Begini Nasib Napi Korupsi Agus Hartono Usai Terciduk Keluyuran Dengan Keluarga

by

SEMARANG – Agus Hartono, narapidana kasus korupsi, kini harus menghadapi konsekuensi atas pelanggaran yang dilakukannya. Ia dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Super Maximum Security di Nusakambangan setelah ketahuan keluar dari Lapas Kedungpane, Semarang, dan beraktivitas di luar bersama keluarganya pada pertengahan Januari 2025 lalu.

Kejadian tersebut terungkap setelah Agus kepergok oleh pihak Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah.

Menanggapi hal ini, Kepala Lapas Kedungpane, Mardi Santoso, menegaskan bahwa pelanggaran yang dilakukan Agus terjadi sebelum ia menjabat sebagai Kalapas.

Mardi resmi memimpin Lapas Kedungpane pada 18 Januari 2025, menggantikan Usman Madjid yang berpindah tugas sebagai Kepala Kantor Wilayah Dirjen Pemasyarakatan Sulawesi Barat.

“Narapidana berinisial AH yang melanggar peraturan, di era sebelum saya bertugas di sini, sudah diambil tindakan dipindahkan ke Lapas Super Maximum Security Nusakambangan,” ujarnya dilansir Tribun-medan.com, Senin (10/2/2025).

Mardi juga menyatakan bahwa petugas Lapas Kedungpane yang terlibat dalam insiden tersebut telah dikenai sanksi disiplin, termasuk mantan Kalapas Usman Madjid.

Mardi menyebut petugas lapas sudah diberi sanksi disiplin terkait kaburnya Agus tersebut, termasuk Usman Madjid.

“Kami  terus berkomitmen untuk terus menjaga integritas, tegas saya katakan siapapun yang terbukti melakukan pelanggaran akan ditindak sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” jelasnya.

Untuk diketahui, Agus Hartono adalah mantan Direktur Utama (Dirut) PT Citra Guna Perkasa dan PT Seruni Prima Perkasa yang melakukan berbagai tindak pidana korupsi (tipikor).

Adapun kasus pertama yang menjerat Agus adalah terkait kredit macet di PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Perseroda) Tbk atau BJB cabang Semarang pada tahun 2017.

Dia disebut mencairkan kredit dengan menggunakan order pembelian palsu. Selain itu, dia menggunakan kredit tersebut tidak sesuai dengan tujuan pengajuannya.

Baca Juga:  Sidang Sengketa Pilkada Ditunda karena Ipar Jokowi Anwar Usman Sakit

Akibat perbuatannya, negara rugi mencapai Rp25 miliar.

Agus pun divonis 10,5 tahun penjara karena dianggap hakim PN Semarang terbukti bersalah melanggar Pasal 2 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 2019 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Vonis tersebut dijatuhkan kepada Agus pada 18 Juli 2023 silam.

Selain itu, Agus juga dijatuhi hukuman denda sebesar Rp400 juta subsider tiga bulan penjara.

Dia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp14,7 miliar. Jika tidak bisa membayar, maka asetnya akan disita.

Namun, apabila asetnya memiliki nilai yang tidak sesuai dengan besaran uang pengganti, maka Agus dihukum tambahan berupa empat tahun penjara.

Tak cuma di Bank BJB, Agus juga melakukan korupsi terkait kredit macet di Bank Mandiri.

Tak tanggung-tanggung, dia membuat negara rugi mencapai Rp93 miliar dan membuatnya divonis dua tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider dua bulan penjara.

Selain itu, Agus juga wajib membayar uang pengganti Rp52 miliar. Namun, jaksa mengajukan banding terkait vonis hakim tipikor PN Semarang tersebut.

Banding jaksa pun diterima oleh hakim tinggi Supraja, Winarto, dan Jeldi Ramadhan pada Selasa (4/2/2025) lalu.

Hukuman terhadap Agus pun justru diperberat dua kali lipat menjadi 8 tahun penjara.

Selain tersangkut kasus kredit macet, Agus juga dikenal sebagai mafia tanah di Salatiga, Jawa Tengah.

Dia diduga terlibat dalam aksi penipuan bersama dua rekannya, yakni Donni Iskandar Sugiyo Utomo (DI) alias Edward Setiadi dan Nur Ruwaidah alias Ida. 

Kasus ini bermula pada tahun 2016, ketika tersangka Edward Setiadi dan Ida mengaku sebagai notaris dan menawarkan pembelian tanah kepada masyarakat. 

Baca Juga:  Terkait Dugaan Korupsi Perjalanan Dinas, Kejati Lampung Periksa 2 Mantan Sekwan DPRD Tanggamus

Mereka berhasil mendapatkan 11 bidang tanah seluas 3 hektar dengan memberikan uang muka Rp 10 juta kepada masing-masing pemilik tanah. 

Setelah itu, Edward Setiadi meminjam sertifikat tanah korban dengan alasan akan dicek keasliannya di Badan Pertanahan Nasional (BPN). 

Namun, tanpa sepengetahuan pemilik tanah, seluruh sertifikat tersebut justru dialihkan atas nama Agus Hartono dan dijadikan jaminan di bank.[]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *