
JAKARTA – Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang baru saja disahkan pada 20 Maret 2025 menjadi perhatian publik karena dianggap berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi militer dalam kehidupan sipil.

Anggota Tim Kajian Indonesia Digital and Cyber Institute (IDCI) Dr.Taufiq A.Gani dalam realisenya kepada penanews.co.id (21/03/2025) mengemukakan, pandangan yang berbeda.

Walaupun dalam regulasi UU TNI membuka peluang penempatan prajurit aktif TNI di sejumlah lembaga atau Kementerian negara, menurut IDCI, isu ini bukan hanya soal distribusi jabatan, tapi menyentuh aspek fundamental dalam membangun kepemimpinan nasional yang inklusif, professional dan responsif terhadap tantangan zaman.


Taufiq A Gani dari Tim Kajian Kepemimpinan Strategis dan Pertahanan Siber IDCI juga mengungkapkan, tantangan strategis kontemporer ke depan seperti keamanan siber, krisis energi maupun bencana global sebenarnya membutuhkan kolaborasi lintas sektor yang erat antara sipil dan militer.
“Dalam literatur klasik, seperti pemikiran huntington dan Janowitz, pemisahan sipil-militer menjadi landasan untuk menjaga supremasi sipil. Namun, teori Concordance dari Rebcca L. Schiff memperkenalkan pendekatan yang lebih kontekstual, stabilitas sipil-militer dicapai melalui kesepahaman antara militer, elite politik dan masyarakat,” terang Alumni PPRA 65 Lemhannas.
Dr. Taufiq A Gani mencontohkan, model seperti National Security Council (NSC) di berbagai negara menunjukan efektivitas integrasi tersebut dalam merespons ancaman multidimensi.
IDCI menegaskan bahwa sinergi antara sektor sipil dan militer bukanlah ancaman terhadap demokrasi, melainkan peluang untuk membangun kepemimpinan nasional yang lebih profesional, inklusif, dan tangguh menghadapi disrupsi global.

Menurut Taufiq A Gani, kebijakan penempatan TNI aktif dalam jabatan sipil tidak boleh dimaknai sebagai solusi atas stagnasi karier militer semata. Seleksi harus bersifat terbuka, berbasis kompetensi dan mempertimbangkan kebutuhan riil organisasi.
“Sebagai contoh, dalam bidang pertahanan siber, personel TNI dengan keahlian Command and Control (C2) dapat memberikan kontribusi strategis. Namun, untuk jabatan yang bersifat administratif atau teknis, pemetaan jabatan harus dilakukan secara cermat agar tidak mengabaikan prinsip meritokrasi,” imbuh alumni PKN II LAN RI ini.
IDCI menekankan konsep Command and Control (C2) yang kini berevolusi menjadi C5ISR (Command, Control, Communications, Computers, Cyber, Intelligence, Surveillance, and Reconnaissance), menjadi fondasi penting dalam menghadapi dinamika ancaman digital dan krisis nasional.
Penguasaan C2/C5ISR tidak hanya relevan dalam domain militer, tetapi juga dalam manajemen bencana, keamanan nasional, dan tata kelola birokrasi berbasis data. Pemimpin nasional yang memahami prinsip ini akan lebih mampu mengarahkan pemerintahan yang adaptif dan responsif.
Indonesia, menurut Anggota Tim Kajian Institute Digital and Cyber Indonesia ini, dapat mengadaptasi model dari pengalaman National War College (AS) dan Institute of Defence and Strategic Studies (Singapura) menunjukkan pentingnya pendidikan lintas sektor dengan menerapkan program kepemimpinan nasional (PKN LAN), PPRA/PPSA Lemhanas dan melalui program studi di Universitas Pertahanan misalnya.
Model tersebut diyakini akan mencetak pemimpin yang memahami geopolitik, pertahanan, dan tata kelola pemerintahan secara komprehensif.

Untuk mendukung upaya sinergi yang positif antara sipil dengan militer IDCI merekomendasikan kebijakan yaitu,
- Regulasi Komplementer; Diperlukan revisi UU ASN, UU TNI, dan UU Polri agar integrasi kepemimpinan lintas sektor memiliki dasar hukum yang konsisten dan saling mendukung.
- Rekrutmen Berbasis Kompetensi; Kemenpan-RB dan BKN harus menyusun sistem seleksi yang memungkinkan ASN, Polri, dan TNI bersaing secara terbuka untuk jabatan strategis, tanpa diskriminasi institusional.
- Kurikulum Bersama; Lemhannas, LAN, Polri, dan Kemenhan perlu menyusun kurikulum terpadu yang memadukan wawasan pertahanan, tata kelola pemerintahan, dan transformasi digital.
(chliss)

