Siswa Temukan Makan Bergizi Gratis dari Ayam Basi hingga Ikan Berulat

by

NUNUKAN — Beberapa siswa di Nunukan, Kalimantan Utara, melaporkan dampak buruk dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang tengah dilaksanakan di sejumlah daerah. Dalam pelaksanaannya, ditemukan bahwa makanan yang dibagikan kepada siswa tidak selalu memenuhi standar kebersihan.

Beberapa kasus mencatatkan adanya keracunan makanan, dengan ditemukan pula makanan yang tidak higienis atau berulat.

Mengutip laporan tribunjatim.com, salah satu kejadian yang menonjol terjadi pada hari Senin, 13 Januari 2025, saat siswa-siswi dari berbagai sekolah mengalami gejala mual dan diare setelah mengonsumsi menu ayam kecap yang menjadi bagian dari program MBG.

Tidak hanya terjadi di SDN 03 Nunukan Selatan, keracunan juga dialami Siswa-siswi SMAN 2 Nunukan Selatan dengan gejala mual dan mencret akibat menu ayam kecap.

Perwakilan Bagian Kesiswaan SMAN 2 Nunukan Selatan Burhan mengatakan lebih dari 30 siswa-siswi mengalami diare saat itu.

“Kalau dihitung per anak, kami tidak sedetail itu kemarin. Tapi lebih dari 30 siswa-siswi yang mencret saat itu. Menu yang sama, dan hari yang sama juga dengan kasus di SDN 03 Nunukan Selatan kemarin,” ujar Burhan, saat dihubungi, Minggu (19/1/2025).

Ramainya pemberitaan mengenai program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diduga tidak layak konsumsi telah menjadikan isu ini pembahasan hangat di media sosial dan warung-warung kopi di Nunukan. Banyak yang mempertanyakan kualitas makanan yang dibagikan kepada para siswa, terutama setelah beberapa kasus keracunan terungkap.

Wartawan yang menelusuri kasus ini berusaha mencari tahu apakah sekolah lain juga mengalami kejadian serupa dengan SDN 03 Nunukan Selatan. Mengingat makanan yang dibagikan berasal dari dapur yang sama dan menu yang serupa, logis jika kejadian keracunan tidak hanya menimpa satu sekolah saja.

Baca Juga:  Ujang Kosasih.S.H, PH Fachrul Razi Lapor Kontes Kecantikan Waria Bawa Nama Aceh, ke Bareskrim

Di wilayah Nunukan Selatan, total sasaran program MBG mencapai 2.556 pelajar, yang terdiri dari berbagai sekolah, antara lain SDN 001 (545 murid), SDN 002 (556 murid), SDN 003 (597 murid), SDN 005 (284 murid), SMPN 4 (224 pelajar), dan SMAN 2 (360 siswa).

Fakta yang terungkap kemudian mengungkapkan bahwa tidak hanya siswa SDN 03 Nunukan Selatan yang menjadi korban keracunan. Siswa-siswi dari SMAN 2 Nunukan Selatan juga mengalami gejala yang sama setelah mengonsumsi menu ayam kecap pada hari yang sama.

“Kami koordinasi dengan seluruh sekolah yang mendapat MBG. Ke SD 03, SD 02, kasusnya sama semua. Lumayan banyak yang mencret hari itu,” tegas Burhan.

Kini, pembahasan seputar kehigienisan dapur pembuatan MBG di Nunukan masih hangat dibicarakan

Terbaru, lanjut Burhan, menu ikan tongkol yang dibagikan keesokan harinya, Selasa (14/1/2025), banyak yang berulat.

Temuan ikan tongkol goreng berulat tersebut awalnya dilaporkan sejumlah siswa.

Pihak sekolah lalu memeriksa sejumlah menu yang belum terbagi agar kejadian hari Senin tidak terulang.

“Benar saja, kami menemukan ulat-ulat kecil di ikan tongkol. Kami bawa sampel tersebut ke dapur dan meminta hal tersebut menjadi perhatian khusus,” jelasnya.

Saat itu, pihak dapur juga mengaku terkejut dan tidak tahu mengapa ikan tongkol tersebut berulat.

‘’Saya rasa siswa-siswi yang kurang teliti makan saja itu jatah MBG karena sudah lapar dan pas jam makan siang. Bagi yang teliti, tidak sempat makan. Tapi setelah kami tanyakan langsung ke anak-anak kami, tidak semua lauknya berulat, sebagian saja. Tapi ini seharusnya tidak terjadi,’’ sesal Burhan.

