Ada Anak anak, Korban Pelecehan Seksual Pria ‘Buntung’ di Mataram

by
Ilustrasi | Foto Shutterstock

MATARAM – Kasus pelecehan seksual yang dilakukan pria difable buntung dua tangan IWAS (22), tidak berhenti pada satu korban MA saja, sejumlah fakta baru terungkap. Berdasarkan penyelidikan, korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh IWAS diduga lebih dari satu orang.

Selain MA, yang menjadi korban pelapor pertama, ada dua korban lain yang berstatus mahasiswi, dan terungkap tiga korban lainnya yang masih tergolong anak-anak.

Melansir detikBali, pendamping korban dari Koalisi Anti Kekerasan Seksual Nusa Tenggara Barat (NTB), Rusdin Mardatillah, mengungkapkan bahwa tiga mahasiswi yang menjadi korban pelecehan seksual ini akan diberi kode sebagai korban 1 (MA), korban 2, dan korban 3. Ketiganya berstatus mahasiswi di Mataram.

Bermula atas keberanian MA melapor

Rusdin menjelaskan dua orang merupakan korban persetubuhan dan satu orang korban pencabulan. Dari ketiga korban, awalnya hanya MA yang berani melaporkan kasus dugaan tindak pidana kekerasan seksual tersebut ke Polda NTB pada 7 Oktober 2024.

“Seluruhnya mahasiswi di perguruan tinggi yang berada di Mataram telah hadir memberikan keterangan dan dituangkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) sebagai saksi,” kata Rusdin.

Tak lama setelah pelaporan itu, kasus pelecehan seksual tersebut viral di media sosial. Dari sebuah unggahan di media sosial, terdapat komentar yang menyebut ada korban lain dari kasus pelecehan seksual yang dilakukan IWAS.

Berangkat dari informasi itulah, pendamping korban akhirnya mendapatkan beberapa kontak yang berpotensi mengetahui atau pernah menjadi korban kekerasan seksual oleh IWAS.

“Kemudian ditemukan banyak perempuan yang kuat dugaan pernah menjadi korban kekerasan seksual oleh terlapor dan akhirnya muncul korban 2 dan korban 3 yang berani bersuara. Selanjutnya diperiksa sebagai saksi berdasarkan laporan polisi korban 1,” pungkas Rusdin.

Baca Juga:  Resep Rolade Ayam Nikmat dan Lezat, Cocok untuk Sajian Keluarga

Tiga korban lainnya masih di bawah umur

Komisi Disabilitas Daerah (KDD) NTB turut mendampingi kasus dugaan pelecehan seksual oleh pria difabel berinisial IWAS terhadap mahasiswi berinisial MA.

Ketua KDD NTB Joko Jumadi mendapatkan laporan adanya korban anak di bawah umur dalam kasus yang melibatkan IWAS. Menurutnya, ada tiga anak-anak yang diduga menjadi korban pelecehan seksual oleh pria difabel itu.

“Kami saat ini juga menerima ada tiga lagi yang diduga korban dan tiga ini adalah anak-anak. Kami masih dalami, karena ini informasinya dari masyarakat. Sehingga dugaan yang tadi disampaikan kemungkinan besar korbannya akan ada penambahan,” ungkap Joko saat konferensi pers di Mapolda NTB, Senin.

Joko menjelaskan pendampingan KKD dalam kasus tersebut untuk membantu agar hak-hak tersangka IWAS dipenuhi dan dilindungi. Selain KKD, IWAS juga didampingi Badan Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Fakultas Hukum Universitas Mataram.

“Proses yang kami ingin pastikan adalah hak-hak tersangka terpenuhi. Biarkan proses ini berjalan. Kedudukan disabilitas sama di mata hukum,” imbuh Joko.

Menurut Joko, Polda NTB sejak awal menghubunginya untuk turut mendampingi penanganan kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh IWAS. Hal itu, dia berujar, sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2020 yang mengatur tentang akomodasi yang layak bagi disabilitas yang berhadapan dengan hukum di pengadilan.

Joko menegaskan proses penetapan tersangka yang dilakukan oleh penyidik Polda NTB sudah melalui sejumlah tahapan. “Tidak serta-merta ada penetapan tersangka, prosesnya cukup panjang,” sambungnya.

Polisi Sebut Pelecehan Seksual, Bukan Pemerkosaan

Sebelumnya, polisi mengklarifikasi kasus yang melibatkan IWAS tersebut. Polisi menegaskan IWAS ditetapkan sebagai tersangka pelecehan seksual, bukan pemerkosaan. Kini IWAS dijerat dengan Pasal 6C UU TPKS.

Baca Juga:  Seorang Siswi SD di Gorontalo Dilecehkan 5 Teman Pria Sekelasnya
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB Kombes Syarif Hidayat saat konferensi pers, Senin (2/12/2024). | Foto Helmy Akbar/detikBali

“Tindak pidananya bukan pemerkosaan, tetapi pelecehan seksual fisik. Ini dua hal yang berbeda,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB Kombes Syarif Hidayat saat konferensi pers di kantornya, Senin.

Ibu IWAS Sebut Kasus di Luar Nalar

Sebelumnya, ibunda IWAS, GAA, menyebut kasus yang menjerat anaknya di luar nalar. Bagaimana bisa pria yang tak memiliki dua tangan bisa memerkosa perempuan?

“Saya syok berat. Anak saya ini kan tidak bisa buka baju, bagaimana cara memerkosa korban?” ujar GAA kepada detikBali, Minggu (1/12/2024).

Ia menuturkan IWAS sudah menjadi penyandang disabilitas sejak lahir. Menurutnya, anak bungsu dari dua bersaudara itu hingga kini masih terus ditemani saat beraktivitas. Termasuk saat mandi maupun buang air.

“Sampai sekarang saya masih memandikan dia. Kalau ke mana-mana, dia ada kendaraan khusus motor roda empat,” imbuh GAA.

GAA masih yakin anaknya tidak bersalah. Menurut GAA, awalnya MA menjemput IWAS dan meminta agar ditemani ke kampus. Namun, dia berujar, MA justru membawa IWAS ke homestay atau penginapan di Mataram.

“Anak saya dibonceng oleh wanita itu ke homestay, dibuka bajunya dan celananya. Malah kebalik, harusnya dia yang diperkosa jadi korban,” ungkap GAA.

“Saya ingin anak saya bebas,” tegasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *