BANDA ACEH – Penanews.co.id – Gubernur Aceh, Muzakir Manaf atau Mualem, menyoroti sikap sejumlah bupati yang mengaku tidak sanggup menangani banjir. Ia menegaskan bahwa kepala daerah yang mudah mengeluh dan tidak mampu bekerja menghadapi kondisi darurat seperti ini sebaiknya mengundurkan diri.
“Kalau ada bupati yang cengeng dan menyerah menghadapi musibah ini, silakan mengundurkan diri atau turun dari jabatan. Kita ganti dengan yang lain, yang siap bekerja untuk rakyat,” kata Mualem di Aceh Timur, dilansir Antara, Jumat (5/12/2025).
Mualem juga menilai bahwa banjir kali ini bukanlah kejadian biasa.
Ia menyebut bencana tersebut sebagai semacam ‘tsunami jilid dua’ karena dampak serta luas wilayah yang terendam dinilai lebih besar dibandingkan tragedi tsunami tahun 2004.
“Kalau tsunami 2004, air hanya datang sekitar dua jam. Akan tetapi, bencana banjir kali ini, air menggenangi rumah warga sampai lima hari lebih. Ini penderitaan luar biasa bagi rakyat Aceh,” katanya.
Berdasar data sementara, kata dia, sedikitnya lima wilayah di Aceh mengalami banjir dengan kategori berat, yakni Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Aceh Tamiang, Kabupaten Aceh Utara, sebagian wilayah Kabupaten Bireuen, dan sebagian Kabupaten Aceh Tengah.
Di wilayah-wilayah tersebut, ribuan rumah terendam, akses transportasi terputus, aktivitas ekonomi lumpuh, serta ribuan warga terpaksa mengungsi ke tempat yang lebih aman, bahkan ada laporan korban meninggal dunia, warga sakit, hingga fasilitas umum, seperti rumah sakit, sekolah, dan jembatan mengalami kerusakan parah.
Muzakir Manaf secara tegas memerintahkan seluruh jajaran pemerintahan di tingkat bawah, mulai dari camat hingga keuchik (kepala desa), untuk bersikap proaktif dalam penanganan bencana.
“Tidak boleh ada camat atau keuchik yang hanya menunggu instruksi. Semua harus bergerak, turun ke lapangan, memastikan rakyat tertolong, dapur umum berjalan, bantuan sampai, dan tidak ada yang kelaparan,” katanya.
Gubernur mengingatkan agar tidak ada kepala daerah yang bersikap main aman atau takut mengambil keputusan di tengah kondisi darurat. Saat situasi bencana, yang dibutuhkan adalah keberanian, kecepatan, dan kepedulian.
“Kepala daerah itu dipilih rakyat untuk bekerja dalam kondisi tersulit sekalipun, bukan untuk mengeluh. Rakyat butuh pemimpin yang berdiri di barisan terdepan, bukan yang lari dari tanggung jawab,” katanya.
Terkait dengan kesehatan, Gubernur mengatakan telah mendatangkan dokter dari Malaysia untuk membantu merawat pasien yang terdampak banjir, khususnya korban dengan kondisi berat serta penyakit setelah banjir, seperti infeksi, diare, inspeksi saluran pernapasan, dan penyakit kulit.
Langkah ini dilakukan mengingat beberapa fasilitas kesehatan di daerah terdampak mengalami keterbatasan tenaga medis, kerusakan sarana prasarana akibat terendam banjir, serta lonjakan jumlah pasien yang signifikan.
“Kita tidak boleh membiarkan rakyat kita berjuang sendiri. Semua sumber daya harus kita kerahkan, termasuk tenaga medis dari luar negeri jika dibutuhkan,” kata Gubernur.
Pemerintah Aceh berharap seluruh unsur pemerintahan, TNI-Polri, relawan, tenaga kesehatan, serta masyarakat dapat terus bersinergi dalam mempercepat proses evakuasi, distribusi bantuan, penanganan korban, serta pemulihan setelah banjir.
“Bencana banjir yang disebut sebagai tsunami kedua ini menjadi peringatan keras bahwa Aceh masih sangat rentan terhadap bencana alam, baik dari sisi geografis maupun kesiapan infrastruktur dan tata kelola wilayah,” kata Muzakir Manaf.[]





