KOLOMBO – Angkatan Laut Sri Lanka berhasil menyelamatkan 102 orang yang diyakini sebagai pengungsi Rohingya dari sebuah kapal pukat nelayan yang terombang-ambing di Samudera Hindia selama beberapa hari.
Kapal tersebut pertama kali terlihat oleh nelayan di lepas pantai utara Sri Lanka pada Kamis (19/12/2024). Mereka kemudian menghubungi pihak berwenang yang segera melakukan operasi penyelamatan.
Di antara 102 orang yang diselamatkan, terdapat 25 anak-anak dan 30 wanita. Kapal itu kemudian dikawal menuju pangkalan angkatan laut di pantai timur Sri Lanka, di mana para penumpang diberi perawatan medis, makanan, dan air.
Sebagaimana dilaporkan oleh The Independent pada Jumat (20/12/2024), sebuah video yang beredar di media sosial menunjukkan kapal pukat nelayan kayu yang penuh dengan anak-anak, wanita, dan pria, yang didekati oleh sebuah speedboat.
Mereka tampak sangat lemas setelah berhari-hari di laut, berbaring di dek kapal, sementara beberapa bersembunyi di bawah payung untuk melindungi diri dari teriknya matahari.
Pihak Angkatan Laut Sri Lanka belum mengonfirmasi identitas para pengungsi akibat kesulitan komunikasi, namun mereka meyakini bahwa para pengungsi tersebut merupakan warga Rohingya yang berusaha melarikan diri dari Myanmar.
Kapal yang terdampar itu kehabisan makanan dan air sebelum akhirnya mendekati pantai di Distrik Mullaitivu, di pantai timur laut Sri Lanka. Polisi setempat mengatakan sedang menyelidiki keadaan kedatangan kapal tersebut dan menilai kondisi para penumpangnya.
Ratusan ribu warga Rohingya, kelompok minoritas Muslim, telah meninggalkan Myanmar dalam beberapa tahun terakhir untuk menghindari tindakan keras brutal yang dilakukan oleh militer Myanmar.
Perserikatan Bangsa-Bangsa menggambarkan kondisi di Myanmar sebagai contoh nyata pembersihan etnis.
Sekitar satu juta Muslim Rohingya saat ini tinggal di kamp-kamp pengungsi yang penuh sesak di Cox’s Bazar, Bangladesh.
Sebagian besar dari mereka melarikan diri dari kampanye kontra pemberontakan yang brutal pada 2017 oleh pasukan keamanan Myanmar, yang dituduh melakukan pemerkosaan dan pembunuhan massal.
Setelah kudeta militer yang menggulingkan pemerintah Myanmar yang sah pada 2021, lebih banyak Rohingya melarikan diri dengan menyeberangi perbatasan, baik dengan berjalan kaki maupun melalui jalur laut.
Negara tetangga Indonesia juga melaporkan adanya lonjakan kedatangan pengungsi sejak November dan telah meminta bantuan internasional.
Pada Oktober, sebuah perahu kayu dengan 140 Muslim Rohingya, sebagian besar wanita dan anak-anak, berlabuh sekitar 1,6 km di lepas pantai Provinsi Aceh, Indonesia.[]