JAKARTA — Penanews.co.id — Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jasra Putra, mendesak Badan Gizi Nasional (BGN) dan pemerintah untuk menghentikan sementara pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Seruan ini disampaikan menyusul terjadinya beberapa insiden keracunan makanan yang dialami oleh pelajar dan santri di berbagai wilayah.
Jasra menekankan bahwa kejadian tersebut sangat mengkhawatirkan karena anak-anak yang menjadi korban yang belum mampu mengungkapkan secara detail kondisi kesehatannya.
“Ketika anak-anak mengalami keracunan massal, risikonya sangat besar karena mereka juga belum mampu mendeskripsikan kondisi kesehatannya dengan jelas,” ujar Jasra dalam keterangan dikutip NU Online pada Kamis (18/9/2025).
Menurutnya, keselamatan anak harus menjadi prioritas utama dalam setiap program negara, bukan sekadar mengejar target penyaluran. Ia menilai, pola distribusi yang berjalan cepat tanpa pengawasan ketat justru membahayakan anak.
“Jangan sampai mengejar target, tetapi mengabaikan keselamatan anak. Apalagi jika kita membayangkan anak-anak menjadi korban keracunan, itu sungguh memprihatinkan,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa penghentian sementara perlu dilakukan untuk memastikan kualitas, higienitas, pengawasan distribusi, serta penanganan darurat yang benar-benar terstandarisasi.
Tanpa hal tersebut, lanjutnya, program MBG justru berpotensi terus menimbulkan risiko bagi anak.
Sebelumnya, KPAI telah melakukan Survei Suara Anak terhadap Program MBG di 12 provinsi. Survei yang melibatkan 1.624 anak, termasuk anak disabilitas, berlangsung sejak 14 April hingga 23 Agustus 2025.
Hasil survei menunjukkan adanya persoalan serius pada kualitas makanan. Sebanyak 583 anak mengaku pernah menerima makanan MBG dalam kondisi rusak, bau, atau basi. Bahkan, 11 anak lainnya tetap mengonsumsi makanan yang rusak karena berbagai alasan.
“Anak-anak meminta perbaikan kualitas makanan, wadah penyajian, dan ketepatan waktu distribusi. Mereka juga mengeluhkan adanya buah dan sayur yang berulat serta makanan berbau tidak sedap,” terang Jasra.
Ia merinci empat hal penting yang perlu dievaluasi pemerintah dan BGN dalam penyelenggaraan MBG.
Pertama, aspek higienitas dan keamanan pangan harus menjadi prioritas, bukan semata dampak ekonomi.
Kedua, budaya makan bersama memang disukai anak, namun kualitas makanan dan ketepatan waktu distribusi masih menjadi keluhan utama.
Ketiga, keamanan pangan dan penyajian yang bersih harus dijadikan standar mutlak karena terbukti rawan menimbulkan keracunan.
Terakhir, edukasi gizi yang berkesinambungan sangat dibutuhkan agar anak memahami manfaat makanan bergizi dalam kehidupan sehari-hari.
“Program MBG jangan hanya dilihat dari sisi kuantitas dan ekonomi, tapi harus menempatkan gizi, kebersihan, serta keselamatan anak sebagai hal yang paling utama,” pungkasnya.[]





