Putus Politik Transaksional, Guru Besar UI Setuju Pemilu 2024 Coblos Partai

by
by

Jakarta, Penanews.co.id – Prof Dr Valina Singka Subekti menilai pemilu sistem proporsional tertutup bisa mencegah politik transaksional, sehingga lebih baik dari proporsional terbuka. Sejumlah alasan dibeberkan.
“Perlu dipertimbangkan untuk merancang kembali desain sistem Pemilu yang mampu memperkuat Presidensialisme pada satu sisi dan kualitas demokrasi Indonesia pada sisi lainnya,” kata Valina Singka Subekti.

Hal itu disampaikan dalam orasi ilmiah sebagai Guru Besar Tetap Ilmu Politik pada Sabtu, 12 Oktober 2019 di Aula Imeri UI. Pidato pengukuhan itu bertajuk ‘Sistem Pemilu dan Penguatan Presidensialisme Pasca Pemilu Serentak 2019’

Sejumlah alasan diutarakan Valina Singka. Pertama, sistem pemilu harus mampu meningkatkan derajat representasi dan akuntabilitas anggota DPR. Kedua, sistem pemilu harus mampu menghasilkan sistem kepartaian dengan jumlah partai sederhana. Ketiga, sistem pemilu harus mudah diaplikasikan dan berbiaya rendah serta mampu memutus mata rantai praktek politik transaksional.

“Sistem pemilu saat ini yang berpusat pada calon atau ‘candidacy centered’ perlu direkayasa kembali menjadi sistem pemilu yang berpusat pada partai atau ‘party centered’. Sistem pemilu proporsional tertutup dapat dipertimbangkan kembali sebagai salah satu alternatif untuk digunakan dalam pemilu serentak 2024,”


Gagasan awal Prof Valina Singka yaitu sistem pemilu proporsional tertutup dengan rancangan sebagai berikut:

(1) memperketat persyaratan partai politik peserta pemilu.
(2) memperkecil besaran daerah pemilihan dan alokasi kursi dari 3-12 menjadi 3-8.
(3) meningkatkan ambang batas parlemen 5%.

“Pengalaman negara-negara Amerika Latin seperti Mexico, Brazil dan Argentina yang juga adalah presidensialisme multipartai, pemilu serentak dengan sistem pemilu mengadopsi besaran dapil dan alokasi kursi yang lebih sedikit mampu mengurangi jumlah partai di parlemen. Usulan desain sistem pemilu di atas tetap dengan melaksanakan kerangka penyelenggaraan pemilu serentak lima kotak. Adapun gagasan tersebut merupakan gagasan awal yang perlu dibahas lebih lanjut oleh semua pemangku kepentingan atau stakeholders pemilu,” beber Valina Singka, dilansir dari detik.com.

Diharapkan, rekayasa desain sistem pemilu dapat mendorong partai politik menjadi lebih kuat, aspiratif dan akuntabel sehingga penyelenggaraan pemerintahan presidensial lebih efektif.

“Di samping itu pemilu serentak perlu didukung penguatan aspek teknis penyelenggaraan dengan mengadopsi e-counting atau e-recap dalam proses penghitungan suara supaya pemilu serentak lebih jurdil serta untuk mengurangi praktek vote buying dan vote trading yg marak berlangsung di pemilu 2014 dan 2019,” tegas Valina Singka.

Untuk diketahui, dalam waktu yang sama, suami Valina, Imam Subekti juga dikukuhkan sebagai Profesor UI untuk bidang penyakit dalam.

Pendidikan S1 hingga s3 diselesaikan di UI. Valina mulai mengajar di UI sejak 1987. Valina pernah menjadi anggota KPU 2004-2007. Setelah itu ia menjadi anggtota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemili (DKPP) 2012-2017.