Gedung Setan di Surabaya Ambruk, 61 Jiwa dalam Kesedihan, berikut Faktanya

by
by
Gedung Setan di Surabaya. | Foto: Esti Widiyana

SURABAYA – Tragedi ambruknya atap Gedung Setan yang terletak di Jalan Banyuurip Wetan, Surabaya, menyisakan luka yang mendalam bagi para penghuni. Sebanyak 61 jiwa kini terpaksa tinggal di pengungsian dengan kondisi bantuan yang sangat terbatas.

Mereka kehilangan tempat tinggal, dan harapan untuk kembali ke gedung bersejarah itu semakin memudar. Mencari tempat tinggal baru menjadi tantangan besar di tengah keterbatasan yang ada.

Berikut ini adalah sejumlah fakta sedih yang dikutip dari detikJateng tentang para penghuni Gedung Setan yang kini tidak memiliki tempat tinggal setelah atap bangunan tersebut ambrol:

1. Penghuni Mengungsi ke Balai RW dan Balai RT
Atap Gedung Setan ambrol saat Surabaya diguyur hujan deras disertai angin kencang. Puluhan penghuni bangunan cagar budaya itu masih bertahan di pengungsian hingga saat ini.

Ada 22 kepala keluarga atau kurang lebih 61 orang yang menghuni Gedung Setan. Setelah atap gedung itu ambrol, para penghuni diungsikan ke Balai RW dan Balai RT terdekat.

Camat Banyuurip Dedy Achmad Choiruddin mengatakan, sudah ada delapan KK atau 18 penghuni yang tidak lagi berada di pengungsian. Mereka keluar dan ikut keluarga di tempat yang lebih layak huni.

“Untuk penghuni Gedung Setan yang dievakuasi di Balai RW 6, semula 20 KK atau 61 jiwa, setelah pendataan BPBD yang bertahan 10 KK atau 35 jiwa di Balai RW 6, serta 2 KK atau 8 jiwa di Balai RT 3, RW 6,” kata Dedy kepada detikJatim, Jumat (20/12/2024).

2. Waktu Mengungsi Hanya 7 Hari
Dedy mengatakan, penghuni Gedung Setan tidak bisa tinggal dalam waktu lama di pengungsian. Oleh karena itu, pihaknya akan memberitahu pengurus dan warga bahwa bantuan berlaku hanya tujuh hari setelah kejadian atap ambrol.

Baca Juga:  Murid SD Meninggal Diduga Dianiaya Kakak Kelas

“Untuk bantuan permakaman dari BPBD selama tujuh hari terhitung Kamis kemarin. Setelah itu tidak ada bantuan lagi. Penghuni diminta mencari kos atau kontrak sendiri. Sementara (disampaikan) ke pengurus dulu, setelah itu ke warganya. Masih menunggu pengurusnya,” katanya.

3. Harapan Penghuni, Atap Diperbaiki dan Bisa Ditinggali Lagi
Salah satu penghuni Gedung Setan lantai 2, Sulastri (42) mengaku tinggal di bangunan lawas itu sejak 2011. Namun, suaminya sudah sejak lahir tinggal di situ atau sejak 1976.

Bahkan, kakek dari suaminya sudah berada di gedung itu sejak zaman Belanda. Setelah kejadian itu, Sulastri ingin atap gedung diperbaiki dan layak huni.

“Pengennya diperbaiki, balik lagi (tinggal di Gedung Setan). Kalau diperbaiki bagus, layak huni, mungkin nggak bahaya,” katanya.

4. Penghuni Gedung Setan Tidak Punya Tempat Tinggal
Ada 8 KK atau 18 jiwa ikut keluarganya, sedangkan 12 KK atau 43 jiwa masih berada di pengungsian. Para penghuni Gedung Setan yang masih bertahan di pengungsian mengaku tidak memiliki tempat tinggal lain atau sanak saudara yang bisa menampung mereka.

Salah satunya Sukmono Catur (41), yang sudah 15 tahun tinggal di gedung bekas kantor zaman Belanda tersebut. Istri dan ayah mertuanya adalah penghuni asli sejak lahir dan keturunan Tionghoa. Ia mengaku tak memiliki tempat tinggal lain selain di Gedung Setan.

