MEULABOH – Penanews.co.id — Setelah berdiri puluhan tahun sejak sebelum Aceh Konflik Sekolah Dasar Negeri (SDN) Paya Baro di Kecamatan Meureubo, Kabupaten Aceh Barat, kini terancam ditutup dengan alasan kekurangan murid. Keputusan penutupan ini dikabarkan berasal dari kebijakan Dinas Pendidikan setempat.
Setalah SD ini terancam diketahui guru dan murid Suasana suasana sekolah mendadak mencekam, para siswa menangis histeris.
Salah satu guru, Iyusmidar Arif, tak kuasa membendung air mata saat menceritakan kondisi sekolahnya. Ia mengungkapkan bahwa SDN Paya Baro telah berdiri sejak lama, bahkan sebelum masa konflik di Aceh.
“Sekolah ini sudah berdiri sejak lama, bahkan sebelum konflik Aceh. Dari dulu selalu ada murid dan banyak yang sudah lulus dari sini. Kenapa sekarang malah mau ditutup, ini aneh,” ujarnya kepada Awak Media, Rabu (24/9/2025).
Saat ini, SDN Paya Baro memiliki total 24 siswa. Jumlah tersebut dinilai tidak memenuhi standar minimal berdasarkan ketentuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang mengharuskan setiap kelas memiliki setidaknya enam murid.
Namun, Iyusmidar menilai keputusan untuk menutup sekolah terlalu tergesa-gesa. Ia justru menyoroti adanya peningkatan jumlah murid baru di tahun ajaran ini, khususnya pada kelas I yang kini diisi oleh delapan siswa.
“Tahun ini justru jumlah siswa kelas I meningkat menjadi delapan orang. Ketika ada perubahan positif, pemerintah bukan memperbaiki tapi malah ingin menutup,” keluhnya.
Jika sekolah ini benar-benar ditutup, dampaknya akan sangat dirasakan oleh anak-anak di desa Paya Baro. Anak-anak Desa ini terancam putus sekolah. Pasalnya, jarak ke sekolah terdekat mencapai sekitar lima kilometer dengan kondisi jalan berbatu dan belum beraspal.
“Selama ini saja mereka harus jalan kaki, apalagi kalau ditambah jarak jauh. Ini bisa menambah angka putus sekolah,” tegasnya.
Kesulitan lain juga dirasakan saat pelaksanaan Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK). Karena ketiadaan jaringan internet di SDN Paya Baro, siswa harus mengikuti ujian di sekolah lain yang lebih jauh. Hal ini menyulitkan orangtua yang harus mendampingi anak-anak mereka.
Keluhan dari para orangtua siswa, terutama saat anak-anak harus menumpang sekolah lain untuk mengikuti Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK).
“Ada orangtua bilang, baru dua hari ANBK saja sudah terasa capek, harus bolak-balik menunggu anak-anak selesai,” tutur Iyusmidar.
Situasi ini menimbulkan ironi. Di tengah gencarnya upaya pemerintah pusat untuk meningkatkan akses pendidikan secara merata, justru sekolah-sekolah di daerah terpencil seperti SDN Paya Baro menghadapi ancaman ditutup.
Kebijakan ini berpotensi mempersempit ruang belajar bagi anak-anak dipedalaman yang selama ini sudah berjuang demi mendapatkan pendidikan layak.[]
Sumber investigasibhayangkara.com





