mengandung bahan dilarang. Peran aktif oleh pelaku usaha dengan cara komitmen jaminan keamanan, mutu, dan manfaat produk kosmetika yang diproduksi dan diedarkan, sedangkan peran aktif masyarakat dengan cara menjadi konsumen cerdas dan berdaya.(chliss)