BANDA ACEH — penanews.co.id Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Aceh membeberkan kasus dugaan Korupsi pengadaan Wastafel di Dinas Pendidikan Aceh tahun 2019 lalu dengan pagu anggaran sebesar Rp 41,2 miliar.
Hal itu disampaikan Ditreskrimsus Polda Aceh kepada awak Media melalui Dorstop yang berlangsung di Lobi Gedung B Ditreskrimsus Polda Aceh pada Jum’at (10/2/2023).
Ditreskrimsus Polda Aceh, Kombes Pol. Winardy SH.,S.I.K., M.Si, menguraikan, bahwa pada kasus Wastafel yang terjadi di 23 kab/kota Se-Aceh di seluruh SMA terdapat 390 kontrak. Nah, kesemua kontrak tersebut ada yang fiktif dan ada juga yang tidak sesuai spek.
“Jadi modus operandi dalam kasus ini dengan memecah-mecahkan paket, tujuannya untuk menghindari tender. Sehingga, tender tidak perlu dan dilakukan penunjukan langsung (PL) sebagai pelaksana,” ungkap Winardy saat Dorstop di Polda Aceh, Jumat (10/02/2023).
Winardy pun menyampaikan, untuk memudahkan pemeriksaan terkait kasus tersebut, di 23 Kabupaten/Kota di Aceh, pihaknya telah bekerjasama dengan Politeknik Lhokseumawe.
“Untuk melakukan pemeriksaan pada 23 Kabupaten/Kota kita bekerja sama dengan Politeknik dan hasil dari pemeriksaan sedang dirampungkan untuk kemudian ditindaklanjuti,” tuturnya.
Winardy juga mengatakan terkait saksi yang telah diperiksa. Menurutnya dari unsur Dinas 10 orang, pemilik perusahaan yang ditunjuk langsung 213 orang, kemudian peminjam perusahaan 23 orang, konsultan perencana 6 orang, lalu Tim TAPA 6 orang, dan konsultan pengawas 37 orang serta 22 orang saksi.
“Kita juga memeriksa ahli dari LKPP dan Politeknik Lhokseumawe yang juga turun ke lapangan untuk melakukan pemeriksaan fisik di 23 Kabupaten/Kota di Aceh, totalnya sebanyak 390 kontrak sehingga membuat kasus ini menjadi lama,” kata Winardy.
Kemudian mantan Kabid Humas Polda Aceh ini, menjelaskan, apa yang menjadi alasan kasus ini menjadi berlarut- larut hingga lama?. Menurutnya, hal itu dikarenakan tim ahli sedang mengecek sejumlah pekerjaan di seluruh di seluruh Aceh sehingga membutuhkan waktu yang relatif lama untuk memastikan satu persatu.
“Didaerah kita sudah menyita semua dokumen- dokumen kontrak, selain itu kita juga sudah menyita barang bukti berupa uang tunai senilai Rp 571.795.000,” ungkapnya.
Nah, kemudian kita juga telah merincikan masing-masing dari dinas pendidikan Aceh senilai Rp 285 juta, lalu dari Direktur perusahaan pelaksana kegiatan sebanyak Rp 238.820.000, serta dari direktur konsultan pengawas sebanyak Rp 47.975.000.
“Nah, untuk memudahkan pemeriksaan kita bekerja sama dengan Politeknik Lhokseumawe,” ujarnya.
Sementara dari pihak kepolisian katanya juga sedang menunggu hasil dari pemeriksaan BPKP Aceh untuk diketahui berapa besar kerugian negara dari kasus ini.
“Mudah-mudahan saja dalam waktu dekat ini kita akan mendapat hasil audit dari BPKP Aceh, dengan demikian kita bisa menggelar perkara penetapan tersangka,” demikian kata Kombes Pol Winardy S.H., S.IK., M.Si.(chliss)