Hukum Arisan dalam Islam, Apakah Diperbolehkan?, Begini Penjelasannya

by
Ilustrasi Arisan keluarga | Foto pexels.com/Photo by ELEVATE

ARISAN merupakan tradisi yang telah lama mengakar dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Aktivitas ini biasanya dilakukan dalam kelompok, di mana setiap anggota secara rutin menyetorkan sejumlah uang atau barang, yang kemudian diberikan secara bergilir kepada salah satu anggota berdasarkan undian.

Bentuk arisan pun kini sangat beragam, mulai dari arisan uang, bahan makanan, barang elektronik, hingga arisan haji dan bahan bangunan seperti semen.

Menariknya, praktik serupa ternyata juga sudah dikenal di kalangan masyarakat Arab sejak abad ke-9 Hijriyah. Di sana, kegiatan ini disebut jum’iyyah al-muwazhzhafin atau al-qardhu at-ta’awuni, yang umumnya dilakukan oleh para wanita. Hingga kini, konsep gotong royong dalam bentuk arisan tersebut masih terus berkembang di berbagai belahan dunia Islam.

Meski tampak sederhana, arisan juga menjadi perhatian dalam kajian hukum Islam. Salah satu aspek yang menjadi sorotan adalah sistem pengundian untuk menentukan siapa yang menerima giliran dana terlebih dahulu. Dalam Islam, sistem undian yang melibatkan keuntungan dan kerugian bisa masuk dalam kategori yang diharamkan, karena mengandung unsur maysir atau perjudian.

Namun, berbeda dengan undian berhadiah yang bersifat spekulatif, sebagian ulama memandang bahwa arisan tidak termasuk dalam praktik haram selama dijalankan secara transparan, sukarela, dan tanpa unsur riba atau penipuan. Oleh karena itu, penting bagi umat Muslim untuk memahami mekanisme arisan secara mendalam agar tetap sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Berikut hukum Arisan menurut pandangan Islam yang dikutip.Penanews.co.id dari beberapa Sumber

Hukum Arisan dalam Islam

Mengutip buku Hukum Arisan dalam Islam Kajian Fikih terhadap Praktik ROSCA oleh Mokhamad Rohma Rozikin, dalam bahasa Arab, arisan dikenal dengan istilah jam’iyyah muwaddhofin.

Jam’iyyah mengandung arti perkumpulan atau asosiasi, sedangkan muwaddhofin artinya para karyawan. Jadi, secara istilah, jam’iyyah muwaddhofin dapat dimaknai sebagai perkumpulan para karyawan.

Menurut Al-Khostlan, istilah jam’iyyah muwaddhofin tersebut memiliki makna yang sepadan dengan arisan di Indonesia. Sebab, pelaku arisan di Arab memang lebih banyak dilakukan oleh para karyawan.

Seperti yang disebutkan, arisan dilakukan dengan sistem undi. Misalnya, sekelompok orang melakukan kesepakatan untuk menyerahkan sejumlah uang dengan nilai yang sama. Kemudian pada waktu tertentu, misalnya tiap akhir bulan, seluruh harta yang terkumpul diserahkan kepada salah satu yang memenangkan undian tersebut.

Pada akhir bulan kedua, uang arisan diserahkan pada anggota yang lain dan seterusnya, sehingga masing-masing dari mereka menerima harta sebanyak yang diterima orang pertama tanpa penambahan atau pengurangan. Untuk menentukan pemenang arisan itulah dilakukan sistem undi atau pengocokan.

Menurut pakar fikih muamalah Kyai Haji Shidiq Aljawi, hukum-hukum arisan dalam syariat Islam antara lain sebagai berikut:

1. Jumlah uang yang diperoleh pemang arisan wajib sama dengan akumulasi iuran yang dibayarkan oleh seorang peserta arisan. Selisih kurang atau lebih adalah riba.

2. Jika dalam arisan yang dikumpulkan adalah uang, maka pemenang arisan hanya boleh menerima uang yang sama jenisnya dan sama jumlahnya.

3. Jika dalam arisan yang dikumpulkan adalah barang, misalnya beras, gula dan lain-lain maka pemenang arisan hanya boleh menerima barang yang sama jenisnya dan yang sama berat atau takarannya.

4. Tidak boleh arisan yang mengumpulkan uang tapi pemenangnya mendapatkan barang. Demikian juga sebaliknya, tidak boleh arisan yang mengumpulkan barang tapi pemenangnya mendapatkan uang.

5. Jika ingin mendapatkan barang maka harus memenuhi dua syarat terlebih dahulu. Yang pertama, pemang arisan diberi opsi atau pilihan yaitu boleh mengambil uang atau boleh mengambil barang. Yang kedua, pemenang arisan yang memilih opsi mengambil barang harus melakukan akad jual beli lagi secara terpisah dengan akad arisan di awal.

6. Biaya operasional atau konsumsi tidak boleh diambil atau dipotong dari uang arisan.

7. Biaya operasional atau konsumsi tidak boleh menjadi tanggungan yang dapat arisan.

8. Tidak boleh ada lelang dalam arisan, karena lelang akan menimbulkan riba yaitu tambahan dari jumlah arisan yang sudah dibayar oleh pemenang lelang.

Hukum arisan dalam Islam memang tidak disebutkan secara eksplisit dalam Alquran dan hadits. Namun, mayoritas ulama berpendapat arisan hukumnya mubah atau boleh.

Sebenarnya, arisan hukumnya boleh karena termasuk dalam akad qordh ataupun pinjaman. Namun jika melanggar hukum syara’ tentang qordh atau pinjaman, arisan bisa termasuk riba dan hukumnya haram.

Sa’id Abdul Abdul Adhim dalam kitab Akhtho’ Sya’-i-’ah fi Al-Buyu’ wa Hukmu Ba’dhi Al-Mu’amalat Al-Hammah membolehkan arisan karena dianggap memudahkan mu’sirin (orang-orang yang kesusahan). Ia bahkan memujinya sebagai jenis takaful ta’awuni atau solidaritas mutual.

Namun, ada pula yang mengharamkan arisan apabila kegiatan tersebut mensyaratkan anggota tidak boleh mundur sebelum dua atau lebih siklus berakhir yang membuat adanya unsur perutangan di dalamnya.

Dijelaskan dalam buku Kumpulan Kultum Muslimah Terbaru tulisan Ust. A. Septiyani, dalam arisan memang terdapat kegiatan mengundi, tetapi itu tidak sama dengan undian berhadiah yang hukumnya haram. Undian dalam arisan hanya dilakukan agar peserta bisa memenangkan arisan secara bergilir.

Kata pengundian itu juga ada di dalam sebuah riwayat hadits, di mana Aisyah r.a. pernah berkata, “Rasulullah SAW apabila pergi, beliau mengadakan undian di antara istri-istrinya. Lalu jatuhlah undian tersebut kepada Aisyah dan Hafsyah. Kemudian keduanya pun pergi bersama beliau.

Itulah penjelasan mengenai hukum arisan dalam Islam. Nah, sebagai umat Islam hendaknya kita memperhatikan hal-hal sederhana tersebut agar tidak menimbulkan dosa.

ya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *