JAKARTA – Penanews.co.id — Kementerian Agama (Kemenag) RI kini memberikan pengakuan formal terhadap lulusan Ma’had Aly (Dayah Manyang – Aceh), lembaga pendidikan tinggi berbasis pesantren yang fokus pada kajian keislaman klasik melalui Kitab Kuning. Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 429 Tahun 2025 tentang Gelar Lulusan Mahad Aly.
Langkah ini diambil sebagai realisasi dari UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren dan Peraturan Menteri Agama Nomor 32 Tahun 2020, yang menjamin kesetaraan gelar akademik bagi alumni Ma’had Aly dengan lulusan perguruan tinggi umum. Aturan ini resmi berlaku mulai 16 April 2025.
Untuk memastikan implementasinya, Ditjen Pendidikan Islam Kemenag telah mengirimkan surat pemberitahuan kepada berbagai pihak, termasuk kementerian/lembaga, perguruan tinggi negeri/swasta, serta pemerintah daerah. Dirjen Pendidikan Islam, Suyitno, menekankan bahwa kebijakan ini semakin mengukuhkan peran Ma’had Aly dalam sistem pendidikan nasional.
“Santri Ma’had Aly yang telah menyelesaikan proses pembelajaran dan dinyatakan lulus, berhak menggunakan gelar dan mendapatkan ijazah, serta berhak melanjutkan pendidikan pada program yang lebih tinggi dan mendapatkan kesempatan kerja,” ujar Suyitno di Makassar, Sabtu (26/7/2025).dikutip dari laman resmi Kemenag RI pada Senin (27/7/2025).
Ia menjelaskan bahwa gelar diberikan untuk tiga jenjang pendidikan: Marhalah Ula/M1 (Sarjana), Marhalah Tsaniyah/M2 (Magister), dan Marhalah Tsalitsah/M3 (Doktor), sesuai dengan bidang takhasus atau spesialisasi keilmuan yang dipelajari di Ma’had Aly.
“Gelar akademik resmi ditetapkan untuk setiap lulusan berdasarkan bidang takhasus masing-masing. Ini adalah afirmasi bahwa pesantren memiliki kapasitas akademik yang setara dengan perguruan tinggi umum,” jelasnya.
Penetapan nomenklatur gelar akademik ini juga merupakan hasil dari proses musyawarah bersama yang melibatkan Majelis Masyayikh, Asosiasi Ma’had Aly Indonesia (AMALI), dan perwakilan para mudir Ma’had Aly dari seluruh Indonesia.
Forum tersebut menjadi ruang sinkronisasi antara otoritas regulatif dan komunitas pesantren agar keputusan yang diambil benar-benar mencerminkan kebutuhan, tradisi, dan masa depan pendidikan tinggi pesantren.
Gelar akademik diberikan kepada lulusan Ma’had Aly pada tiga jenjang tersebut, sesuai dengan bidang takhasus yang diampu.
Penamaan gelar bersifat khas dan merepresentasikan keilmuan pesantren, ada sembilan takhasus dengan total 27 nomenklatur gelar yang ditetapkan sebagai berikut:
1. Al-Qur’an dan Ilmu Al-Qur’an: Sarjana (S.Q.U.), Magister (M.Q.U.), Doktor (Dr.)
2. Tafsir dan Ilmu Tafsir: Sarjana (S.T.U.), Magister (M.T.U.), Doktor (Dr.)
3. Hadis dan Ilmu Hadis: Sarjana (S.H.U.), Magister (M.H.U.), Doktor (Dr.)
4. Fikih dan Ushul Fikih: Sarjana (S.F.U.), Magister (M.F.U.), Doktor (Dr.)
5. Akidah dan Filsafat Islam: Sarjana (S.A.F.), Magister (M.A.F.), Doktor (Dr.)
6. Tasawuf dan Tarekat: Sarjana (S.T.T.), Magister (M.T.T.), Doktor (Dr.)
7. Ilmu Falak: Sarjana (S.I.F.), Magister (M.I.F.), Doktor (Dr.)
8. Sejarah dan Peradaban Islam: Sarjana (S.P.I.), Magister (M.P.I.), Doktor (Dr.)
9. Bahasa dan Sastra Arab: Sarjana (S.S.A.), Magister (M.S.A.), Doktor (Dr.)
Kementerian Agama mengimbau seluruh instansi pemerintahan, lembaga pendidikan, dan pemangku kepentingan untuk mengakui dan memfasilitasi penggunaan gelar lulusan Ma’had Aly secara administratif dan profesional.
“Kami meminta seluruh instansi pemerintah, perguruan tinggi, dan pemda agar memberikan fasilitasi administratif terhadap penggunaan gelar dan ijazah lulusan Ma’had Aly,” tambah Suyitno.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya integrasi gelar-gelar tersebut ke dalam sistem nasional berbasis data.
“Kami mendorong pengintegrasian gelar Ma’had Aly dalam sistem informasi akademik nasional, sistem rekrutmen aparatur sipil negara, jabatan fungsional, dan pengembangan SDM,” tegasnya.
Dengan kebijakan ini, lulusan Ma’had Aly kini diakui secara legal dan akademik sebagai bagian dari komunitas pendidikan tinggi Indonesia.
Penetapan ini menjadi langkah penting dalam penguatan peran pesantren sebagai institusi yang tidak hanya mencetak ulama, tetapi juga akademisi dan profesional muslim yang siap berkontribusi di berbagai lini kehidupan nasional.[]