“Setelah tujuh hari nggak punya tempat tinggal lain bingung juga. Kalau nggak ada saudara mau tinggal di mana? Cari kos, kontrakan, juga nggak cepat,” kata Sukmono saat ditemui detikJatim di pengungsian Balai RW 6, Banyu Urip Wetan, Jumat (19/12/2024).

5. Berharap Diberi Kemudahan Tinggal di Rusun
Sukmono menceritakan, beberapa tahun lalu ia sudah pernah mengajukan rumah susun. Namun, rumah susun di Surabaya penuh dan harus waiting list cukup lama.

Baca Juga:  Razia HP, Bongkar Dugaan Pemerkosaan Siswa oleh adik Kelas di Sukoharjo

Kali ini, ia dalam kondisi yang sangat darurat setelah dapat musibah. Sehingga Sukmono pun berharap Pemkot Surabaya bisa memberikan kemudahan tinggal di rumah susun.

“Pihak kelurahan katanya akan bersurat ke Pemkot atau dinas terkait. Kami (penghuni Gedung Setan) di sini KTP Surabaya semua, bukan penduduk abal-abal, resmi. Harapan kami ada tempat yang layak,” ujar pria yang juga Wakil Ketua RT 01, RW 06, Banyu Urip Wetan ini.

6. Minta Bantuan Pemkot Surabaya
Ia pun sangat berharap kepada Pemkot Surabaya agar bisa membantu warganya setelah musibah ambruknya sebagian atap tempat tinggal mereka itu. Harapan itu terutama dia alamatkan kepada Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi.

“Kami tetap berusaha, minta tolong pihak terkait, bingung mau tinggal di mana. Kalau bisa minta tolong Pemkot, bapak Wali Kota Pak Eri bisa sedikit melihat kami di sini beberapa generasi. Banyak warga kami yang menjadi staff kampung, kader Surabaya Hebat. Minta tolong dari pihak pemkot bisa berikan kami warga Gedung Setan tempat layak,” harapnya.

Ia sendiri tak ingin bila diperpanjang masa pengungsian di Balai RW dan Balai RT. Pasalnya, Sukmono tidak ingin merepotkan beberapa pihak dan warga lainnya.

7. Sejarah Gedung Setan
Gedung Setan adalah milik perorangan dan bukan aset Pemkot Surabaya. Gedung bergaya Eropa itu berdiri sejak abad ke-19 sebagai kantor Gubernur Jendral Daendels, kemudian dijual dan beberapa tahun kemudian dibeli dokter asal Tionghoa bernama dr Teng Sioe Hie.

Setelah masa peperangan, orang Tionghoa menempati gedung itu sebagai tempat tinggal dan beranak pinak hingga kini. Namun, Gedung Setan hanya ditinggali keturunan Tionghoa.

Sukmono menyebutkan, dahulu sesepuh Gedung Setan diberi mandat memegang surat kuasa untuk menempati dan meninggali gedung itu dengan kamar dipetak-petakkan. Sistem tinggal di Gedung Setan tidak ada sewa bulanan atau tahunan, hanya membayar listrik dan air sesuai kebutuhan masing-masing.

Baca Juga:  Gawat! 10 WNA kembali ditemukan masuk DPT Pemilu 2024 di Tulungagung

“Sistemnya tempat tinggal turunan, tidak bisa tinggal kalau tidak ada turunan Tionghoa. Kalau nggak ada garis keturunan pertama nggak bisa masuk. Di sini murni warga asli Gedung Setan, ini sudah lima generasi. Listrik air sendiri, ada meteran sendiri-sendiri,” pungkasnya.

Lantas bagaimana dengan nasib Gedung Setan yang atapnya ambrol? Camat Banyuurip Dedy mengatakan, bangunan lawas itu meski merupakan cagar budaya bukan merupakan aset milik Pemkot Surabaya, karena pernah menjadi milik pribadi. Sebab itu, perbaikan tidak bisa langsung dilakukan Pemkot Surabaya.

“Dikarenakan Gedung Setan tidak dalam aset Pemkot Surabaya, untuk sementara belum diintervensi,” ujarnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *