LHOKSEUMAWE — Seorang operator Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Lhokseumawe, Aceh, berinisial MI (20), ditangkap polisi karena diduga menjual solar subsidi kepada penimbun. Pelaku menjual bahan bakar minyak (BBM) tersebut dengan harga Rp 8.000 per liter.
Kasus ini terungkap setelah polisi menerima laporan mengenai dugaan penimbunan solar di sebuah gudang yang terletak di Gampong Blang Dalam, Kecamatan Nisam, Kabupaten Aceh Utara.
Setelah melakukan penyelidikan, petugas Satreskrim Polres Lhokseumawe menggerebek lokasi tersebut dan menemukan 22 jeriken yang berisi solar bersubsidi, dengan total 618 liter.
Baca juga; Pj Gubernur Safrizal: Cabut Izin SPBU Pelanggar Penyaluran BBM Subsidi
“Total solar bersubsidi yang ditemukan dalam 22 jeriken tersebut adalah 618 liter,” kata Kasat Reskrim Polres Lhokseumawe, Iptu Yudha Prasatya, dalam keterangannya kepada wartawan pada Jumat (08/11/2024).
Selain solar, polisi juga mengamankan barang bukti lainnya, berupa uang tunai sebesar Rp 3,2 juta dan satu unit truk yang digunakan untuk mengangkut BBM.
Baca juga; BBM Langka Bikin Resah Warga, Harga Pertalite Eceran Tembus Rp 30 Ribu Perliter
Dalam kasus ini, polisi turut menangkap dua tersangka lain, yakni IW dan MY (49), yang diduga terlibat dalam penimbunan solar tersebut.
Ketiga tersangka, termasuk MI, ditangkap pada Rabu (6/11) sekitar pukul 00.30 WIB. Berdasarkan hasil pemeriksaan, MI diketahui mengisi solar ke dalam jeriken ukuran 10 liter setiap kali bekerja di SPBU.
Baca juga; Menjelang Berakhir Masa Jabatan Jokowi, BBM Turun Turun Harga
Solar yang sudah dikumpulkan kemudian dijual kepada IW dengan harga Rp 8.000 per liter.
“BBM tersebut kemudian dijual kepada IW dengan harga Rp 8.000 perliter. Dalam proses pengangkutan BBM ke gudang penyimpanan, mereka dibantu oleh MY,” jelas Yudha.
Baca juga; Prabowo Rencanakan Potong Subsidi BBM Saat Menjabat Nanti – begini tanggapan Menteri ESDM
Yudha menambahkan, ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 55 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, serta UU RI No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, Jo Pasal 55 dan 56 KUHP.
Ketiganya kini ditahan di Polres Lhokseumawe, “Mereka terancam pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi Rp 60 miliar,” ujar Yudha.[]