Pengamat Intelijen; Status Darurat Korupsi di RI Harus Ditangani dengan Genosida Koruptor

by
Pemerhati Intelijen, Sri Radjasa, M. BA


FENOMENA korupsi di Indonesia, tidak sekedar menjadi budaya, tetapi sudah menjadi ibadah fardu ain, bahkan mungkin oleh kalangan pejabat negara telah dijadikan berhala baru. Pengungkapan kasus korupsi, menjadi konsumsi berita setiap hari, dengan jumlah yang dirampok semakin fantastic, ditengah kehidupan rakyat kecil yang hanya mengais limbah pembangunan, agar besok bisa makan. Ketika aparat penegak hukum, hanya mampu menangkap teri, dalam kasus mega korupsi pertamina, sementara ratusan rakyat harus meregang nyawa, karena tidak mampu membayar biaya rumah sakit.

Ketika etika moral diabaikan, karena masih saja pejabat korup, memperoleh jabatan basah di lingkungan BUMN. Belum lagi ironi penegak hukum yang tidak punya nyali, untuk menjerat taipan otak pelaku pagar laut. Inilah potret darurat korupsi, ketika pelaku korupsi melibatkan elit politik dan pejabat negara secara massif serta aparat penegak hukum tergiur untuk mencicipi uang haram.

Di era presiden Jokowi, korupsi telah dijadikan ibadah fardu ain dan berhala baru, sebagai ritual penghambaan para pejabat negara kepada sang raja jawa. Sejarah Indonesia modern, mencatat 10 tahun kekuasaan raja jawa, adalah jaman keemasan korupsi yang mengakibatkan kerusakan semua aspek kehidupan berbangsa bernegara. Banyaknya pejabat negara yang menderita cacat aqidah, terjerat oleh umpan Jokowi. Realita reformasi, alih alih membangun demokrasi, justru reformasi telah menjadi bidan lahirnya pemimpin otoritarianism personal yang mengubur cita-cita reformasi hingga ketitik nadir.

Kemenangan Prabowo Subiyanto pada pilpres 2024, tidak dapat dipungkiri adanya dukungan network kekuasaan Jokowi sebagai presiden dan dukungan aliran dana oligarki. Tetapi sebagai presiden, Prabowo dengan kekuasaan yang besar sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, dituntut performa kepemimpinannya yang mengedepankan kualitas negarawan.

Baca Juga:  Mantan Pangdam IM; Pemekaran Barat Selatan Aceh adalah Solusi untuk Pembangunan yang Lebih Merata

Menghadapi situasi darurat korupsi yang telah memberi implikasi sangat luas terhadap keterpurukan rakyat, Prabowo diuji untuk berani bertindak out of the box, tidak ada keraguan untuk mengabaikan politik balas budi yang hanya membuat rakyat semakin melarat. Sikap presiden Prabowo yang normatif, hanya akan melemahkan kewibawaan presiden dan mengancam bangsa ini terbelah dan gagal.

Ketika tidak ada lagi kepercayaan rakyat, terhadap penegakan hukum dan proses peradilan di negeri ini, patut disikapi sebagai alarm bangkitnya people power. Bangsa ini telah menorah sejarahnya sebagai bangsa yang siap menumpahkan darahnya, demi sebuah perubahan kehidupan politik nasional. Rakyat tidak butuh makan bergizi gratis atau bantuan social dan pernak pernik pencitraan murahan.

Rakyat menunggu kebijakan “nekad” presiden Prabowo, untuk segera menggelar operasi genosida terhadap para koruptor dan kroninya. Rakyat menantikan sosok Prabowo sang negarawan, membersihkan lingkungan internalnya dari para begal politik, ekonomi dan ideology. Presiden Prabowo sesungguhnya tidak perlu bekerja ekstra keras untuk menorah prestasi, karena presiden sebelumnya memperoleh raport merah, bahkan hanya berbekal ijazah imitasi.

=============

Penulis Pemerhati Intelijen Sri Radjasa, M. BA

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *