SUBANG – Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) resmi memberlakukan jam malam bagi pelajar di seluruh wilayahnya. Kebijakan ini tertuang dalam Surat Edaran Gubernur Nomor 51/PA.03/DISDIK tentang Penerapan Jam Malam Bagi Peserta Didik untuk Mewujudkan Generasi Panca Waluya Jawa Barat Istimewa, yang dikeluarkan pada 23 Mei 2025.
Aturan tersebut membatasi aktivitas pelajar di luar rumah pada pukul 21.00 WIB hingga 04.00 WIB. Kebijakan ini berlaku bagi siswa dari jenjang SD hingga SMA/SMK, termasuk satuan pendidikan khusus.
Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi, menjelaskan bahwa jam malam ini bertujuan mengurangi risiko keterlibatan pelajar dalam tindakan kriminal, termasuk tawuran antarsekolah yang kerap terjadi pada malam hari.

“Setelah gubernur memberlakukan jam malam, kalau nanti ada anak Jawa Barat yang berkelahi, yang dibacok, yang dirampok di jalan kemudian dia harus masuk rumah sakit, Pemerintah Provinsi Jawa Barat tidak akan membantu pembiayaannya,” tegas gubernur yang akrab disapa KDM itu, di hadapan ribuan warga yang menghadiri acara ‘Abdi Nagri Nganjang ka Warga’, di Desa Sukamandijaya, Kecamatan Ciasem, Kabupaten Subang, Rabu (28/5/2025) malam
Dedi menyatakan, ketegasannya terhadap pelajar pelanggar jam malam itu berlaku untuk kedua belah pihak, baik pelaku maupun korban tindak kekerasan. Pasalnya, pelajar yang menjadi korban kekerasan pun dinilainya bersalah karena keluyuran di saat jam malam.
“Anak aing mah teu salah, ceunah. Tapi jam 10 peuting kaluar ti imah, eta salah (Anak saya tidak bersalah, katanya. Tapi jam 10 malam keluar dari rumah, itu salah),” tukas Dedi.
Dedi menyebutkan, jam rawan terjadinya tawuran pelajar berada di kisaran pukul 23.00–02.00 WIB. Adapun lokasi tawuran itu disesuaikan dengan kesepakatan yang mereka buat di media sosial. Untuk itu, penting bagi anak-anak untuk tetap berada di dalam rumah mulai pukul 21.00-04.00 WIB.

Seperti diketahui, penerapan jam malam mulai pukul 21.00 WIB–04.00 WIB itu mendapat pengecualian bagi peserta didik yang mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh sekolah atau lembaga pendidikan resmi. Selain itu, peserta didik yang mengikuti kegiataan keagamaan dan sosial di lingkungan tempat tinggal atas sepengetahuan orang tua/wali.
Tak hanya itu, pengecualian juga berlaku bagi peserta didik yang sedang berada di luar rumah bersama orang tua/wali, dalam kondisi keadaan darurat atau bencana lain serta kondisi lainnya sepengetahuan orang tua/wali.
Dedi pun memerintahkan bupati/wali kota mengoordinasikan mengenai hal tersebut dengan kecamatan/kelurahan/desa/satuan pendidikan dasar/masyarakat. Ia juga meminta agar Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat mengoordinasikan satuan pendidikan menengah/satuan pendidikan khusus.
Tak hanya itu, Dedi juga menginstruksikan agar bupati/wali kota melalui Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota serta Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat berkoordinasi dengan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat dalam rangka pelaksanaan pembinaan dan pengawasan penerapan jam malam tersebut.[]
Sumber Republika
