BANDA ACEH — Pj Bupati Aceh Besar, Muhammad Iswanto, dituding melakukan kesalahan fatal dengan tidak segera melantik pengganti Sulaimi setelah pejabat tersebut diberhentikan oleh Gubernur Aceh. Akibatnya, segala administrasi dan tindakan yang dilakukan oleh Sulaimi setelah 20 Desember 2024 menjadi batal demi hukum, karena dia tidak lagi menjabat sebagai Sekda sejak tanggal tersebut.
Kesalahan ini terjadi karena SK pemberhentian Sulaimi dari jabatan Sekda yang dikeluarkan oleh Gubernur Aceh pada 20 Desember 2024 disembunyikan oleh Iswanto, sehingga Sulaimi tidak mengetahui statusnya. Tanpa pemberitahuan resmi, Sulaimi tetap melaksanakan tugas seperti biasa, menerima tunjangan, dan hak-hak lainnya yang seharusnya hanya diberikan kepada pejabat yang sah.
Berdasarkan SK Gubernur Aceh nomor PEG.821.22/66/2024 tanggal 20 Desember 2024, Sulaimi diberhentikan dari jabatan Sekda Aceh Besar terhitung mulai tanggal 20 Desember 2024. SK tersebut dinyatakan berlaku sejak tanggal ditetapkan, yakni 20 Desember 2024.
Dengan demikian, secara hukum sejak tanggal 20 Desember 2024, Pemkab Aceh Besar tidak lagi memiliki Sekda. Sementara, Iswanto tidak memberitahukan kepada Sulaimi bahwa dia bukan Sekda lagi.
Akibat tidak mengetahui “rahasia” yang disimpan rapat-rapat oleh Iswanto, Sulaimi tetap bekerja seperti biasa di saat dia bukan lagi Sekda karena telah diberhentikan oleh gubernur. Kesalahan yang diciptakan oleh Iswanto ini akan menimbulkan implikasi hukum dalam pemerintahan Aceh Besar.
Seperti diketahui, Iswanto baru melakukan pergantian Sekda pada tanggal 17 Januari 2025 menyusul pelantikan Sulaimi sebagai Staf Ahli Bupati. Padahal sejak 20 Desember 2024, Sulaimi bukan Sekda lagi. Dengan kata lain, terjadi kekosongan Sekda selama 27 hari.
Mantan Sekda Sulaimi yang dikonfirmasi KabarAktual.id, Jumat (24/1/2025), membenarkan informasi tersebut. Dia mengaku sama sekali tidak mengetahui bahwa sejak 20 Desember 2024 tidak menjabat sekda lagi, makanya dia tetap bekerja seperti biasa.
Menurut Sulaimi, dia baru mengetahui diberhentikan dan dimutasi menjadi Staf Ahli pada pagi Jumat tanggal 17 Januari 2025. Karena dilakukan secara mendadak dan terkesan seperti ditodong, kata dia, makanya pelantikan tersebut terlihat tidak lazim sebagaimana aturan pelantikan seorang pejabat eselon II.
Sulaimi menambahkan, jika pemberhentian itu mengacu SK Gubernur Aceh maka seluruh administrasi yang ditandatanganinya atas nama Sekda Aceh Besar setelah 20 Desember 2024 menjadi batal demi hukum. “Ini dapat memunculkan masalah besar, terutama terkait kebijakan administratif dan pengelolaan anggaran.,” ujarnya.
Dikatakan, kecerobohan yang dilakukan Pj Bupati Iswanto mencerminkan kesalahan dalam pengelolaan birokrasi yang buruk. Kesalahan fatal itu, kata dia, terjadi akibat kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengambilan keputusan. Akibatnya, seluruh kebijakan dan keputusan yang diambil atas nama Sekda setelah SK gubernur berlaku harus dinyatakan tidak sah.
Selain itu, proses pemberhentian Sekda Kabupaten Aceh Besar ini menunjukkan kejanggalan dalam sistem hukum administrasi. Dampaknya signifikan terhadap APBK Aceh Besar tahun 2025, karena secara hukum administrasi, yang berwenang menandatangani Dokumen Pelaksana Anggaran (DPA) untuk tahun anggaran 2025 adalah Sulaimi.
Namun, karena Sulaimi sudah diberhentikan sejak 20 Desember 2024, sementara pemberhentiannya secara resmi baru dilaksanakan pada 17 Januari 2025, tanpa pemberitahuan sebelumnya. Sehingga terjadi kekosongan Sekda selama 27 hari.
Pj Bupati Muhammad Iswanto telah dicoba mintai penjelasan terkait permasalahan kekosongan Sekda tersebut, Jumat (24/1/2025) malam. Namun, pertanyaan tertulis yang disampaikan KabarAktual.id melalui nomor WhatsApp pejabat tersebut tidak juga mendapatkan respon hingga Sabtu 25 Januari 2025.[]