Akhirnya Jokowi Buka Suara terkait usulan Pemakzulan Anaknya dari Wapres – Mantan Ketua MK Sebut Kemarahan

by

SOLO — Usulan pemakzulan Gibran Rakabuming Raka dari jabatan Wakil Presiden RI oleh Forum Purnawirawan TNI yang saat ini sudah masuk di DPR/MPR, akhirnya ditanggapi oleh Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).

Alih-alih bereaksi keras terhadap usulan pemakzulan anaknya tersebut, Jokowi justru menyikapinya dengan santai. Ia menilai bahwa usulan pemakzulan yang diajukan sejumlah purnawirawan TNI merupakan hal yang wajar dan bagian dari dinamika demokrasi.

“Itu dinamika demokrasi kita. Biasa saja. Biasa. Dinamika demokrasi kan ya seperti itu,” ujarnya saat ditemui di kediamannya di Solo, Jawa Tengah, Jumat (6/6/2025).

Meski demikian, Jokowi menegaskan bahwa presiden atau wakil presiden hanya dapat dimakzulkan jika terbukti melakukan tindak pidana, pelanggaran berat, atau perbuatan tercela.

“Bahwa pemakzulan itu harus presiden atau wakil presiden, misalnya korupsi, atau melakukan perbuatan tercela, atau melakukan pelanggaran berat. Itu baru,” kata Jokowi di Solo, Jawa Tengah, Jumat (6/6/2025). 

Menurut Jokowi, desakan semacam itu merupakan bagian dari dinamika demokrasi yang lumrah terjadi dalam sistem politik terbuka. 

“Itu dinamika demokrasi kita. Biasa saja. Biasa. Dinamika demokrasi kan ya seperti itu,” tambahnya.

Jokowi juga menyatakan bahwa Indonesia memiliki sistem ketatanegaraan yang harus diikuti dalam menanggapi isu pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

“Ya negara ini kan negara besar yang memiliki sistem ketatanegaraan. Ya diikuti saja proses sesuai ketatanegaraan kita,” ujar Jokowi.

Hal serupa diungkapkan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi RI (MK) Prof. Jimly Asshiddiqie. 

Menurut Jilmy, sah saja setiap warga negara dalam menyuarakan upaya pemakzulan.

Lantaran hal itu, merupakan fenomena yang alamiah karena adanya kelompok yang marah dengan keadaan saat ini.

“Jadi ekspresi dari, apa ini harus dimaklumi, ekspresi dari kekecewaan, kemarahan, ketidaksukaan kepada Jokowi dan keluarganya, termasuk tentu saja dengan Gibran, itu harus dipahami sebagai fenomena yang alamiah saja, sesuatu yang rasional saja,” kata Jimly saat ditemui awak media di Lapangan Masjid Agung Al-Azhar, Jakarta, Jumat (6/6/2025).

“Jadi kita tidak usah nafikan, tidak usah kecilkan artinya, kita pahami saja, kita jadikan pelajaran bahwa ada kelompok-kelompok yang sedang marah kepada keadaan,” sambung dia.

Meski begitu kata Jimly, dalam upaya memakzulkan atau menurunkan pemimpin negara yang sah, perlu ada beberapa poin yang dipenuhi.

Baca Juga:  Jokowi Harap Pemilu Jadi Pestanya Rakyat

Kata dia, setidaknya ada enam poin yang bisa dijadikan syarat salah satunya untuk memakzulkan kepala negara ataupun wakilnya.

“Caranya itu pertama ada alasannya, kedua ada proses proseduralnya. Nah kalau alasannya sebenarnya, kalau konkretnya mau dicari-cari, gampang,” ujar dia.

“Ada enam yang bisa dijadikan alasan. Pertama karena berkhianat pada negara, yang kedua karena korupsi, yang ketiga karena terima suap, yang keempat kalau dia melakukan tindak pidana berat lainnya,” ucap lagi Jimly.

Adapun persoalan hukum yang dimaksud kata Jimly, yakni perihal tindak pidana berat yang dimana ancaman hukumannya 5 tahun penjara.

Kalau di antara catatan itu pernah atau kejadian dilakukan oleh kepala negara atau wakilnya, maka sah saja pemakzulan dilakukan.

“Apa itu? Ya segala macam tindak pidana yang diancam dengan hukuman di atas lima tahun, itu masuk kategori tindak pidana berat semua. Jadi ada empat kemungkinan alasan hukum,” beber dia.

Lalu alasan yang kelima menurut Jimly, adanya perbuatan tercela dan keenam atau terakhir yakni alasan administrasi seperti halnya berhalangan tetap atau meninggal dunia dan mengundurkan diri.

“Kalau terbukti ada perbuatan tercela yang dilakukan oleh seorang presiden atau seorang wakil presiden, itu bisa jadi alasan juga. Jadi ada enam alasan. Nah kalau mau dicari-cari, gampang itu,” beber dia.

Keseluruhan catatan itu kata Jimly, bukan semata karena penjelasan darinya, akan tetapi memang diatur dalam konstitusi RI.

“Nah tetapi kita sudah punya kesepakatan mengenai tata cara mengekspresikan atau tata cara untuk memakzulkan presiden dan wakil presiden, nah itu namanya mekanisme impeachment, sudah diatur di konstitusi,” tandas dia.

Apabila memang dari keseluruhan catatan itu ada salah satunya didapati untuk memakzulkan pemimpin negara, maka selanjutnya bisa diproses di DPR RI untuk diteruskan dan disetujui oleh Mahkamah Konstitusi.

