DAMPAK BURUK PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL UNTUK ANAK : PERLUKAN PEMBATASAN DENGAN REGULASI

by
Dr. Ernita Dewi,S.Ag.,M.Hum | Foto Dok Pribadi

Oleh Dr. Ernita Dewi,S.Ag.,M.Hum

Baru-baru ini Australia mengeluarkan regulasi yang meminta secara tegas pemberlakuan larangan anak di bawah umur 16 tahun untuk menggunakan media social. Gebrakan ini menurut saya sangat luar biasa dan patut untuk diikuti oleh negara dan daerah Aceh yang kita cintai ini. Bagaimana tidak media sosial tidak mengenal batas-batas nilai baik dan buruk, akan memberikan dampak buruk bagi anak-anak yang masih belajar tentang kehidupan.

Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, melaporkan bahwa saat ini jumlah pengguna internet di Indonesia tahun 2024 mencapai 221.563.479 jiwa dari pupolasi 278.696.200 jiwa penduduk Indonesia. Makan dapat disimpulkan bahwa tingkat penetrasi internet Indonesia menyentuh angka 79,5 persen.

Tidak heran jika Indonesia menjadi pasar paling menjanjikan untuk semua media social internet seperti Facebook, Instagram, Twitter, Snapchat, Imo,Tiktok, dan lain-lain. Saat ini media social menjadi yang sangat popular bagi pengguna internet bahkan hampir semua orang memilikinya, dari anak-anak sampai orang tua.

Media social sudah menjadi bagian penting dalam kehidupan sekarang. Jejak digital seseorang dapat ditelusuri melalui media social terutama bagi mereka yang suka mengupload semua aktivitas pribadi.

Media sosial dapat diibaratkan seperti pisau bermata dua, pada satu sisi media social dapat membantu banyak orang mendapatkan informasi serta membangun komunikasi dengan berbagai orang di seluruh belahan dunia. Dengan media social seseorang mendapatkan pengalaman tentang kehidupan yang lebih baik. Akan tetapi sisi buruknya juga tidak sedikit, sebab orang-orang media social dapat merubah sikap dan prilaku seseorang baik secara sadar ataupun tidak. Sebab apa yang ditampilkan di media social akan sangat mudah ditiru oleh siapapun yang melihatnya, lalu akan berusaha menjadi orang tersebut, bahayanya jika yang ditiru adalah sikap flexing, hedon, dan prilaku kasar. Apalagi pengguna media social sudah sangat banyak di Indonesia.

Baca Juga:  Nenek Ruhamah si Ceria, Kini Tenang di Maqbarah Syuhada

Dampak buruk media social bukanlah isapan jempol, dan hal ini tidak bisa dianggap sepele, sebelum kehancuran yang lebih berat terjadi di masa mendatang. Dampak buruk media soaial bisa merubah prilaku anak seperti suka menyendiri, suka membully terhadap teman, perubahan gaya hidup, tutur kata yang tidak sopan, gampang emosi dan marah yang tidak terkontrol, kecanduan yang berlebihan terhadap penggunaan gadget, terbentuknya komunitas, kurangnya interaksi sosial di dunia nyata dan pelanggaran nilai-nilai norma yang berlaku di masyarakat dan di sekolah. Ini baru pada dataran perubahan sikap dan prilaku, belum lagi tingginya angka kekerasan seksual, sebagaimana laporan Komnas Perempuan bahwa dalam kurun waktu Mei 2022 sampai Desember 2023 pihaknya menerima 2776 kasus kekerasan pada perempuan berbasis elektronik. Terdapat 679 anak yang menjadi korban kekerasan seksual.

Media social menjadi salah satu faktor utama penyebab tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Pernyataan ini disampaikan Kasat Reskrim Polres Fakfak, AKP Arif Usman Rumra S.Sos.,M.H. Dalam penyelidikannya ditemukan banyaknya anak yang menjadi korban kekerasan akibat terpapar konten orang dewasa yang seharusnya tidak mereka lihat. Penyebaran konten ini sangat cepat tersebar di media social, bahkan tidak jarang saat satu kawan menemukan akan mengirim ke teman yang lain.

Meskipun banyak yang belum terekspos ke media akan tetapi dalam kesehariaan dapat dilihat bagaimana media social membentuk anak dan remaja menjadi lebih mengikuti apa yang menjadi trend di dunia maya. Salah seorang remaja berusia 14 tahun pernah bercerita bahwa dia sering dikirimkan video atau gambar alat kelamin laki-laki dan itu membuat remaja tersebut menjadi shock dan trauma. Ada juga anak berusia 10 tahun memiliki intagram dan terlibat dengan cinta monyet dengan teman-teman dalam instagrammnya. Lebih parah lagi ketika ada teman yang posting baju baru, atau makan makanan enak di restoran, lalu kemudian teman-teman yang lain ingin juga dibelikan makanan atau baju tersebut, jika tidak mereka akan bertingkah untuk tidak pergi mengaji atau sekolah. Melalui media social anak-anak dan remaja akan sedikit bersikap narsis dengan foto-foto selfi, ini juga akan mengundang banyak kejahatan seksual terhadap anak dengan kemunculan foto-foto mereka yang bisa diakses oleh banyak orang.

