Dr. M. Adli Abdullah Pada Pertemuan ICSF di Colombo, Paparkan Pentingnya Perlindungan Hak Hak Nelayan Kecil

by

KOLOMBODosen Fakultas Hukum USK yang juga Board of Committee of Indonesian Traditional Fisherfolk Union (KNTI), M. Adli Abdullah, mewakili Republik Indonesia dalam dalam pertemuan International Collective in Support of Fish Workers (ICSF) – Forum of Small-Scale Fisheries (FSSF) pada 24-26 Februari 2025 di Colombo Sri Langka.

Dari Colombo, Dewan Penasehat Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Dr. M. Adli Abdullah menyebutkan, nelayan kecil adalah pelopor penjaga ekosistem laut dunia.

“Dalam prensentasi, saya membahas pentingnya melindungi hak hak nelayan kecil di dunia karena merekalah menjadi pelopor menjaga ekosistem laut dan mencari ikan bukan untuk memperkaya diri tetapi untuk menutupi kebutuhan sehari hari mereka berbeda jauh dengan pengusaha perikanan yang terus mengeksploitasi sumber daya kelautan dan mengabaikan hak hak nelayan kecil” Ujar Dr M Adli Abdullah melalui WhatsApp nya kepada penanews.co.id, Jum’at (28/02).

M Adli dalam perjalanan pulang dari Sri Langka-Jakarta dan Banda Aceh, menyebutkan bahwa dalam seri diskusi terhadap adanya nelayan kecil yang ditahan di negara lain, agar mereka tidak diperlakukan sebagai penjahat perikanan tetapi dilihat dilihat dari sisi kemanusiaan sehingga perlu diatur lebih lanjut dalam kerjasama bilateral antar negara

“Turut saya bahas nasib nelayan Aceh yg sering ditanah oleh otoritas portblair andaman di India agar mereka ada penanganan khusus seperti yg dilakukan oleh nelayan sri langka bangladesh dan pakistan di India.”kata M Adli.

Pertemuan ICSF – FSSF ikut membahas perlu Perlindungan Khusus Nelayan Kecil dalam Mempertahanankan Wilayah Tangkapannya.

Kehadiran Nelayan kecil di dunia perlu dilindungi karena mereka berkonstribusi dalam ketahanan pangan dan bagian dari identitas budaya, seperti Sasi, Awig Awig dan Panglima laot di Indonesia.

Pertemuan para akadamisi, aktifis nelayan dari berbagai belahan dunia menunjukkan pentingnya pengakuan bersama berbagai elemen di dunia terhadap kehadiran nelayan dan petambak tradisional terhadap ketahanan pangan, sumber mata pencaharian, pembangunan sosial dan bisa menjadi penopang ekonomi negara.

Baca Juga:  Prabowo Respon Penembakan 2 PMI Asal Aceh di Malaysia, Ingatkan Jangan Mau Dibohongi Sindikat

Apalagi tercatat bahwa produksi ikan dari Small Scale Fisheries (SSF) sumber utama protein bagi masyarakat pesisir, khususnya di negara-negara berkembang.

Dalam diskusi juga dibahas permasalahan nelayan tradisional yang ditangkap karena secara tradisional menangkap ikan di wilayah perairan negara lain yang berdekatan, seperti terjadi Amerika Latin, Afrika Asia Selatan antara India Srilangka, Bangladesh dan Pakistan dan Asia Tenggara Indonesia Malaysia, Philipina. Bahkan ada seperti nelayan kecil Aceh yang sering bermasaalah dengan Nicobar dan Andaman (India).

Para delegasi menyepakati kasus nelayan kecil pelintas bantas ini diselesaikan secara kemanusiaan dan bukan pendekatan hukum. Perlu didorong negara negara yang sering bermasalah tentang nelayan kecil pelintas batas dalam isu perjanjian bilateral.

“Pertemuan ICSF di Kolombo Sri Langka dibangun berdasarkan tindak lanjut dari empat pertemuan regional sebelumnya di Amerika Latin, Afrika, Eropa dan KTT SSF 2024 di Roma.”pungkas Dr.M.Adli Abdullah.

Pertemuan ICSF tahun 2025 dihadiri oleh perwakilan negara-negara, seperti Indonesia, Sri Langka, Malaysia, Ghana, Nederland, Germany, India, Panama, Brazil, Germany, Sweden, Kosta Rika, Berlgium, Thailand, Italia, Tanzania, Colombia, Uganza, Spain, Bangladesh, Piliipina, dan Norwegia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *