YOGYAKARTA – Seorang oknum anggota Polres Pemalang berinisial Briptu WT dipecat setelah terlibat dalam kasus penipuan penerimaan Polri yang merugikan korban hingga Rp 900 juta. Korban merupakan seorang petani yang menjual sawah warisan untuk mendapatkan uang sejumlah itu dijanjikan mamasukkan anaknya jadi anggota polri oleh WT,
Briptu WT yang telah berstatus sebagai tersangka dalam kasus ini dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) melalui sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP).
Sidang etik yang digelar pada Rabu, 8 Januari 2025, dipimpin oleh Ketua KKEP Polres Pemalang, AKBP Pranata, di Ruang Tribarta Polres Pemalang.
“Benar bahwa pada hari ini Rabu 8 Januari 2025, Kepolisian Resor Pemalang telah menggelar sidang Komisi Kode Etik Polri, terhadap Briptu WR (WT) di Aula Tribrata Polres Pemalang. Sidang komisi kode etik menjatuhkan hukuman pada Briptu WR berupa hukuman Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH),” kata Kasi Humas Polres Pemalang Iptu Widodo Apriyanto saat ditemui usai sidang kode etik di Mapolres Pemalang, dilansir detikJateng, Rabu (8/1/2025).
Berdasarkan fakta di persidangan, Briptu WT terbukti telah melanggar kode etik profesi polisi. Hanya saja, Widodo belum memerinci terkait kode etik seperti apa yang dilanggar tersangka.
Baca juga Anak Pak Tani ini Gagal Jadi Polisi, Hasil Jual Sawah Rp900 Juta Ludes, ada Oknum terlibat
“Briptu WT terbukti melanggar kode etik profesi Polri. Tindakan tegas ini salah satu komitmen dari Kepolisian Resor Pemalang untuk menjaga komitmen integritas dan profesionalisme Polri,” ujarnya.
Sejak sanksi diputuskan dalam sidang, Briptu WT sudah bukan menjadi anggota Polri.
Respons Korban
Sementara itu, korban aksi tipu-tipu, Suratmo, hanya bisa pasrah dengan kejadian ini. Saat fakta di persidangan terungkap bahwa permintaan uang pada dirinya merupakan inisiasi Briptu WT, bukan atas perintah Kapolres ataupun Kapolda.
“Jadi saat minta uang berkali-kali pada saya yang katanya disuruh Kapolres selanjutnya disuruh Polda, untuk ongkos ini itu, dia hanya mengatasnamakan saja,” kata Suratmo.
“Saya masih berharap uang saya kembali. Kasihani saya, saya butuh uang itu,” ungkapnya.
Sebelumnya diberitakan media ini Suratmo (56) dan istrinya Sutijah (59) punya keinginan agar kedua putranya bisa lolos masuk polisi. Setelah beberapa kali gagal, mereka akhirnya tergoda untuk menggunakan jasa calo.
Peristiwanya terjadi pada tahun 2020. Pada suatu hari, ketika Suratmo sedang menjual bambu menggunakan becak tiba-tiba disuruh mampir ke rumah WH. Belakangan diketahui, orang ini merupakan ayah dari anggota Polres Pemalang berinisial WT.
Saat berada di rumah itu, Suratmo melihat sebuah foto anggota polisi terpajang di dinding rumah. Itulah WT, putra dari bapak yang memintanya mampir.
Melihat putra yang punya rumah sukses jadi polisi, Suratmo warga Desa Pelutan, Pemalang, Jateng, itu pun curhat ke tuan rumah. Ia bercerita bahwa anaknya selalu gagal ikut seleksi Polri.
Mendengarkan cerita tersebut, WH kemudian menjanjikan anak Suratmo bisa masuk Polri tapi dengan syarat harus menyediakan sejumlah uang.
Menurut pengakuan Suratmo, setelah mendengarkan keinginan anaknya masuk polisi, WH balik bertanya kepadanya. “Lha sampeyan anake pingin jadi polisi punyanya apa? Sawah, pekarangan, dijual untuk ongkos biar uripe seneng (hidupnya bahagia),” kata Suratmo dilansir detikcom, Kamis (2/1/2025).
Singkat cerita, Suratmo kemudian menyampaikan hasil pembicaraan itu kepada istrinya. Lalu, setelah itu, mereka pun bersepakat menjual sawah warisan seluas 2,6 ribu meter persegi. Saat itu terjual Rp 1 miliar lebih 400 ribu.
Setelah jual sawah, cerita Suratmo, delapan hari kemudian WH datang ke rumah dia. Waktu itu, pak tani ini mengulangi lagi permintaan dia agar kedua anaknya bisa masuk polisi. Dengan dana yang ada di tangan, kata dia, jika biaya satu orang Rp 350 juta, masih ada sisa. “Saya katakan juga, tak kasih lebih agar anak saya dinasnya jangan jauh-jauh, di Pemalang saja,” kata Suratmo.
Menurut penjelasan Suratmo, uang sogok Rp 900 juta diminta agar dibayar secara bertahap. Pertama Rp 75 juta secara tunai, lalu Rp 275 juta secara tunai, kemudian Rp 500 juta lewat transfer, dan yang terakhir Rp 50 juta secara tunai.
“Tidak semuanya langsung diserahkan. Tapi minta apalah namanya DP di waktu berdekatan, ada yang alasannya Pak Kapolres mau pulang kampung, terus kakaknya hajatan, terus terakhir disuruh Polda untuk menggenapi Rp 900 juta,” ujar dia.
Setelah genap Rp 900 juta diserahkan, ternyata dua anak Suratmo tak kunjung diterima masuk Bintara Polri. Salah satu anaknya dinyatakan gagal di seleksi tingkat administrasi di Polres. Sedangkan anaknya yang kecil gagal setelah sampai di Semarang.
“Ya sudah ada surat perjanjiannya, kalau tidak diterima uang semuanya kembali. Ada hitam di atas putihnya, bermaterai perjanjiannya. Tapi sampai sekarang uang tidak kembali,” ucap Suratmo.
Dilaporkan ke polisi
Suratmo mengaku telah mengadukan kasus itu ke Polres Pemalang maupun Polda Jateng. Dia berharap uang itu bisa kembali.
Setelah bertahun-tahun belum juga ada titik terang. Karena itu, ia meminta bantuan Presiden dan Kapolri. “Saya sudah empat tahun bolak balik ke Polres Pemalang hasilnya seperti ini, belum ada kepastian Pak Presiden, Pak Kapolri. Bagaimana biar uang saya kembali, saya pernah di Polres dan Polda (aduan),” ujarnya sembari menangis.
Kapolres Pemalang AKBP Eko Sunaryo yang dikonfirmasi membenarkan adanya kasus tersebut. Anggotanya yang terlibat itu, dikatakan, masih diproses. “Sudah, diproses hukum. Masih proses sidiknya,” kata Eko Sunaryo melalui pesan singkat, Kamis 2 Januari 2025.[]