Mengenal Sosok Putra Aceh Prof. Ir. Teuku Faisal Fathani, yang Dipercayakan Menjabat Kepala BMKG Pusat

by
Prof. Ir. Teuku Faisal Fathani, S.T., M.T., Ph.D, IPU.

JAKARTA – Penanews.co.id – Prof. Ir. Teuku Faisal Fathani, S.T., M.T., Ph.D, IPU., sebenarnya telah resmi dilantik sebagai Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pada hari Senin, 3 November 2025 lalu.

Namun, ketika siklon menyambar dan menyebabkan banjir serta tanah longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat tak lama kemudian, nama beliau menjadi semakin dikenal publik—hampir setiap hari, media massa mengutip ucapan dan langkah-langkahnya dalam menangani bencana.

Lahir di Banda Aceh pada 12 September 1975, Prof. Faisal tumbuh dengan pemahaman mendalam akan kerentanan wilayah terhadap bencana alam.

Hal itu kemudian membentuk dedikasi beliau untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat.

Sebelum memimpin BMKG, ia telah menorehkan jejak penting di dunia akademisi sebagai Kepala Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM), sekaligus menjabat sebagai Guru Besar Teknik Sipil UGM yang dikukuhkan pada tahun 2017.

Landasan kemampuan Prof. Faisal dibangun melalui perjalanan pendidikan yang penuh dedikasi, setelah menyelesaikan pendidikan di SMA Taruna, ia melanjutkan studi sarjana (S1) di Program Studi Teknik Sipil UGM dan lulus pada tahun 1999.

Kemudian, ia melanjutkan magister (M.T.) di bidang Teknik Sipil Konsentrasi Geoteknik di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tahun 2002, fokus pada kajian struktur tanah dan risiko bencana.

Untuk jenjang doktoral, Prof. Faisal meraih gelar dari Tokyo University of Agriculture and Technology (TUAT), Jepang pada tahun 2008, dengan spesialisasi Geotechnical & Sabo Engineering.

Penelitian doktoralnya berfokus pada mitigasi risiko longsor dan banjir bandang—masalah yang sangat relevan dengan kondisi Indonesia.

Tak berhenti sampai di situ, ia melanjutkan studi pasca-doktoral di Public Policy Center The University of Iowa, Amerika Serikat pada tahun 2010-2011, yang memperkaya wawasannya tidak hanya di bidang teknik, tetapi juga dalam merumuskan kebijakan publik terkait manajemen risiko bencana.

Meskipun berlatar belakang Teknik Sipil, kiprah Prof. Faisal dalam bidang mitigasi dan teknologi kebencanaan telah memberikan dampak luas hingga tingkat nasional.

Fokus keahliannya mencakup berbagai aspek krusial: geoteknik kebencanaan, hidrometeorologi, kebencanaan geofisika, dan manajemen risiko bencana.

Prof. Faisal juga dikenal memiliki peran penting dalam pengembangan sistem peringatan dini dan teknologi mitigasi yang telah diaplikasikan untuk melindungi masyarakat dari ancaman alam seperti longsor, banjir, dan gempa bumi.

Sebagai seorang inovator produktif, Prof. Faisal telah mengembangkan dan memegang enam paten teknologi di bidang pemantauan dan deteksi dini gerakan tanah.

Di antaranya adalah alat pendeteksi infiltrasi air hujan yang mampu memprediksi potensi longsor, sistem pemantau gerakan tanah otomatis dan manual, serta alat ukur kemiringan tanah (T-Shape Tiltmeter) yang dirancang khusus untuk kondisi geografis Indonesia.

Teknologi ini telah digunakan di 33 provinsi dan 130 kota/kabupaten di seluruh nusantara, bahkan menarik perhatian dan diadopsi oleh beberapa negara di kawasan Asia Tenggara.

Dalam sambutan perdana setelah dilantik, Prof. Faisal menegaskan komitmennya untuk melakukan transformasi pada BMKG, menjadikannya institusi yang lebih proaktif dan mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat—termasuk mereka yang berada di pelosok negeri.

“BMKG harus menjadi lebih dari sekadar pusat data; BMKG harus menjadi pusat aksi. Tantangan yang dihadapi saat ini bukan hanya bersifat teknis, tetapi juga memiliki dimensi sosial—terutama dalam memastikan bahwa informasi yang dihasilkan oleh BMKG tidak hanya akurat, tetapi juga sampai dan benar-benar dipahami oleh seluruh elemen masyarakat, mulai dari nelayan yang bergantung pada prakiraan cuaca, petani di lereng gunung yang rawan bencana, hingga anak-anak di sekolah yang perlu diberikan pemahaman tentang pentingnya ketangguhan bencana,” ujarnya.

Prof. Faisal juga menekankan bahwa menuju era Indonesia Emas 2045, ketahanan bangsa tidak dapat dipisahkan dari kemampuan menghadapi perubahan iklim dan meningkatkan ketangguhan terhadap bencana alam.

“Ketahanan kita di masa depan tidak hanya bergantung pada kemajuan teknologi semata, tetapi juga pada bagaimana kita membangun sistem yang mampu mengakomodasi kebutuhan iklim dan membuat seluruh masyarakat siap menghadapi risiko yang ada,” tambahnya.

Pelantikan Prof. Faisal sebagai Kepala BMKG diharapkan menjadi tonggak penting bagi Indonesia dalam memperkuat sistem resiliensi iklim dan kebencanaan. Hal ini semakin krusial mengingat tren peningkatan intensitas cuaca ekstrem, ancaman hidrometeorologi yang kompleks, serta kebutuhan akan sistem peringatan dini yang lebih inklusif dan adaptif sesuai dengan kondisi lokal di berbagai wilayah Indonesia. (Dirangkum dari berbagai sumber)

ya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *