
JAKARTA – Direktur Indonesia Political Review (IPR), Iwan Setiawan, memperingatkan bahwa ancaman pembunuhan terhadap Presiden Prabowo Subianto yang disebarkan sejumlah warganet kontra UU TNI tidak hanya masuk kategori tindak pidana, tetapi juga berpotensi mengganggu stabilitas politik nasional.

Pernyataan ini disampaikannya menanggapi maraknya narasi kontroversial di media sosial, Sabtu (29/3).

“Dampak politik ancaman pembunuhan presiden dapat sangat signifikan dan berpotensi mengganggu stabilitas politik suatu negara, bisa memicu kerusuhan terutama jika ancaman tersebut dianggap serius,”” katanya Sabtu (29/03/2025).

Ia menekankan bahwa penyebaran narasi kekerasan, khususnya yang menyasar pemimpin negara, harus ditanggapi serius oleh aparat penegak hukum. Menurutnya, hal ini terkait dengan upaya menjaga keamanan publik dan mencegah eskalasi konflik politik.
Lonjakan komentar kontra terkait UU TNI belakangan ini dinilai Iwan sebagai bagian dari dinamika politik pascapemilu.
Namun, ia mengingatkan bahwa kebebasan berekspresi di ruang digital tidak boleh melanggar batas hukum, apalagi sampai mengarah pada ancaman terhadap institusi negara.
Dia juga menyebut ancaman itu bisa memicu terjadinya kerusuhan, terutama ketika narasi ancaman itu diangga serius.

Iwan menyebut pelakunya pun bisa dijerat dengan sejumlah pasal, di antaranya Pasal 218 KUHP terkait penghinaan terhadap presiden.
Kemudian Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 28 ayat (2) UU TNI terkait penyebaran ujaran kebencian serta ancaman kekerasan.
Dia menyampaikan upaya untuk menjerat pelaku secara hukum ini perlu dilakukan, supaya tidak melebar menjadi krisis politik.
“Langkah ini harus dilakukan agar tidak melebar menjadi krisis politik yang lebih besar. Jika dibiarkan, penghasutan seperti ini bisa berlanjut dan bahkan dapat menggiring orang-orang yang sedang frustasi untuk melakukan tindakan yang lebih ekstrem,” ujarnya.
Sebelumnya, Rapat Paripurna DPR RI Ke-15 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024–2025 pada Kamis (20/3) menyetujui RUU TNI untuk disahkan menjadi Undang-Undang TNI baru.
“Apakah Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?,” kata Ketua DPR RI Puan Maharani yang dijawab setuju oleh para peserta rapat.
Dalam Pasal 47 UU TNI yang setujui DPR tersebut, prajurit TNI diatur dapat mengisi jabatan di BNPB, Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Keamanan Laut (Bakamla), dan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Berdasarkan data Mabes TNI per Februari 2025, terdapat dua prajurit yang telah bertugas di BNPB, 12 di BNPP, 18 di BNPT, 129 di Bakamla, dan 19 di Kejagung.

Sumber Antara

