BANDA ACEH – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh menetapkan Ketua Badan Reintegrasi Aceh (BRA) Suhendri,.dan kawan kawan (cs) sebagai tersangka korupsi pengadaan budidaya ikan kakap dan pakan rucah untuk korban konflik di Aceh Timur.
Informasi tersebut disampaikan Plh Kepala Seksi Penegakan Hukum Kejati Aceh, Ali Rasab Lubis, dalam keterangan tertulis, Selasa, 16 Juli 2024.
Berdasarkan hasil gelar Perkara oleh Tim Penyidikan Kejaksaan Tinggi Aceh pada 9 Juli 2024,” berdasarkan keterangan saksi dan alat alat bukti oleh Kejaksaan Tinggi Aceh menetapkan tersangka dugaan korupsi pada proyek pengadaan budidaya ikan kakap dan pakan rucah untuk korban konflik di Aceh Timur Selasa, 16 Juli 2024,
Bahwa Penetapan tersangka tersebut dilakukan dengan mendasarkan pada minimal 2 (dua) alat bukti sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi No.21/PUU-XII/2014 dan Pasal 184 KUHAP yang pada intinya menjelaskan bahwa penetapan tersangka harus berdasarkan minimal 2 alat bukti.
Selanjuntya Pasal 1 angka 14 KUHAP menyebutkan bahwa tersangka salah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
Selain Suhendri, untuk proyek yang sama Kejati Aceh juga menetapkan Zulfikar, kaki tangan Ketua BRA.beserta empat orang lainnya, yang mengetahui pasti ihwal pengadaan bibit dan pakan itu, sebagai tersangka.
Mereka adalah Muhammad selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA); Mahdi (Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan/PPTK); dan dua rekanan BRA dalam pengadaan bibit dan pakan, Zamzami dan Hamdani .
Seperti diberitakan, proyek tersebut dikerjakan menggunakan sumber dana APBA Perubahan 2023 sebesar Rp 15,7 miliar.
Bantuan itu rencananya diberikan kepada 9 kelompok penerima manfaat korban konflik di dua kecamatan di Aceh Timur, yaitu Nurussalam dan Darul Ihsan.
Berdasarkan fakta Ke- 9 kelompok tidak ada menerima bantuan bibit ikan kakap dan pakan rucah serta tidak ada menandatangani Berita Acara Serah Terima (Fiktif) sehingga tidak sesuai dengan ketentuan namun telah dibayarkan 100% oleh Sekretariat Badan Reintegrasi Aceh dan masyarakat korban konflik yang memang membutuhkan tidak pernah mendapatkannya.
Pihak Kejati Aceh telah memeriksa sedikitnya 50 orang saksi terkait perkara ini. Tidak satupun nama-nama dari kelompok penerima bantuan diketahui oleh keuchik di lokasi proyek itu dilaksanakan.