Keluhan kerap disampaikan oleh para ibu terkait kecanduan anak terhadap media social, seorang ibu menceritakan bahwa anaknya gadisnya tidak pernah keluar dari kamar usai pulang sekolah, dia menyendiri di kamar dan chating bersama teman-temannya sampai tengah malam. Jika hanphone disita ibunya, dia seperti sakau dan menjerit-jerit tidak terkontrol. Prestasinya menurun, dia sibuk dengan berfoto selfi dan mengunggah di social media miliknya. Aktivitas di handphone untuk chating, nonton video di Instagram, tiktok dan main game. Tugas-tugas sekolah sering diabaikan, lebih peduli dengan dunia maya.

Baca Juga:  Menanti Kepemimpinan Perempuan di Aceh Setelah 4 Abad yang lalu.

Cerita ibu ini adalah satu diantara ribuan ibu-ibu yang dibuat khawatir dan gelisah dengan para remaja yang sekarang sudah lebih hidup di dunia maya daripada di dunia nyata. Seorang bapak menggugat video di akun tiktoknya, dan menceritakan tentang pengalaman anaknya yang sudah kecanduan handphone, sampai membuat anak tersebut tidak lagi berinteraksi dengan dunia sekitar, prestasi di sekolah menurun, lalu handphone dicabut, sempat tidak terima dalam beberapa hari, dan sesudah 3 bulan tanpa handphone anak tersebut sudah bisa menikmati hari-hari dengan keluar rumah, bermain seperti normalnya seorang anak. Prestasi ini tentu sangat menggembirakan, ketika seorang anak lepas dari handphone maka kehidupannya akan kembali normal.

Media social memudahkan orang untuk terhubung dengan dunia lain yang jauhnya beribu mil dengan perbedaan culture, dan ini menciptakan dampak serius bagi pembentukan karakter anak. Belum lagi sekarang hamper semua orang tua memberikan handphone pada anak dengan alas an agar tidak menangis, untuk belajar, agar mau patuh pada orang tua. Tanpa disadari bahwa dalam handphone tersebut banyak hal yang akan merubah anak karena pengaruh orang-orang yang tidak bertanggungjawab di dunia maya yang menyebarkan konten-konten yang menjijikan dan menghacurkan moralitas.

Media sosial tidak hanya mempengaruhi suatu golongan masyarakat atau suatu tingkat umur saja, akan tetapi berpengaruh terhadap setiap golongan di setiap umur, termasuk anak-anak. Selanjutnya, pengaruh media sosial terhadap anak-anak juga tidak terbatas pada suatu daerah tertentu. Hal ini sudah menjadi masalah internasional dengan aspek dan masalah yang beragam. Mengantisipasi dampak buruk media social, pemerintahan Australia menetapkan regulasi baru yang berkaitan dengan penggunaan media sosial bagi anak. CNN memberitakan bahwa Australia menetapkan salah satu undang-undang yang paling ketat di dunia, yaitu melarang anak-anak di bawah umur 16 tahun. Hal ini ditetapkan dengan tujuan untuk mengurangi bahaya yang mengancam anak sebagai pengaruh dari penggunaan media sosial. Australia sudah memulai menerapkan regulasi ini, tentu ini bukan putusan yang tidak punya dasar, tetapi berlandasakan pada dampak negative masa Panjang untuk menyelamatkan generasi muda sebagai asset bangsa. Australian sudah memulai, sepertinya Indonesia juga harus mempersiapkan regulasi yang mempuni mengatasi masalah ini, ada kebutuhan yang besar terhadap teknologi internet, tetapi ada kewajiban kita juga untuk menyelematakan generasi muda dari bahaya internet, social media yang dapat menghancurkan mentalitas dan harapan hidup lebih baik di masa mendatang..

Baca Juga:  Menanti Kepemimpinan Perempuan di Aceh Setelah 4 Abad yang lalu.

————-

Penulis Dr. Ernita Dewi,S.Ag.,M.Hum, Ketua Wanita Syarikat Islam Kota Banda Aceh, Dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry Dan Mahasiswa PPS UIN Ar-Raniry Prodi Bahasa Arab Tahun 2024

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *