BANDA ACEH – Setelah “warning” beberapa pihak tak digubris, akhirnya Muzakir Manaf atau Mualem langsung turun tangan. Dalam kapasitas sebagai Komisi Pengawas BPMA, ia meminta Pj gubernur Aceh menunda seleksi kepala BPMA.
Dalam surat bernomor SRT-0001/BPMAKP0000/2024/BO tanggal 12 Desember 2024, Mualem mengemukakan argumentasi berlandaskan aspek historis kenapa seleksi kepala BPMA (Badan Pengelola Migas Aceh) harus ditunda sementara.
Ada dua pertimbangan panjang lebar yang dikemukakan, termasuk bagaimana susah payahnya melobi Pusat hingga keluarnya PP Nomor 23 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama SDA minyak dan gas bumi di Aceh.
Pada poin kedua suratnya, Gubernur Aceh terpilih itu secara implisit mengingatkan bahwa tugas Pj gubernur adalah menyukseskan pilkada serentak untuk mengisi proses transisi kepemimpinan baru. “Oleh karena pilgub telah selesai dan kepala BPMA telah diperpanjang selama satu tahun hingga 25 November 2025, maka penjaringan kepala BPMA tidaklah mendesak,” tegasnya.
Mualem melanjutkan kalimat dalam poin kedua suratnya dengan kalimat begini. “Alangkah etisnya pembentukan Pansel Kepala BPMA menunggu pelantikan gubernur definitif pada 7 Februari 2025. Karena substansi pembentukan BPMA itu sendiri adalah untuk menjaga harmoni antara Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat,” sebutnya.
Pada bagian akhir suratnya, Mualem selaku Komisi Pengawas BPMA merekomendasikan agar penjaringan kepala BPMA saat ini sebaiknya ditunda hingga dilantiknya gubernur Aceh definitif pada 7 Februari 2025. Tembusan surat dengan logo berlambang BPMA itu juga disampaikan Presiden Republik Indonesia dan Menteri ESDM.
Karena putra mahkota?
Sementara itu, Tim Panitia Seleksi (Pansel) Kepala BPMA telah menetapkan enam nama lolos hasil tes psikometri (psikotes tertulis) dan wawancara untuk calon Kepala Badan Pengelolaan Minyak dan Gas Aceh (BPMA). Nama-nama tersebut adalah Nizar Saputra, Nasri, Muhammad Najib, Said Malawi, Herry Darmansyah, dan Teuku Mohammad Faisal.
Menurut Usman Lamreung, dari keenam nama hanya Teuku Muhammad Faisal dan Muhammad Najib yang memiliki track record di bidang minyak dan gas bumi, sesuai dengan rekomendasi Plt Gubernur Nova Iriansyah pada 2019. “Profil empat calon lainnya tidak diungkapkan ke publik, sehingga menimbulkan dugaan bahwa ada informasi yang sengaja disembunyikan oleh Tim Pansel,” ujar pengamat kebijakan publik ini.
Menanggapi pernyataan Juru Bicara Panitia Seleksi, Rustam Effendi, yang berharap masyarakat mendukung kerja BPMA, Usman menilai pernyataan itu sebagai pembenaran atas proses seleksi yang dianggap tergesa-gesa. “Proses pendaftaran hanya satu minggu dan tidak ada transparansi terkait profil setiap calon yang lolos di setiap tahapan seleksi,” ujarnya kepada KabarAktual.id, Sabtu (21/12/2024).
Menurut Usman, kritik yang disampaikan itu mencerminkan begitu besarnya perhatian masyarakat Aceh terhadap proses seleksi. Ada harapan agar kepala BPMA yang akan dipilih nanti adalah sosok yang kredibel.
Selain tidak transparan, sambungnya, proses seleksi juga dinilai mengabaikan kedudukan dan kewenangan gubernur definitif yang akan dilantik pada 7 Februari 2025. Padahal, kepala BPMA mendatang akan menjadi mitra kerja dan bekerja di bawah gubernur definitif untuk lima tahun ke depan.
Kata Usman Lamreung, tersingkirnya dua deputi BPMA, Eddy Kurniawan dan Muhammad Mulyawan, yang ikut seleksi juga menimbulkan tanda tanya. Padahal profil keduanya dinilai memenuhi kompetensi untuk posisi kepala BPMA. Hal itu memunculkan kecurigaan terkait kemungkinan adanya faktor tertentu yang ikut memengaruhi hasil seleksi. “Apakah Pj Gubernur punya “putra mahkota” yang akan diajukan kepada Menteri ESDM?” tanya akademisi ini.[]