JAKARTA – Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Piprim Basarah Yanuarso, menyatakan bahwa komunikasi Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dengan para dokter dinilai sangat buruk. Hal ini terlihat setelah sejumlah perubahan regulasi di bidang kesehatan dilakukan.
“Kami ingin suasana yang dulu kami rasakan dengan Menkes yang sebelumnya itu terjadi kembali ya. Karena terus terang dengan Pak Menkes sekarang ini, komunikasi beliau itu sangat buruk dengan dokter,” ujar Piprim di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (14/5/2025).
Menurutnua masalah komunikasi ini semakin terasa setelah kewenangan penuh berada di Kementerian Kesehatan.

“Terutama, terlebih setelah semua kewenangan itu ada di Kementerian Kesehatan,” imbuh dia.
Piprim mengeklaim bahwa para dokter merasa tak lagi leluasa menyampaikan pendapat setelah sejumlah kewenangan kini berada di tangan Kemenkes.
Kewenangan yang dimaksud antara lain penerbitan Surat Tanda Registrasi (STR), Surat Izin Praktik (SIP), Satuan Kredit Profesi (SKP), hingga uji kompetensi yang kini berada di bawah kendali Kemenkes.
Kondisi tersebut disebut membuat suasana kerja di kalangan dokter, khususnya yang bertugas di rumah sakit vertikal milik pemerintah, menjadi mencekam.
“Karena ancamannya adalah kamu nanti dicabut STR-nya, kamu nanti dibekukan SIP-nya. Buat dokter yang sudah kuliah belasan tahun, ancaman cabut STR ini adalah sesuatu yang sangat menghantui,” kata Piprim.

“Suasana itu begitu mencekam bagi para dokter di rumah sakit vertikal saat ini,” imbuh dia.
Menurut Piprim, IDAI terpaksa bersuara lantang karena organisasi profesi dokter saat ini memiliki kekhawatiran yang sama akibat tekanan yang dirasakan.
“Jadi kalau dibilang kenapa IDAI yang ribut sendiri, karena yang lain enggak berani, bukan. Bukan karena kami yang paling berani,” ujar dia.
Piprim pun mengaku bahwa dia bersama anggota IDAI telah menyampaikan keluhan ini ke DPR, agar tidak ada lagi penyalahgunaan kekuasaan di tubuh Kemenkes.
“Mentang-mentang semua kewenangan sekarang ada di Kementerian Kesehatan, dengan seenaknya menekan para dokter,” kata Piprim.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menilai, dokter yang mempersoalkan pengambilalihan kolegium oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) adalah dokter-dokter yang merasa kehilangan kekuasaan.
Hal ini disampaikan Budi merespons sikap sejumlah dokter anak yang menentang pengambilalihan kolegium menjadi di bawah Kemenkes.
“Nah, memang yang lama-lama, mungkin dulu kehilangan kekuasaan karena kolegium kan punya regulatory power ya,” ujar Budi di Kantor Kelurahan Rambutan, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur, Jumat (9/5/2025).
“Yang mengeluh adalah orang-orang yang lama, yang dulu memiliki power untuk menentukan, sekarang pemilihnya dilakukan oleh seluruh termasuk yang muda,” kata dia.
Budi menuturkan, dahulu pemilihan ketua kolegium hanya ditentukan oleh suara dari sekelompok elite senior dalam organisasi profesi.
Namun, sejak kolegium di bawah naungan Kemenkes, semua dokter memiliki kesempatan untuk memilih.
“Jadi yang tadinya hanya ditentukan oleh 10 orang, sekarang ditentukan oleh 2.000 orang. Nah, 10 orang ini yang marah,” kata Budi.
Menkes justru heran, mereka yang menentang kolegium malah tidak memberikan tanggapan ketika ditemukan adanya kasus bullying hingga pemerkosaan di ruang lingkup kesehatan.
Persoalan kolegium ini muncul ke permukaan setelah sejumlah dokter anak dimutasi oleh Kemenkes.
Pipirim menyebut mutasi tersebut adalah bentuk hukuman karena IDAI menolak pengambilalihan kolegium oleh Kemenkes.
“Jadi menurut saya ini sebuah pola menghukum sikap IDAI yang konsisten menolak kolegium yang dibentuk oleh Kementerian Kesehatan,” kata Piprim di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (7/5/2025).[]
Sumber Kompas.com