Sekolah mengeluh ke pihak dapur sebagai penyedia menu, dan diteruskan ke Dinas Pendidikan Nunukan.

Burhan meminta kasus-kasus seperti ini tidak lolos pengawasan.

Baca Juga:  RI Kebanjiran Perusahaan dan Pekerja Asing demi Buka Lapangan Kerja, Sindir Anies

‘’Apalagi, kejadiannya beruntun, setelah pada Senin (13/1/2025) anak-anak mual dan diare, besoknya, malah ada kasus temuan ikan tongkol goreng yang berulat,’’ imbuh Burhan.

Burhan mengakui, MBG menjadi program bermanfaat bagi anak sekolah. Saat upacara bendera, guru-guru sempat menanyakan kepada siswa-siswinya, bagaimana tanggapan mereka dengan MBG.

Banyak di antara mereka bersyukur, karena bisa menyimpan sebagian uang jajan.

Bahkan, MBG diakui menjadi salah satu faktor anak-anak antusias berangkat sekolah.

‘’Dan kami guru-guru juga sebenarnya mau juga kalau ditanya jatah MBG.

Pasti ingin, tapi bagaimanapun, kami utamakan anak-anak didik kami dulu,’’ kata Burhan.

SPPI dan Perwakilan BGN untuk Nunukan Selatan, Aji Sanjaya, tidak membantah peristiwa tersebut.

“Memang benar ada kejadian yang sama di sekolah lain. Tapi yang melapor ke kami hanya SDN 03. Jadi konsen kami saat itu, SDN 03,” ujarnya saat dikonfirmasi.

Dari hasil investigasi kasus SDN 03 Nunukan Selatan, bahan baku atau daging ayam dibeli dalam bentuk beku di salah satu penjual ayam pinggir jalan.

Selain itu, terjadi penambahan data penerima MBG di minggu kedua.

Yang tadinya data sasaran hanya 2.500-an anak, minggu kedua bertambah menjadi 3.200 sasaran.

Perkiraan pihak dapur meleset. Mereka pikir 300 Kg daging ayam cukup. Tapi ternyata tidak, dan menambah belanja 20 Kg daging ayam lagi di kedai pinggir jalan, bukan di tempat langganan,” jelasnya.

Daging ayam itupun dimasak dan diolah menjadi menu ayam kecap, lalu didistribusikan ke pelajar yang masuk siang.

“Besoknya masuk laporan puluhan anak mual dan diare. Kita mediasi pihak sekolah dengan para orang tua murid, dan mencapai kesepakatan, ini akan menjadi evaluasi ke depannya,” kata Aji.

Baca Juga:  Kemensos Uji Publik Tata Cara Usulan DTKS melalui Musyawarah Desa

Menyoal keterangan SMAN 2 Nunukan Selatan yang menemukan lauk berulat, Aji akan segera menangani laporan tersebut.

“Karena yang masuk ke kami hanya kasus di SD 03. Yang lain, akan coba kami telusuri lagi. Tapi sangat disayangkan waktunya sudah terlewat lama,” kata Aji.

Aji mengakui, program MBG baru saja berjalan dan masih butuh banyak perbaikan.

Salah satu catatan SPPI untuk wilayah Nunukan Selatan, jarak sekolah yang saling berjauhan menjadi kendala distribusi.

“Penyedia baru akan menambah armada untuk mengatasi keterlambatan waktu distribusi. Kita BGN bersama Dinkes juga masih menguji kualitas air, kesehatan, dan lainnya,” imbuhnya.

Selain itu, nihilnya keterlibatan pemerintah daerah juga menjadi salah satu faktor krusial dalam mengatasi masalah-masalah yang muncul di MBG.

“Karena tidak ada kewenangan Pemda, kita harus akui ini membuat masyarakat bingung, siapa pihak paling bertanggung jawab, apa konsekuensi pihak penyedia, dan adakah kompensasi dari kesalahan mereka,” sesalnya.

Kasus ini menambah daftar kekhawatiran terkait kualitas makanan dalam program MBG yang seharusnya mendukung kesehatan para siswa.

Sebelumnya diberitakan media ini, sebanyak 40 murid dari Sekolah Dasar (SD) Negeri Dukuh 03, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, dilaporkan mengalami keracunan setelah menyantap menu makan bergizi gratis (MBG yang disajikan di sekolah tersebut. Sumber keracunan diduga berasal dari ayam marinasi yang disajikan dalam menu makan tersebut.[]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *