IPSM Aceh Dorong Aparat Gampong Jadi “Penjaga Pintu” Pendistribusian Elpiji

by

BANDA ACEH – Penanews.co.id – Ikatan Pekerja Sosial Masyarakat (IPSM) Provinsi Aceh mendorong pelibatan penuh aparat gampong dalam proses distribusi gas elpiji bersubsidi.

Tujuan utamanya adalah mencegah penyelewengan serta penumpukan antrian, terutama di tengah tekanan ekonomi rumah tangga yang semakin terasa – apalagi saat menghadapi krisis atau bencana.

Ketua Umum IPSM Aceh, Dr. Safwan Nurdin, SE, M.Si, menjelaskan bahwa bagi banyak keluarga berpenghasilan rendah, elpiji bersubsidi bukan sekadar kebutuhan sehari-hari di dapur. Lebih dari itu, ia menjadi faktor penentu daya tahan ekonomi harian mereka.

Jika distribusi terganggu atau tidak tepat sasaran, beban pengeluaran rumah tangga miskin akan langsung meningkat.

“Karena itu, keuchik, kepala dusun, ketua RT, hingga unsur pemuda gampong harus menjadi garda terdepan dalam pendataan dan verifikasi penerima elpiji,” ujar Safwan di Banda Aceh.

Menurutnya, pendataan harus dilakukan secara menyeluruh dengan prinsip by name by address – mencantumkan nama kepala keluarga, alamat lengkap, hingga nomor rumah.

Skema ini dinilai krusial untuk memastikan bantuan benar-benar sampai ke kelompok yang paling membutuhkan.

“Keuchik dan aparat gampong adalah penjaga pintu. Pangkalan tidak boleh menerima laporan kebutuhan gas kecuali yang berasal dari keuchik setempat,” tegasnya.

Safwan menekankan bahwa aparat gampong tidak boleh hanya mengandalkan laporan sepihak atau pemeriksaan administratif semata seperti KTP dan Kartu Keluarga. Verifikasi langsung ke rumah warga wajib dilakukan sebelum nama penerima diusulkan ke pangkalan elpiji.

“Jangan hanya percaya laporan saja. Harus dicek langsung ke rumahnya. Hal ini untuk mencegah seseorang mengantri berulang kali padahal stok gas di rumahnya masih cukup,” jelasnya.

Menurut Safwan, antrian tanpa verifikasi yang ketat berpotensi memicu penyalahgunaan, termasuk praktik spekulasi dengan menjual kembali elpiji bersubsidi dengan harga lebih tinggi. Kondisi ini semakin memberatkan masyarakat kecil yang daya belinya terbatas.

“Oknum bisa saja memanfaatkan situasi ini. Padahal bagi rumah tangga miskin, membeli elpiji non-subsidi berarti harus mengorbankan kebutuhan penting lainnya,” tandasnya.

Dalam skema yang diusulkan IPSM Aceh, setelah menerima permintaan dari warga, keuchik akan menugaskan kepala dusun atau ketua RT untuk melakukan verifikasi faktual. Hasil verifikasi tersebut kemudian menjadi dasar bagi penyaluran elpiji ke pangkalan.

Untuk mengantisipasi pemalsuan data dan kesalahan distribusi, IPSM Aceh juga mendorong pengawasan ketat dengan melibatkan Bhabinkamtibmas dan Babinsa.

“Pengawasan ini sangat penting agar elpiji benar-benar sampai ke rumah tangga yang sungguh membutuhkan, bukan jatuh ke tangan spekulan,” kata Safwan.

Ia menambahkan bahwa tata kelola distribusi elpiji – terutama dalam situasi bencana – tidak boleh dipandang hanya sebagai persoalan teknis. Lebih dari itu, distribusi menyangkut keadilan ekonomi dan perlindungan bagi kelompok rentan.

Safwan merujuk pandangan para pakar kebencanaan yang menekankan bahwa distribusi bantuan harus berbasis kerentanan sosial, bukan semata kecepatan mengantri.

Kelompok lansia, penyandang disabilitas, ibu hamil, dan rumah tangga miskin perlu mendapatkan prioritas khusus.

“Prinsip ‘siapa cepat dia dapat’ justru menjadi tidak adil dalam situasi krisis,” ujarnya.

Safwan berharap, dengan sistem distribusi yang disiplin dan berbasis komunitas, tekanan ekonomi rumah tangga dapat ditekan dan hak dasar masyarakat terlindungi dengan baik.

“Jika distribusi tepat sasaran, masyarakat bisa memasak dengan tenang. Di situlah kita bisa merasakan bahwa negara benar-benar hadir sampai ke dapur rakyat,” pungkasnya.[]

ya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *