Munas NU 2025: Tindakan Kekerasan di Lembaga Pendidikan Hukumnya Haram

by

JAKARTA – Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama (NU) 2025 melalui Sidang Komisi Bahtsul Masail Waqi’iyah memberikan perhatian serius terhadap isu kekerasan di lembaga pendidikan, khususnya di lingkungan pesantren.

Ketua Sidang Komisi Bahtsul Masail Waqi’iyah, KH Muhammad Cholil Nafis, menegaskan bahwa tindakan kekerasan di lembaga pendidikan yang menimbulkan mudharat (bahaya atau penderitaan) adalah haram secara hukum. Isu ini diajukan sebagai tambahan oleh Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

“Ini ada masukan dari Mustasyar, kemudian disampaikan didalam forum tentang kekerasan di lembaga pendidikan,” ujar KH Cholil Nafis dalam Sidang Pleno Munas Alim Ulama NU di Hotel Sultan, Jakarta Pusat pada Kamis (6/2/2025).

Menurutnya, kasus kekerasan di lembaga pendidikan kerap terjadi dengan dalih menegakkan kedisiplinan atau aturan.

“Kadang-kadang sekarang mengatas nama disiplin pendidikan,” katanya.

KH Cholil Nafis juga mencontohkan salah satu kasus di sebuah pesantren, di mana seorang guru yang berusaha menegakkan kedisiplinan terhadap muridnya dengan menggunakan kertas, justru harus berhadapan dengan hukum dan dipenjara.

Suasana sidang Komisi Bahstul Masail Waqi’iyah di Munas NU 2025 di Hotel Sultan Jakarta. | Foto: NU Online/Suwitno

“Sangking takut melakukan kekerasan, lalu orang (murid) hanya dikeplak pakai koran atau pakai buku (oleh gurunya), orang (si guru) dipenjarakan,” katanya.

Rais Syuriyah PBNU itu menyampaikan mengenai rincian jawaban lebih lanjut dan rinci akan dilanjutkan dalam forum Bahtsul Masail selanjutnya.  

“Jadi ada dilema definisi apa itu kekerasan. Adapun rinciannya akan dilanjutkan dalam forum Bahtsul Masail Maudhuiyyah atau forum Bahtsul Masail Syuriah,” katanya.  

Senada, Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU, Alai Nadjib mengatakan bahwa konsep pendisiplinan dalam Islam yang membolehkan memukul, itu perlu dikaji ulang.

“Dalam konsep Islam seperti memukul untuk menertibkan itu mulai dikaji ulang dan disorot, yang seperti apa? Itu kan yang kira-kira intoleren dan tidak,” katanya.  

Baca Juga:  Khutbah Jumat: Menjemput Lailatul Qadar dengan Ibadah secara Optimal

“Apa pun tindakan di luar keseharian, misalnya ketika sudah mulai menyentuhnya dengan tangan atau alat, baik menggunakan alat yang ringan sekalipun seperti kertas itu juga dianggap termasuk tindak kekerasan,” lanjutnya.  

Alai menegaskan perlunya ada rincian konsep kedisiplinan di lembaga pendidikan supaya tidak membahayakan guru maupun murid.  

“Konsep pendisiplinan, jenis-jenis kekerasan, apa yang dilihat diperbolehkan sebagai pendisplinan dan tidak, itu harus ada studi lebih lanjut, kalau komitmennya tadi para kiai sudah setuju kalau menimbulkan mudharat, berbahaya itu tidak boleh,” ucapnya.

“Selama ini kita melihat, ada yang sampai meninggal, ada yang sampai ditenggelamkan di kolam, mungkin sangking marahnya tenaga pendidik, itu kan tidak bisa ditoleransi, tentu saja kita masih melihat besaran-besarannya, belum pada rincian-rinciannya dan melihat kasus per kasus,” tambahnya.  

Ia menyampaikan bahwa saat ini PBNU telah memiliki satuan tugas (satgas) antikekerasan yang menjadi garda terdepan untuk menanggulangi kasus kekerasan di lingkungan pendidikan.

PBNU melalui satgas ini akan terus bekerja sama dengan kemitraan internal serta eksternal dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.  

“Pasti kita akan lebih sigap untuk mengawal semua isu-isu ini untuk menuju maslahat,” ujar Sekretaris LBM PBNU itu.[]

Sumber dari laman nu.or.id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *