Kenapa Ratusan Hektar Mal di Jabodetabek Kosong Melompong?, Ini Alasan Utama

by
Ilustrasi mal | Foto Unsplash/mostafa meraji

JAKARTA – Penanews.co.id — Fenomena mal kosong di Jakarta dan daerah penyangganya bukan lagi sekadar isu, melainkan realitas yang kian nyata.

Dilansir Kompas.com Ahad (13/07/2025), data terbaru hingga Kuartal II-2025 menunjukkan adanya luasan fantastis ruang ritel yang tidak terisi, memunculkan pertanyaan besar tentang masa depan pusat perbelanjaan konvensional di tengah perubahan drastis pola perilaku konsumen.

Menurut Head of Research Colliers Indonesia Ferry Salanto, meskipun belum ada mal baru yang akan beroperasi hingga akhir 2025, angka kekosongan ini patut menjadi perhatian serius bagi para pelaku industri dan pengembang properti.

Data tingkat hunian mal per Kuartal II-2025 membeberkan kondisi yang cukup mengkhawatirkan. Di Jakarta, tingkat hunian mal hanya 73,4 persen. Artinya, dari total pasok ruang pusat perbelanjaan seluas 4,95 juta meter persegi, ada sekitar 131,67 hektar ruang mal yang kosong. Bayangkan, luasan ini setara dengan ratusan lapangan sepak bola.

Kondisi mal di Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Bodetabek) sedikit lebih parah dengan tingkat hunian 68,3 persen. Dari total pasok ritel 3,27 juta meter persegi, luas mal kosong di Bodetabek mencapai 103,6 hektar.

Secara keseluruhan, pasok ritel di Jakarta dan Bodetabek hanya tumbuh sekitar 2 persen dibandingkan tahun 2024, tanpa adanya tambahan mal baru hingga penghujung 2025. Ini mengindikasikan stagnasi dalam pembangunan mal-mal berskala besar.

Pergeseran Pola Belanja Ferry menjelaskan bahwa fenomena mal kosong ini tak lepas dari pergeseran fundamental pola belanja konsumen.

“Masyarakat kini cenderung mengunjungi mal bukan hanya untuk berbelanja kebutuhan pokok, tetapi lebih untuk memenuhi hobi dan gaya hidup,” cetus Ferry pada Rabu (9/7/2025).

Ironisnya, di tengah banyaknya ruang kosong, sektor Food & Beverage (F&B) justru menunjukkan antusiasme tinggi untuk membuka cabang baru.

Beberapa peritel F&B bahkan menjadi pendorong utama peningkatan tingkat hunian di mal-mal tertentu. Ini menunjukkan bahwa pengalaman bersantap dan berkumpul menjadi daya tarik utama.

Ferry menyarankan, Agar tetap kompetitif, mal didorong untuk terus memperbaiki bauran penyewa. “Pemilik mal harus mencari peritel dan merek yang benar-benar mampu menarik pengunjung, bukan hanya sekadar mengisi ruang,” imbuh Ferry.

Mal juga perlu menghadirkan tenant yang menawarkan pengalaman unik, bukan sekadar produk. Selain itu, pengembang saat ini harus lebih cenderung untuk merenovasi atau meremajakan mal yang sudah ada ketimbang membangun mal baru. Ini adalah upaya adaptasi terhadap perubahan preferensi pasar yang lebih menyukai inovasi pada properti eksisting daripada penambahan pasok baru.

Munculnya Tren Mal Kecil Berkonsep Gaya Hidup Di tengah dominasi mal-mal besar yang berjuang mengisi ruang kosong, muncul tren menarik lainnya. Pusat ritel berukuran kecil dengan konsep gaya hidup dan ruang terbuka semakin menjamur, terutama di wilayah Bodetabek.

Jakarta Meskipun bukan pesaing langsung, keberadaan mereka menunjukkan arah pasar yang lebih menyukai pengalaman yang intim dan personal ketimbang sekadar belanja di pusat perbelanjaan masif. Konsep ini menawarkan suasana yang lebih santai dan fokus pada komunitas, sesuai dengan kebutuhan konsumen modern.

Meski tantangan mal kosong ini besar, ada beberapa indikasi positif yang bisa menjadi angin segar. Beberapa merek asing, terutama dari Asia, menunjukkan ketertarikan untuk membuka outlet di mal-mal Jabodetabek.

“Ini bisa menjadi angin segar untuk mengisi kekosongan,” imbuh Ferry.[]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *