BANDA ACEH — Penanews.co.id – Ketua Umum (Ketum) Pimpinan Pusat Media Independen Onlien (MIO) Indonesia, AYS Prayogie, secara resmi mengukuhkan pengurus provinsi dan 6 kabupaten di Aceh, Rabu (10/7/2024). Disaksikan para pejabat daerah, acara itu berlangsung di Hotel Kyriad Muraya Banda Aceh.
MIO Aceh yang dilantik itu diketuai Maimun A Hamid dibantu Syarbaini Oesman sebagai sekretaris dan Basrul Mahmud sebagai bendahara. Pada saat yang sama dilantik pula pengurus MIO Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh Barat, Nagan Raya, Bener Meriah, dan Aceh Tengah.
Menurut amatan media ini, kehadiran organisasi perusahaan pers online MIO di bumi Serambi Mekkah mendapat sambutan hangat dari pemerintah daerah dan dunia usaha, juga dari komunitas perusahaan sejenis lainnya. Hal itu terlihat dari jejeran papan bunga di sepanjang jalan depan lokasi acara.
Dukungan juga terlihat dari kehadiran para pejabat pemerintah dan insan pers. Pj Gubernur Aceh Bustami Hamzah yang sedang berdinas di Jakarta mengutus Kepala Dinas Kominsa Marwan Nusuf untuk hadir. Dari Kodam Iskandari Muda hadir Kapendam dan Kabid Humas Polda Kombes Pol. Joko Krisdiyanto, S. I. K hadir mewakili Kapolda Aceh. Sedangkan Kejati Aceh diwakili oleh Kasi Penkum Ali Rasab Lubis.
Ketum MIO, AYS Prayogie, mengatakan, pihaknya telah berhasil membentuk 25 pengurus provinsi sebelumnya. Aceh, kata dia, menjadi provinsi ke-26 tempat berkibarnya bendera MIO di Tanah Air. “Capaian ini menjadi sangat selaras dengan tujuan utama MIO Indonesia yang tengah berupaya menjadi konstituen Dewan Pers,” ujarnya saat menyampaikan sambutan.
Selain persyaratan yang bersifat kuantitas tadi, kata Prayogie, MIO juga terus berfokus meningkatkan SDM wartawan perusahaan pers yang bernaung di bawah payung organisasi itu. “Sehingga, nantinya mereka memiliki kompetensi sebagai pewarta yang berintegritas,” ucapnya.
Ia menambahkan, upaya yang dilakukan itu sekaligus dimaksudkan untuk memberi pemahaman kepada pihak-pihak yang selama ini masih memandang MIO sebelah mata. Seperti masalah yang kerap muncul, kata dia, justru terkadang datang dari pihak mitra di pemerintahan yang terlalu berlebihan dan cenderung bersikap diskriminatif terhadap para wartawan yang kebetulan bekerja di perusahaan media yang belum terverifikasi Dewan Pers. “Dianggapnya sebagai perusahaan media abal-abal atau illegal,” ujar ketum MIO.
Menurut Prayogie, penilaian seperti itu merupakan pemikiran keliru dan perlu diluruskan. Oleh karenanya, lewat forum itu, ia meminta pihak pemerintah, khususnya Pemerintah Provinsi Aceh, supaya memperlakukan para wartawan dan perusahaan media yang tergabung di MIO seperti organisasi pers lainnya yang sudah ada di provinsi itu.
Pers bergerak di atas dua jalur, yaitu pada satu sisi menyuarakan kepentingan publik sebagai apa yang disebut dengan chek and balance tadi. Di sisi lain, pada saat yang sama, perusahaan pers juga menjalankan fungsi bisnis untuk menopang jalannya roda perusahaan yang di dalamnya bernaung para wartawan dan karyawan perusahaan pers. Karena kondisi itulah, eksistensi perusahaan pers berbeda dengan unit usaha lain, seperti kontraktor atau perdagangan pada umumnya. Pers sering dihadapkan pada situasi yang kontradiktif dan dilematis.
Di tengah keunikan itu, sambung Prayogie, pers masih saja menghadapi tantangan ekternal yang tidak ringan. Makanya, tidak berlebihan jika dikatakan pers Indonesia adalah PERS PERJUANGAN walaupun itu kedengarannya klise.
Kata dia, faktanya memang demikian. Pers tak penah berhenti dari berjuang, berjuang untuk kepentingan publik sambil juga memperjuangkan nasib dirinya sendiri.
Di era demokrasi dan kebebasan dewasa ini, sambungnya, tantangan yang dihadapi pers semakin bertambah-tambah. Pers menghadapi permasalahan yang tidak ringan di dalam dirinya sendiri, yakni semakin menurunnya kualitas pers akibat berbagai faktor. Desakan jam tayang, misalnya, menyebabkan insan pers hampir tidak memiliki waktu untuk meng-update kompotensi atau skill pribadinya.
Ketum MIO mengingatkan, bahwa perusahaan pers sudah mengambil sebagian tugas pemerintah dalam menyediakan lapangan kerja. Karena itu, sebagai sesama anak bangsa, pengambil kebijakan harus melihat peran pers secara obyektif dan adil.
Karena itu, jika ada program atau kebijakan yang berkaitan dengan tugas-tugas perusahaan pers, dia meminta agar pemerintah bersikap adil dan proporsional. “Jangan yang satu mendapat perlakuan istimewa yang lainnya seperti dianaktirikan,” pungkasnya.
Kadis Kominsa Marwan Nusuf yang membacakan sambutan tertulis Pj gubernur mengatakan, dengan telah terbentuknya MIO maka bertambah satu lagi organisasi perusaan pers di daerah itu. Ia berharap media yang tergabung dalam organisasi tersebut mampu menyajikan informasi yang berkualitas dengan menjunjung tinggi aturan.[]