Pendidikan di Aceh tengah menghadapi tantangan besar yang memerlukan kebijakan strategis dari Pemerintah Aceh. Menjelang berakhirnya masa dana Otsus, arah pembangunan pendidikan 20 tahun ke depan harus segera ditetapkan secara jelas dan terukur. Ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah provinsi, tapi juga kabupaten dan kota.
Selama ini dana Otsus telah digelontorkan untuk sektor pendidikan, namun perlu dipertanyakan: sejauh mana anggaran tersebut benar-benar digunakan untuk memperbaiki kualitas pendidikan? Apakah sudah menyentuh aspek fundamental seperti peningkatan mutu guru, pengembangan kurikulum, dan penyediaan sarana-prasarana? Banyak yang menilai bahwa selama ini, sektor SMA dan SMK justru kurang mendapat perhatian serius.
SMK, yang seharusnya menjadi pencetak tenaga kerja siap pakai, justru menunjukkan gejala kegagalan. Dengan sekitar ± 300 SMK di Aceh, masih banyak lulusan yang tidak bekerja sesuai jurusannya atau bahkan menganggur. Ini menimbulkan pertanyaan serius: apakah kurikulum dan jurusan yang ditawarkan relevan dengan kebutuhan industri? Seberapa besar keterlibatan sektor industri dalam proses pendidikan vokasi ini?

Banyak SMK juga masih kekurangan fasilitas penunjang seperti laboratorium, peralatan praktik, bahkan pasokan listrik yang memadai. Kurikulum yang digunakan pun sering kali tidak mengikuti perkembangan kebutuhan dunia usaha. Jurusan-jurusan dibuka tanpa riset yang cukup terhadap kebutuhan pasar tenaga kerja.
Selain itu, kekurangan guru produktif menjadi pekerjaan rumah yang mendesak bagi Dinas Pendidikan. Guru produktif memiliki peran penting dalam memastikan lulusan SMK tidak hanya siap kerja, tapi juga mampu berinovasi. Di sisi lain, implementasi pengelolaan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) di SMK juga belum berjalan maksimal. Apakah ini disebabkan keterbatasan infrastruktur, atau lemahnya kapasitas manajerial kepala sekolah dalam mengelola unit bisnis sekolah? Ini perlu dikaji lebih dalam.

Jika lebih dari separuh lulusan SMK tidak terserap di dunia kerja atau justru melanjutkan ke perguruan tinggi, maka tujuan awal pendidikan vokasi patut dipertanyakan. Ini menjadi sinyal kegagalan sistem yang harus segera dievaluasi. Tanpa arah kebijakan yang jelas dan kolaborasi yang kuat lintas sektor, pendidikan di Aceh hanya akan menghasilkan angka kelulusan bukan solusi bagi masa depan generasi muda dan pembangunan daerah.
==========
Ditulis direktur Direktur Emirate Development Research (EDR), Usman Lamreung