“Nah itu tempat membuktikan dimana? Di MK. Jadi di MK itu nanti membuktikan apa bener dia melakukan enam hal tadi. Masuk kategori enam hal tadi. Kasusnya apa, buktinya mana. Kalau terbukti, bisa jadi. Pasti setuju MK-nya,” tandas Jimly.

Baca Juga:  Pangdam IM dampingi Kunker Menteri Pertanian RI di Lhoksukon

Pengamat Sebut Makar Terselubung

Pengamat hukum dan politik Pieter C Zulkifli menilai, usulan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming  Raka dinilai bukan sekadar gagasan politik biasa, melainkan sebuah ancaman serius terhadap stabilitas demokrasi dan konstitusi bangsa. 

Ia menyebut, narasi yang dibungkus seolah-olah demi kepentingan rakyat justru tersembunyi kepentingan sempit yang bisa menyesatkan arah reformasi.

Pieter menegaskan langkah tersebut sangat berbahaya jika tidak dilandasi bukti hukum yang kuat, karena berpotensi menjadi upaya makar terselubung.

Mantan Ketua Komisi III DPR RI ini berpesan, kritik terhadap kekuasaan memang perlu, tapi bukan berarti segala ketidaksukaan bisa dijustifikasi dengan dalih pemakzulan.

“Usulan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming  Raka adalah salah satu ide paling berbahaya yang pernah muncul dalam lanskap demokrasi Indonesia pasca-Reformasi. Ia bukan hanya sembrono secara hukum, tapi juga berpotensi mengoyak kepercayaan publik terhadap konstitusi dan stabilitas politik nasional,” kata Pieter Zulkifli dalam keterangannya, Kamis (5/6/2025).

Dalam konteks ini, kata dia, surat dari Forum Purnawirawan TNI yang secara terbuka mendesak MPR untuk memakzulkan Wapres Gibran patut dipertanyakan niat dan arah politiknya.

Menurutnya, dalam demokrasi, gagasan memang tak pernah dilarang. 

Namun tidak semua gagasan layak diperjuangkan. Ketika usulan pemakzulan diajukan tanpa dasar hukum yang sahih, tanpa skandal besar yang tak terbantahkan, tanpa pelanggaran berat konstitusi oleh sang Wapres, maka itu bukan sekadar wacana, melainkan potensi ancaman terhadap sistem ketatanegaraan kita.

 “Ini adalah bentuk kriminal terhadap Konstitusi. Demokrasi memang memberi ruang untuk kritik dan koreksi. Tetapi ketika narasi yang dibangun adalah untuk melawan kehendak rakyat yang telah disahkan oleh Komisi Pemilihan Umum, diperkuat oleh Mahkamah Konstitusi, dan ditegaskan oleh MPR maka sejatinya, kita sedang menghadapi gerakan politik yang menolak tunduk pada hukum tertinggi negara. Kita patut curiga, bahwa ini bukan soal konstitusi, tapi soal kekuasaan. Bukan demi negara, tapi demi ambisi,” ujarnya.

Pieter Zulkifli menyatakan dalam konteks ini juga surat para purnawirawan TNI itu bisa menjadi bukti sikap anti demokrasi dan melawan konstitusi. 

Baca Juga:  Nama Bung Karno Dipulihkan, Megawati Terisak Sampaikan Terima Kasih pada Prabowo

Dia bahkan mengimbau agar para elite politik tidak perlu merespons surat purnawirawan tersebut.

“Tindakan seperti ini mereka akan memicu disharmoni politik, menggoyang kepercayaan publik, dan memecah konsentrasi pemerintah yang tengah bersiap melanjutkan pembangunan. Dinamika politik harus tetap selaras agar pembangunan bisa berjalan. Jangan seperti anak kecil, enggak suka, minta makzulkan, enggak cocok, ajukan pemakzulan. Kapan negara ini akan maju?” ujar dia.

“Apa jadinya jika tiap ketidaksukaan politik dibalas dengan narasi pemakzulan? Demokrasi kita akan menjadi dagelan. Etika kenegaraan runtuh. Konstitusi akan menjadi sekadar kertas tanpa wibawa,” imbuhnya.

Pieter Zulkifli menegaskan bahwa kekuasaan politik harus tunduk pada konstitusi, bukan sebaliknya. Hukum tidak boleh melayani syahwat kekuasaan.

Untuk itu, Pieter Zulkifli berharap Presiden Prabowo Subianto harus jeli. 

Menurutnya kepala negara mesti tahu mana yang benar-benar baik, dan mana yang hanya berpura-pura baik.

Dia juga mendorong agar Presiden bersikap tegas. Presiden tidak boleh membiarkan pemerintahan lima tahun ke depan dikacaukan oleh kepentingan politik yang menyaru dalam wajah patriotisme semu.

“Prabowo harus dikelilingi oleh orang-orang yang setia, cerdas, dan taktis. Lima tahun ke depan adalah momentum untuk membersihkan negara ini dari para penyamun yang bersembunyi di balik simbol kehormatan dan retorika palsu. Indonesia tak kekurangan kritik,” pungkasnya.

Seperti diketahui, Forum Purnawirawan TNI sebelumnya mendesak agar proses pemakzulan atau impeachment Gibran Rakabuming Raka dari kursi Wakil Presiden RI dipercepat.

Forum tersebut bahkan sudah menyurati Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Adapun permintaan pemrosesan pemakzulan Gibran tersebut tertera dalam surat tertanggal 26 Mei 2025, yang ditujukan kepada Ketua MPR Ahmad Muzani dan Ketua DPR Puan Maharani.

Ada empat purnawirawan TNI yang menandatangani surat tersebut, yakni: 

• Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi
• Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan
• Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto
• Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto.

Disadur dari Surya.co.id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *