Dosen UB: Banyak Lulusan PT Menganggur dan Produk Riset Tak Tembus Pangsa Industri

by
Dosen Biologi Universitas Brawijaya (UB), Prof. Drs. Sutiman Bambang Sumitro, SU., D.Sc.| KOMPAS.com/ Nugraha Perdana

MALANG – Dosen Biologi Universitas Brawijaya (UB), Prof. Drs. Sutiman Bambang Sumitro, SU, DSc, mengungkapkan keprihatinannya terkait tingginya angka pengangguran di kalangan lulusan perguruan tinggi (PT).

Seperti diberitaan Kompas.com, menurut Profesor Sutiman, permasalahan ini lebih signifikan dibandingkan dengan jenjang pendidikan lainnya seperti SD, SMP, atau SMA.

“Permasalahan kita sekarang justru adalah pertama, banyaknya pengangguran di perguruan tinggi. Jadi pengangguran itu tidak di lulusan SD, SMP atau SMA, tapi malah banyak di perguruan tinggi,” kata Prof Sutiman dalam wawancara pada Ahad (05/01/2025).

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2024 menunjukkan bahwa terdapat 842.378 lulusan pendidikan tinggi, mulai dari sarjana hingga doktor, yang menganggur.

Prof Sutiman menilai bahwa kondisi ini disebabkan oleh Indonesia yang belum sepenuhnya bertransformasi menjadi negara industri. Ia menekankan bahwa hubungan antara perguruan tinggi dan industri belum terjalin dengan baik.

“Nah, industri sendiri karena kebanyakan adalah pemegang lisensi dari luar negeri. Sehingga, sebenarnya adalah kepanjangan tangan dari industri yang ada di luar negeri. Ini artinya iklim untuk suatu jalinan kerja ini belum bagus,” ujarnya.

Prof Sutiman berharap pemerintah Indonesia dapat memberikan solusi untuk masalah ini. Ia membandingkan dengan Tiongkok yang saat ini berusaha mengejar ketertinggalan dari Amerika Serikat dalam penguasaan industri dan teknologi.

“Kita lihat China itu mengejar Amerika, di dalam perkembangan teknologi, sains terapannya, hal-hal yang tidak terjadi di bagian dunia yang lain diadakan. Nah, ini hanya bisa dilakukan kalau ada sinergisme kerja yang bagus,” jelasnya.

Selama lebih dari 40 tahun berkarir sebagai akademisi, Prof Sutiman juga menyampaikan bahwa tidak semua produk riset yang telah dipatenkannya dapat masuk ke industri.

Baca Juga:  Mau studi apa?, Prabowo Minta Pejabat Kurangi Perjalanan ke Luar Negeri

Ia mengungkapkan kekecewaannya terhadap hasil riset yang tidak terimplementasi.

“Dipaten saja gitu, bahkan rasanya kayak dipateni (dimatikan). Karena itu menjadi tumpukan ide yang tidak terimplementasikan,” keluhnya.

Untuk mengatasi masalah tersebut, Prof Sutiman mengembangkan komunitas penelitian bernama Institut Molekul Indonesia yang bekerja sama dengan klub Reverse Edging and Homestasis.

Klub ini terdiri dari anggota yang menghadapi masalah produktivitas individu atau kualitas hidup yang kurang baik.

“Saya mengembangkan suatu teknik namanya nano bubbles yang berisi gas-gas yang sebetulnya normal ada di dalam tubuh manusia. Tetapi mengalami masalah ketika dia menjadi menua atau ada penyakit-penyakit degeneratif,” jelasnya.

“Nah, di dalam klub itulah saya kemudian berusaha memperkenalkan itu. Dan mereka yang setuju member kita sekarang sudah di atas 15.000 untuk klub itu. Bagaimana kualitas hidup bisa kita tingkatkan dengan teknologi nano bubbles,” pungkasnya.[]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *